Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Qawaid Qur'aniyah Kaidah Ke 2 - Boleh Jadi Kamu Tidak Menyenangi Sesuatu, Padahal Itu Baik Bagimu, Dan Boleh Jadi Kamu Menyukai Sesuatu, Padahal Itu Tidak Baik Bagimu

Kaidah ke 2

"Boleh Jadi Kamu Tidak Menyenangi Sesuatu, Padahal Itu Baik Bagimu, Dan Boleh Jadi Kamu Menyukai Sesuatu, Padahal Itu Tidak Baik Bagimu. Allah Mengetahui, Sedang Kamu Tidak Mengetahui"


Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَعَسٰۤى اَنۡ تَكۡرَهُوۡا شَيۡـــًٔا وَّهُوَ خَيۡرٌ لَّـکُمۡ‌ۚ وَعَسٰۤى اَنۡ تُحِبُّوۡا شَيۡـــًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّـكُمۡؕ وَاللّٰهُ يَعۡلَمُ وَاَنۡـتُمۡ لَا تَعۡلَمُوۡنَ

“Dan boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216)

 

Kaidah ini adalah kaidah yang memiliki pengaruh yang sangat mendalam bagi kehidupan seseorang, pada khususnya bagi orang-orang yang memahami dan mencermati kandungannya serta menjadikannya sebagai bimbingan dan petunjuk. Kaidah ini adalah kaidah khidupan yang berkaitan dengan salah satu pokok agama yang agung yaitu Iman kepada Takdir.

Perlu kita ketahui bahwa ayat diatas pada awalnya berbicara tentang konteks kewajiban berperang dijalan Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa berperang bukanlah perkara yang ringan. Bahkan tabiat manusia tidak menyukai peperangan.

Berperang adalah sebuah tindakan yang mempertaruhkan seluruh jiwa dan raga serta harta. Namun Allah subhanahu wa ta’ala telah memberikan informasi bahwa berperang di jalan Allah adalah suatu perbuatan yang mendatangkan pahala dan kemuliaan. Jika seseorang wafat dalam peperangan di jalan Allah, maka ia syahid dan Allah subhanahu wa ta’ala menjamin surga dan kenikmatan di dalamnya baginya. Maka oleh karena itu Allah ta’ala menyebutkan bahwa suatu hal yang terkadang tidak kita senangi namun ternyata hal tersebut amat baik bagi kita, begitu pula sebaliknya.

Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala juga menyebutkan makna kaidah yang semisal dalam surah dan ayat yang lain dimana pada ayat berikut berbicara tentang seorang suami yang menceraikan istrinya. Allah ta’ala berfirman:

فَاِنۡ كَرِهۡتُمُوۡهُنَّ فَعَسٰۤى اَنۡ تَكۡرَهُوۡا شَيۡــًٔـا وَّيَجۡعَلَ اللّٰهُ فِيۡهِ خَيۡرًا كَثِيۡرًا

“Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (QS. An Nisa’: 19)

Pada ayat tersebut menjelaskan derita yang dialami oleh suami istri yang disebabkan keputusannya yang diambil yaitu untuk saling berpisah. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa perceraian bukanlah perkara yang mengenakkan dan memilukan hati. Namun Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa itu adalah solusi yang menjadikan kebaikan yang banyak kepada mereka berdua.

Sungguh kaidah ini adalah kaidah yang apabila seorang muslim mengambil dan menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari, maka mengamalkan kaidah ini dapat menjadi penyebab terbesar hadirnya ketenangan dan kebahagiaan, serta terhindar dari terpaan kesedihan.

Diantara bukti nyata dari penerapan kaidah ini yaitu:

1.      Kisah Ummu Musa Saat melarungkan Anaknya ke Sungai Nil

Apabila kita membaca susunan sejarahnya, maka kita akan menemukan bahwa tidak ada yang paling menyakitkan dan menyedihkan dalam kehidupan Ummu Musa selain saat ia diperintah oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk melarungkan bayinya (Musa) ke sungai Nil. Sungguh apabila dilihat dari sudut pandang tabiat manusia, maka melarungkan bayinya sendiri ke sungai, ini adalah perkara yang tidak disukai. Namun, Lihatlah bagaimana akhir dari kisah tersebut. Kisah yang berakhir dengan keindahan pujian, serta pengaruh yang baik di masa-masa kemudian. Allah pertemukan Ummu Musa dengan Bayi yang dulu ia larungkan dan bayi tersebut selamat dari kekejaman Firaun.

 

2.      Kisah Nabi Yusuf ‘Alaihissalam

Awal kisah ini juga tentang kesedihan, namun berakhir dengan kebahagiaan dan kemuliaan. Kesedihan ini berawal saat Nabi Yusuf di lemparkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya yang lain. Sehingga kejadian ini pun membuat ayahnya yaitu Ya’qub ‘Alaihissalam sedih berkepanjangan. Namun kemudian terdapat kebaikan dan hikmah yang sangat banyak dari kejadian-kejadian menyedihkan yang menimpa mereka berdua. Dan Singkat cerita Nabi Yusuf dan Nabi Ya’qub kembali bertemu dalam keadaan bahagia dan mulia.

 

3.      Kisah Anak yang Dibunuh oleh Khidr

Nabi Khidr diperintah oleh Allah subhanhu wa ta’ala untuk membunuh seorang anak kecil. Tentu ketika itu Nabi Musa ‘Alaihissalam melihat pembunuhan itu sebagai perbuatan yang buruk. Namun setelah itu Allah subhanahu wa ta’ala mengemukakan alasan kuat dibalik perintah pembunuhan anak itu dnegan Firman-Nya:

وَاَمَّا الۡغُلٰمُ فَكَانَ اَبَوٰهُ مُؤۡمِنَيۡنِ فَخَشِيۡنَاۤ اَنۡ يُّرۡهِقَهُمَا طُغۡيَانًا وَّكُفۡرًا‌ۚ‏

فَاَرَدۡنَاۤ اَنۡ يُّبۡدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيۡرًا مِّنۡهُ زَكٰوةً وَّاَقۡرَبَ رُحۡمًا

“Dan adapun anak muda (kafir) itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran. Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya).” (QS. Al Kahfi: 80-81)

4.      Kisah Meninggalnya Abu Salamah

Abu salamah adalah suami yang sangat dicintai oleh Ummu Salamah. Maka ketika Abu Salamah meninggal dunia, istrinya sangat sedih. Setelah peristiwa meninggalnya suaminya, Ummu Salamah mendengar Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ بِهِ: (إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ) اللَّهُمَّ أَجِرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَاخْلُفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا

“Tiada seorang muslim yang ditimpa musibah lalu ia mengatakan apa yang diperintahkan Allah (yaitu): ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun, wahai Allah, berilah aku pahala pada (musibah) yang menimpaku dan berilah ganti bagiku yang lebih baik darinya’; kecuali Allah memberikan kepadanya yang lebih baik darinya.” (HR. Muslim no.918)

 

Demikian adalah beberapa contoh dari sekian banyak yang Allah dan Rasul-Nya sebutkan. Dan dalam kehidupan nyata saat ini. Tentu masih banyak lagi kejadian-kejadian yang membuktikaan kebenaran pesan kaidah di atas.

Seorang Penyair berdendang:

Segala sesuatu, jika hilang akan tergantikan

Dan Allah, tidaklah bisa tergantikan

Semoga bermanfaat, Baarokallahu fiikum. 

(Ringkasan dengan beberapa penambahan dari kitab Qawaidu Qur’aniyyah. 50 Qaidah Qur’aniyyah fi Nafsi wal Hayat. Syekh DR. Umar bin Abdullah al Muqbil)

 

Ahmadi As-Sambasy

Cilacap, 25 Agustus 2021

Posting Komentar untuk "Qawaid Qur'aniyah Kaidah Ke 2 - Boleh Jadi Kamu Tidak Menyenangi Sesuatu, Padahal Itu Baik Bagimu, Dan Boleh Jadi Kamu Menyukai Sesuatu, Padahal Itu Tidak Baik Bagimu"