Pelajaran Dari Peristiwa Tragedi Duren Tiga (Sambo vs Joshua)
Pada kesempatan kali
ini, kami ingin mengingatkan kembali kepada para pembaca sekalian berkaitan
dengan salah satu peristiwa yang viral bahkan menghebohkan seluruh bangsa
Indonesia. Tragedi Duren Tiga (08 Juli 2022), inilah sebutan yang dikenal pada
peristiwa yang dimaksud terkait pembunuhan seorang Brigadir Kepolisian yang
dimana pelakunya telah ditetapkan juga merupakan
Anggota kepolisian yang memiliki jabatan cukup tinggi. Tentu peristiwa yang
melibatkan beberapa oknum sesama Anggota Kepolisian ini sangat menarik
perhatian Bangsa Indonesia. Lembaga yang bertanggung jawab langsung di bawah
Presiden ini, yang digadang-gadang sebagai Alat Penegak Hukum, memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dan lain-lain, Justru dilanggar
oleh Oknum Lembaga Kepolisian itu sendiri.
Namun terlepas dari itu
semua, kami mencoba untuk memaparkan beberapa nasehat dan pelajaran yang sudah
di terangkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya. Sehingga ada
beberapa poin yang akan kami sampaikan semoga dapat menjadi tambahan ilmu dan
bermanfaat untuk umat manusia:
1.
Haramnya Tindakan
Pembunuhan
Tindakan pembunuhan yang
dilakukan oleh seorang warga negara indonesia terhadap manusia tanpa memandang
perbedaan ras maupun agama tanpa ada alasan yang dibenarkan merupakan tindakan
ilegal yang menyalahi aturan undang-undang. Begitupula didalam kacamata Agama
Islam yang Mulia ini, tindakan Pembunuhan terhadap seorang Muslim hukumnya
Haram dan termasuk dalam perbuatan Dosa Besar, pelakunya terancam masuk ke
dalam Neraka Jahannam, sebagaimana Firman Allah ta’ala:
وَمَنۡ
يَّقۡتُلۡ مُؤۡمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهٗ
جَهَـنَّمُ خَالِدًا فِيۡهَا وَغَضِبَ اللّٰهُ عَلَيۡهِ وَلَعَنَهٗ
وَاَعَدَّ لَهٗ
عَذَابًا عَظِيۡمًا
“Dan barangsiapa membunuh
seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia
kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan
azab yang besar baginya.” (QS. Annisa: 93)
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
”Dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allâh (membunuhnya), melainkan dengan suatu
(alasan) yang benar.” (QS. Al Isra’: 33)
Didalam sebuah hadits,
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ
النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ
مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ
الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ
Dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!” Mereka (para sahabat) bertanya,
“Wahai Rasûlullâh, apakah itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Syirik kepada Allâh, sihir, membunuh jiwa yang Allâh haramkan kecuali dengan
haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari perang yang
berkecamuk, menuduh zina terhadap wanita-wanita merdeka yang menjaga
kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari zina”. (HR al-Bukhari, no. 2615, 6465; Muslim, no. 89)
عَنْ أَبِي
بَكَرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ، قَالَ : لَوْ أَنَّ أَهْلَ السَّمَاءِ وَأَهْلَ الأَرْضِ اجْتَمَعُوا
عَلَى قَتْلِ مُسْلِمٍ لَكَبَّهَمُ اللهُ جَمِيعًا عَلَى وُجُوهِهِمْ فِي النَّارِ
Dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu, dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Seandainya penduduk langit dan
penduduk bumi berkumpul membunuh seorang muslim, sungguh Allâh akan
menjerumuskan mereka semua di atas wajah mereka di dalam neraka”. (HR Thabrani dalam
kitab Mu’jamush-Shaghîr, 1/340, no. 565. Syaikh al-Albani menyatakan shahîh li
ghairihi dalam Shahîh at-Targhîb wat-Tarhîb, no. 2443)
Dari ayat dan hadist di
atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengancam orang yang sengaja membunuh seorang
mukmin dengan 6 balasan, yaitu:
1. Disiksa di Jahannam.
2. Khulûd (kekal, tinggal
lama) dalam Jahannam.
3. Allâh murka kepadanya.
4. Allâh melaknatnya
(mengutukinya), yaitu menjauhkannya dari rahmat-Nya.
5. Allâh menyediakan
adzab yang besar baginya.
6. Mendapatkan Dosa besar.
Termasuk pula bahwa Agama
Islam yang mulia ini telah menjelaskan perkara apabila ada seorang muslim
membunuh seorang Kafir Mu’ahad. Didalam sebuah hadits Rasulullah
shollallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ رِيحَهَا
تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
Barangsiapa membunuh
orang kafir mu’ahad, (maka) ia tidak akan mencium bau surga, padahal baunya
didapati dari jarak perjalanan empat puluh tahun. (HR al-Bukhâri, no. 2995)
Al-Hafizh Ibnu Hajar
rahimahullah menjelaskan maksud orang kafir mu’ahad, yaitu, “Orang (kafir) yang
memiliki perjanjian dengan kaum Muslimin, baik dengan membayar jizyah,
perjanjian damai dari pemerintah, atau jaminan keamanan dari seorang Muslim” (Fathul-Bâri,
12/259)
Dari Abu Bakrah
Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا فِى غَيْرِ كُنْهِهِ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ
الْجَنَّةَ
Barangsiapa membunuh
orang kafir mu’ahad bukan pada waktunya, Allâh haramkan surga atasnya. (HR Abu
Dawud, no. 2760; Nasa-i, no. 4747)
Dikatakan oleh Imam
al-Mundziri rahimahullah bahwa maksud dari kalimat ‘bukan pada waktunya’ adalah
bukan pada waktunya yang dibolehkan untuk membunuhnya, yaitu pada waktu tidak
ada perjanjian. (At-Targhîb, 2/635)
2.
Bahaya Dusta
Dusta atau berbohong
merupakan perilaku dan tindakan terpuji yang hanya membawa pelakunya kepada
kebinasaan. Maka apabila seorang muslim menginginkan keselamatan terhadap
diri-Nya maka jauhilah perbuatan Dusta dan menjaga lisannya dari berbicara sesuatu
yang tidak sesuai dengan hakekatnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan
kepada umatnya untuk berkata yang baik, di antara bentuk berkata yang baik
adalah jujur, yaitu memberitakan sesuatu sesuai dengan hakekatnya. Bahkan
beliau shollallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan apabila seseorang tidak bisa
berkata baik, maka lebih baik untuk diam.
Rasulullah shollallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت
“Barang siapa yang
beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau
hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)
Dusta adalah dosa besar,
al-Imam adz-Dzahabi menyebutkan di dalam kitab beliau, al-Kabâir, dosa besar
ke-30 “Sering Berdusta”.
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menyebutkan dosa berdusta mengiringi dosa syirik dan durhaka
kepada orang tua. Ini menunjukkan bahwa berdusta termasuk dosa-dosa besar yang paling
besar.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا
قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ
الْوَالِدَيْنِ وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ
قَالَ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ
Dari Abdurrahman bin Abi
Bakrah, dari bapaknya Radhiyallahu anhu, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Perhatikanlah (wahai para Sahabat), maukah aku tunjukkan
kepada kalian dosa-dosa yang paling besar?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengatakannya tiga kali. Kemudian para Sahabat mengatakan, “Tentu wahai
Rasûlullâh.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Syirik kepada
Allâh, durhaka kepada kedua orang tua.” Sebelumnya Beliau bersandar, lalu
Beliau duduk dan bersabda, “Perhatikanlah! dan perkataan palsu (perkataan
dusta)”, Beliau selalu mengulanginya sampai kami berkata, “Seandainya Beliau
berhenti”. (HR. Al-Bukhâri, no. 2654, 5976, dan
Muslim, no. 143/87)
3. Haramnya Suap Menyuap
Ketika seorang Manusia,
didalam pola fikirnya sudah mengedepankan akal dan hartanya maka kehancuran akan
menimpanya, tidak ada keuntungan yang diperoleh. Seseorang terkadang memiliki
pemikiran ”Harta adalah segalanya, sehingga dengan harta semua bisa di dapatkan”.
Ini adalah contoh pemikiran yang tidak tepat, mengapa ? karena dirinya sudah
mengakui bahwa selain Allah, dirinya meyakini bahwa Harta lebih tinggi kedudukannya
di banding Sang Pencipta.
Sehingg tatkala para
pejabat ingin mendapatkan sesuatu, apapun cara untuk mendapatkan yang di
inginkan, maka jalan Risywah (Suap) menjadi jalan yang dipilih. Padahal jika
kita telusuri sabda Nabi Shollallahu ’alaihi wa salla, maka akan kita dapati
bahwa Risywah (Suap) hukumnya Haram.
عَنْ
عُمَر عَبْدِ اللهِ بْنِ قاَلَ: لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ الرَاشِى، وُاْلمُرْتَشَىِ
Dari Ibnu Umar
Radhiyallahu anhu, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
melaknat yang memberi suap dan yang menerima suap”.(HR At-Tirmidzi, 1/250; Ibnu
Majah, 2313 dan Hakim, 4/102-103; dan Ahmad 2/164,190. Syaikh Al-Albani
berkata,”Shahih.” Lihat Irwa’ Ghalil 8/244)
Hadits ini menunjukkan,
bahwa suap termasuk dosa besar, karena ancamannya adalah Laknat. Yaitu
terjauhkan dari rahmat Allah. Al Haitsami rahimahullah memasukkan suap kepada
dosa besar yang ke-32.
Didalam riwayat lain di sebutkan:
لَعَنَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الرَّاشِىَ وَالْمُرْتَشِىَ.
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap”. (HR. Abu Daud no.
3580, Tirmidzi no. 1337, Ibnu Majah no. 2313. Kata Syaikh Al Albani hadits ini
shahih). Dalam riwayat yang lain Nabi melaknat al Ra-isy (الرَّائِشَ)
yaitu penghubung antara penyuap dan yang disuap (HR. Ahmad 5/279). Meski hadits
ini lemah namun maknanya benar. Orang yang menjadi penghubung antara penyuap dan yang
disuap berarti membantu orang untuk berbuat dosa dan ini adalah suatu yang
terlarang. Hadits di atas menunjukkan bahwa suap termasuk dosa besar, karena
ancamannya adalah laknat. Yaitu terjauhkan dari rahmat Allah. Bahkan sogok itu
haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan ulama). Jadi terlarang, meminta suap,
memberi suap, menerima suap dan menjadi penghubung antara penyaup dan yang
disuap.
4.
Bahaya Persekongkolan
Dalam Kejahatan
Masih ingatkah dengan
kisah yang terjadi menjelang detik-detik terakhir, ketika Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendatangi Abu Thalib, ternyata di sisi Abu
Thalib sudah ada dua pentolan Quraisy yang sangat memusuhi Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, yaitu Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah.
Biasanya ketika seseorang
meninggal dunia yang ada disekitarnya pasti orang-orang terdekatnya. Kalau
ternyata orang-orang terdekat Antum adalah orang-orang yang buruk, merekalah
yang akan berada di sekitaran sekitar Antum. Tapi kalau teman-teman Antum
orang-orang yang shalih, merekalah yang akan berada di sekitaran Antum,
biidznillah.
Oleh karena itulah
teman-teman yang buruk ini berbahaya dalam agama. Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ﺍﻟْﻤَﺮْﺀُ ﻋَﻠَﻰ ﺩِﻳﻦِ ﺧَﻠِﻴﻠِﻪِ
”Seseorang itu di atas
agama teman akrabnya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi)
Maka dalam Islam tidak
ada istilah “gaul sama siapa saja”. Terkadang banyak pemuda merasa malu disebut
kuper (kurang pergaulan). Gara-gara takut disebut kuper akhirnya bergaul dengan
siapa saja lalu tersesat jalan. Padahal kalau kurang pergaulan dengan orang-orang
buruk itu bagus. Tapi kalau kurang pergaulannya sama orang-orang shalih inilah
yang tidak bagus.
Semestinya kita bergaul
dengan orang shalih yang bisa menambah keilmuan dan keimanan serta mengingatkan
kita kepada kehidupan akhirat. Itulah tanda teman yang shalih.
Dalam surah Al-Furqan
ayat 52, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengisahkan tentang penduduk neraka yang
masuk neraka gara-gara temannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
… يَقُولُ
يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا ﴿٢٧﴾ يَا وَيْلَتَىٰ لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا ﴿٢٨﴾
Dia berkata: ‘Aduh,
andaikan aku tidak jadikan dia sebagai teman akrabku. Sungguh ia telah
menyesatkan aku dari kebenaran setelah kebenaran datang kepadaku.'” (QS.
Al-Furqon (25): 28-29)
Kalau menyesalnya di
dunia tidak masalah, tapi ini menyesalnya di neraka. Masuk neraka gara-gara
salah berteman. Makanya masalah pertemanan dalam Islam sangat diperhatikan.
Walaupun tentunya
berteman dengan orang shalih itu butuh kesabaran juga. Karena teman kita yang
shalih itu bukan malaikat, dia juga manusia yang punya kekurangan. Makanya
Allah menyuruh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk sabar terhadap
orang-orang shalih itu. Allah berfirman:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ
وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ
زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا…
”Sabarkan dirimu bersama orang-orang yang senantiasa menyeru Rabbnya diwaktu pagi dan petang, dan jangan palingkan matamu dari mereka hanya karena mengharapkan kehidupan dunia…” (QS. Al-Kahfi(18): 28)
Semoga Allah menuntun kita untuk menjadi hamba-hambanya yang senantiasa taat dan di hindarkan dari segala macam keburukan.
Oleh: Ahmadi Assambasy
Posting Komentar untuk "Pelajaran Dari Peristiwa Tragedi Duren Tiga (Sambo vs Joshua)"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.