Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 13 – Kita Tidak Tau Mana Anak yang akan Lebih bermanfaat Untuk Kita
Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman:
اٰبَآؤُكُمۡ وَاَبۡنَآؤُكُمۡ ۚ لَا تَدۡرُوۡنَ اَيُّهُمۡ اَقۡرَبُ لَـكُمۡ
نَفۡعًا
“Orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak
manfaatnya bagimu” (QS. An Nisaa’: 11)
Ini adalah salah satu
kaidah qur`āniy yang membuat seorang hamba mencermati sejenak keagungan Allah
Ta’ālā dalam penciptaan dan kebijaksanaan- Nya dalam menetapkan syariat. Juga
membuat hamba berhenti sejenak merenungi kekurangan ilmunya.
Kaidah ini disebutkan
dalam konteks ayat-ayat warisan, di awal-awal surah An-Nisā`. Maksud firman
Allah “Orang tuamu dan anak-anakmu” di sini adalah orang tua dan anak-anak yang
akan mewarisimu. Maksud firman-Nya “Kamu tidak mengetahui siapa di antara
mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu”; kalian tidak mengetahui bahwa
mereka lebih bermanfaat bagi kalian dalam urusan agama dan dunia. Sebagian dari
kalian menyangka bahwa bapak lebih bermanfaat baginya, namun ternyata anak yang
lebih bermanfaat baginya. Sebagian lagi menyangka bahwa anak lebih bermanfaat
baginya, namun ternyata bapak lebih bermanfaat baginya. Akulah yang mengetahui
siapa yang lebih bermanfaat bagi kalian. Aku telah mengatur urusan kalian sesuai
dengan kemaslahatan, maka ikutilah perintah-Ku itu.
Orang-orang jahiliah
dahulu membagi harta warisan dengan standar yang tidak baku. Kadang-kadang
mereka membaginya berdasarkan kebutuhan orang tua, kadang-kadang sesuai
kebutuhan anak-anak, kadang-kadang mereka mengambil jalan tengah (dengan
mempertimbangkan kedua belah pihak). Maka syariat Islam yang suci ini datang
untuk menghapuskan ijtihad-ijtihad tersebut, sehingga Allahlah yang langsung
menentukan pembagian warisan tersebut.
Kalau kita ingin menerapkan
kaidah ini dalam realitas kehidupan, maka kita bisa memperbaiki beberapa
kesalahan yang sering terjadi dalam persepsi dan sikap sosial kita. Di
antaranya:
1. Sebagian orang tua
kadang hanya diberi keturunan berupa anak-anak perempuan saja, sehingga dadanya
menjadi sempit dan gelisah dengan ujian ini. Maka kaidah ini datang untuk
memberikan keyakinan dan keridaan di dalam hatinya. Betapa banyak anak wanita
yang lebih bermanfaat bagi kedua orang tuanya dibandingkan beberapa anak laki-laki.
Realitas yang ada menjadi saksi atas hal ini.
2. Saya mengenal seorang
laki-laki yang sudah berusia lanjut. Putra-putranya tinggal jauh darinya karena
mencari rezeki. Orang tua ini yang sudah kehilangan kekuatan dan fisiknya
lemah, tidak mendapatkan perawatan dan kasih sayang melebihi apa yang diberikan
oleh putri satu-satunya yang melayaninya secara maksimal, mulai dari pemberian
nafkah sampai perawatan kesehatan. Maha benar Allah yang berfirman,
اٰبَآؤُكُمۡ وَاَبۡنَآؤُكُمۡ ۚ لَا تَدۡرُوۡنَ اَيُّهُمۡ اَقۡرَبُ لَـكُمۡ
نَفۡعًا
”Orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak
manfaatnya bagi kamu.” (QS. An-Nisā`: 11)
Ini baru di dunia.
Sementara di akhirat, maka urusannya lebih besar lagi. Ibnu Abbas mengatakan,
“Orang tua dan anak-anak yang paling taat maka mereka paling tinggi derajatnya
pada hari Kiamat. Allah Ta’ālā memberikan kesempatan kepada orang-orang mukmin
untuk saling memberikan syafaat satu sama lainnya. Jika sang bapak lebih tinggi
derajatnya pada hari Kiamat, maka anak akan diangkat ke tempat orang tuanya.
Dan jika anak lebih tinggi derajatnya, maka orang tuanya diangkat ke tempatnya,
supaya mereka semua senang.
Namun sangat disayangkan
ketika kita mendengar dan membaca tentang orang-orang yang diberi karunia
beberapa orang putri, mereka malah marah-marah dan bahkan ada yang mengancam
istri-istri mereka jika melahirkan anak-anak perempuan. Seolah-olah urusan itu
berada di tangan mereka. Ini pada hakikatnya merupakan kebodohan, sebab
bagaimana mungkin seseorang dicerca karena sebuah urusan yang dia tidak
memiliki kuasa di dalamnya?
Alangkah baiknya jika
orang-orang yang terjerumus pada perilaku tersebut merenungi kaidah ini dan
juga merenungi firman Allah Ta’ālā:
لِّـلَّـهِ مُلۡكُ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِ ؕ يَخۡلُقُ
مَا يَشَآءُ ؕ يَهَبُ لِمَنۡ يَّشَآءُ اِنَاثًا وَّيَهَبُ لِمَنۡ
يَّشَآءُ الذُّكُوۡرَ
اَوۡ يُزَوِّجُهُمۡ ذُكۡرَانًا وَّاِنَاثًا ۚ وَيَجۡعَلُ مَنۡ يَّشَآءُ
عَقِيۡمًاؕ اِنَّهٗ عَلِيۡمٌ قَدِيۡرٌ
”Milik Allahlah kerajaan
langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, memberikan anak
perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada
siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan,
dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui, lagi
Mahakuasa.” (QS. Asy-Syūrā: 49-50)
Cukuplah bagi seorang
hamba merasa terancam dengan kemarahan Allah jika dia tidak suka dengan apa
yang diberikan-Nya.
Di antara tindakan terbaik yang bisa dilakukan
oleh orang yang diuji dengan anak-anak perempuan adalah mengingat hadis-hadis
yang menjelaskan tentang keutamaan mengayomi dan mendidik anak-anak perempuan
sampai mereka balig.
Orang yang jengkel dengan
ujian mendapatkan anak-anak wanita bisa diingatkan dengan mengucapkan
kalimat-kalimat berikut:
Anggaplah Anda jengkel
dan kecewa. Namun, apakah sikapmu itu bisa membuatmu memiliki anak laki-laki?
Benar bahwa kebanyakan orang memiliki tabiat menyukai anak laki-laki, akan
tetapi seorang mukmin harus melihat ujian ini dari sudut pandang lain, yaitu
kesempatan melakukan ibadah sabar dan rida kepada Allah. Bahkan sebagian orang
yang mendapat taufik bisa sampai pada level ibadah syukur, karena dia
mengetahui bahwa pilihan Allah lebih baik daripada pilihannya untuk dirinya
sendiri. Bisa jadi Allah telah menjauhkan dirinya dari berbagai keburukan
ketika dia tidak diberi anak laki-laki. Bukankah Allah telah mengirim Khidir
kepada seorang anak muda untuk dibunuhnya, kemudian dia menyampaikan alasan
dengan mengatakan (dalam firman Allah), “Dan adapun anak muda (kafir) itu,
kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang
tuanya kepada kesesatan dan kekafiran. Kemudian kami menghendaki, sekiranya
Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak lain) yang lebih baik
kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya).” (QS.
Al-Kahf: 80-81)
Kaidah qur`āniy ini juga
menjadi hiburan bagi orang-orang yang diuji dengan anak-anak perempuan. Di
dalamnya juga terdapat hiburan untuk orang-orang yang diuji dengan karunia
putra-putra yang cacat (disabilitas), baik cacat pendengaran, penglihatan,
akal, ataupun fisik. Maka hendaknya dikatakan kepada mereka, “Dan boleh jadi
kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagi kamu.” (QS. Al-Baqarah: 216). Juga
dikatakan kepada mereka, “Demi Allah, kalian tidak mengetahui anak- anak mana
yang lebih bermanfaat buat kalian. Bisa jadi anak yang cacat itu lebih
bermanfaat bagi kalian di dunia sebelum sampai ke akhirat.”
Adapun di dunia, betapa
banyak ujian-ujian itu membukakan kedua orang tua yang anak-anaknya cacat pintu
kelezatan ibadah, bermunajat, serta berharap hanya kepada-Nya.
Betapa banyak ujian
tersebut mendidik sifat sabar dan tanggung jawab dalam jiwa orang tua anak-anak
disabilitas tersebut, yang tidak bisa mereka dapatkan jika mereka tidak diuji
dengan berbagai ujian itu…, dan seterusnya.
Adapun di akhirat, maka
bisa jadi berbagai cobaan dengan anak-anak disabilitas tersebut menjadi
penyebab derajat mereka diangkat di sisi Allah Ta’ālā, derajat yang barangkali
tidak akan bisa dicapai dengan amalan mereka.
(Qawaid Qur’aniyyah 50
Qa’idah Qur’aniyyah fi Nafsi wal Hayat, Syeikh DR. Umar Abdullah bin Abdullah
Al Muqbil)
Posting Komentar untuk "Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 13 – Kita Tidak Tau Mana Anak yang akan Lebih bermanfaat Untuk Kita"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.