Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 10 - Allah Pasti Menolong Orang - Orang yang Menolong Agama-Nya

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

ولينصرن الله من ينصره

"Sesungguhnya Allah pasti menolong orang-orang yang menolong (agama)Nya." (Al-Hajj: 40)

Ayat ini merupakan salah satu kaidah Al-Qur`an yang sangat mulia, yang darinya terpancar kekuatan Ilahiah, menguatkan para tentara pendukung keimanan di setiap masa dan tempat.

Kemenangan adalah kata yang dirindukan oleh jiwa-jiwa manusia. Ke sana semua umat mengarahkan perjuangannya, ke sana pula negara terus berupaya mendapatkannya. Kemenangan merupakan obsesi, yang masing-masing umat berbeda dalam menjalani proses untuk merealisasikan tujuannya. Walaupun terkadang ada beberapa titik persamaannya. Akan tetapi, kemenangan adalah sebuah nilai yang mulia. Karena itu, Al-Qur'an mengingatkan kaum muslimin tentang pentingnya nilai ini dan menanamkan sebab-sebab kemenangan yang harus diraih oleh orang-orang beriman. Pikiran dan perasaan tentang kemenangan itu tidak boleh lenyap dari benak mereka, prosesnya harus dijalani dengan memerangi musuh-musuhnya, dan tidak boleh tergesagesa untuk memetik hasilnya. Dan yang paling penting, mereka juga tidak boleh melupakan sebab-sebab yang menjadi syarat penetapan kemenangan itu.

Kaidah ini disebutkan dalam dua ayat secara berturut-turut, yang menjelaskan sebab-sebab kemenangan. Allah berfirman,

وَلَيَنۡصُرَنَّ اللّٰهُ مَنۡ يَّنۡصُرُهٗ ؕ اِنَّ اللّٰهَ لَقَوِىٌّ عَزِيۡزٌ

الَّذِيۡنَ اِنۡ مَّكَّنّٰهُمۡ فِى الۡاَرۡضِ اَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ وَاَمَرُوۡا بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَنَهَوۡا عَنِ الۡمُنۡكَرِ‌ ؕ وَلِلّٰهِ عَاقِبَةُ الۡاُمُوۡرِ

"Sesungguhnya Allah pasti menolong orang-orang yang menolong (agama)Nya. Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah perbuatan yang mungkar dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (Al-Hajj: 40-41)

Pada dua ayat mulia ini, Allah menjanjikan kemenangan bagi orang-orang yang membela-Nya. Lafazh kemenangan ini dikuatkan dengan huruf ta'kid (meyakinkan) dan memiliki kekuatan makna.

Adapun penguatan dengan lafazh, Allah menggunakan kata sumpah, sehingga bunyi ayat itu menjadi,"Demi Allah, pasti Allah akan menolong orang-orang yang membela-Nya." Demikian juga dengan keberadaan huruf lam dan nun pada lafazh ayat, 'walayanshuranna' keduanya berfungsi untuk meyakinkan dan menguatkan.

Penguatan dengan makna, yaitu firman Allah, "Sesungguhnya Allah Mahakuat dan Mahamulia." Allah menggambarkan diriNya sebagai Dzat yang Mahakuat yang tidak pernah mengalami kelemahan, Mulia yang tidak pernah hina, karena lawan dari kuat dan mulia adalah lemah dan hina.

Pada firman Allah, "Dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” Merupakan penetapan serta bahasa meyakinkan bagi

orang-orang mukmin yang menganggap kemenangan itu sebagai sesuatu yang mustahil. Hal ini terjadi karena menganggap jalanjalan kemenangan adalah jalan panjang serta penuh onak dan duri. Karena yang mengetahui segala hasil adalah Allah, maka Dia berhak mengubah apa saja yang dikehendaki sesuai dengan Ilmu dan Hikmah-Nya. (Majalis Syahri Ramadhan, Al-Utsaimin, hlm. 95)

Kaidah ini didahului oleh ayat yang berbunyi, "Dan sekiranya Allah tidak menolak keganasan sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan (Bunyi ayat ini adalah lahuddimat artinya dirobohkan. Pada lafazh ini terdapat dua bentuk bacaan, pertama dengan takhfif huruf dal, menjadi lahudimat, namun pada ayat ini ditasydid dengan membaca, lahuddimat yang bertujuan untuk menekankan yang berarti benar-benar merobohkan, lihat kembali tafsir Ath-Thabari, 5/389.), biara-biara nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang yahudi dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah." (Jika ada yang bertanya; mengapa Lafazh tempat-tempat ibadah agama Nasrani dan Yahudi didahulukan penyebutannya dari masjid kaum muslimin? Jawabannya, karena bangunan-bangunan mereka lebih dahulu dibangun dan usianya lebih tua. Namun ada juga yang berpandangan karena bangunanbangunan itu lebih cepat dirobohkan, sementara masjid lebih dekat dan penuh dengan dzikir. Gaya bahasa yang mengakhirkan seperti ini juga bisa kita temukan dalam surat Fathir, dimana Allah berfirman, “Maka di antara mereka ada yang menzhalimi diri mereka sendiri, dan di antara mereka pula ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada yang berlomba-lomba melakukan kebaikan dengan izin Allah." (Fathir: 32), lihat Tafsir Ath-Thabari, 12/72). Ini merupakan nama-nama tempat ibadah agama-agama sebelum Islam. Setelah itu, Allah mengatakan, "Sesungguhnya Allah pasti menolong orangorang yang menolong (agama) Nya."

Pertanyaannya, bagaimana pertolongan Allah itu bisa datang? Dan, apakah Allah membutuhkan bantuan dan pembelaan, padahal Dia Mahakaya, Mahakuat, dan Mahamulia?

Jawaban atas pertanyaan di atas adalah, pertolongan Allah akan hadir dengan kita membela agama-Nya, membela Nabi-Nya saat beliau masih hidup, dan membela sunah-sunah Rasulullah setelah kematiannya.

Ayat berikutnya menjelaskan lebih rinci tentang hakikat kemenangan yang Allah cintai dan kehendaki, bahkan ia menjadi syarat kemenangan yang bersifat terus menerus dan berkelanjutan di muka bumi, yaitu firman Allah, "Yaitu orangorang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar, dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (Al-Hajj: 40-41)

Karena itu, cara yang paling nyata memenangkan agama Allah dengan melaksanakan dan mengagungkan syiar-syiar Allah yang tersebut dalam ayat di atas:

1. Shalat

Shalat merupakan media dan sarana yang menghubungkan antara hamba dan penciptanya. Dengan menunaikan shalat sesuai dengan tuntunan, maka kekuatan fisik dan ruhani akan terus ada. Bahkan dari shalat itu seorang hamba akan merasakan kenyamanan jiwa yang luar biasa.

2. Membayar zakat

Dengan membayar zakat, itu artinya seorang hamba Allah telah menunaikan hak-hak harta. Ia juga telah berhasil melawan sifat kikir dan dengki yang bersemayam dalam dirinya, membersihkan diri dari sikap tamak dan bakhil, berhasil mengalahkan was-was setan, menunaikan tugas sosial, menyantuni orang-orang lemah lagi membutuhkan, dan berhasil menjadi sosok yang penuh manfaat dalam hidupnya. (Fi Zhilal Al-Qur'an, 4/2427)

3. Menyuruh yang ma'ruf dan melarang yang mungkar

Pada amal mulia ini terdapat upaya untuk memperbaiki orang lain selain diri mereka sendiri, sebab manusia itu hidup di antara kejahilan dan kelalaian. Karena itu, mereka butuh nasihat, peringatan, serta dorongan untuk melakukan kebaikan. Manusia juga hidup di antara pembangkang dan pemberontak. Karena itu mereka harus dilarang melakukan kemungkaran.

Ketika sebab-sebab kemenangan ini dipraktikkan oleh sebuah negara atau umat, maka Allah akan mengaruniakan kepada mereka kemenangan dan pertolongan yang cemerlang, walaupun mereka berada di tengah musuh-musuh yang kuat. Dari keterangan sirah Nabawiyah dan kisah khulafaurrasyidin kita akan menemukan fakta tentang hal ini.

Namun, jika mereka ditakdirkan menjadi pemimpin di bumi, tapi mereka melalaikan shalat, enggan membayar zakat, meninggalkan tradisi amar ma'ruf dan nahi mungkar, maka Allah akan membiarkan mereka bersandar kepada diri mereka sendiri tanpa bimbingan dan arahan-Nya, dijadikan musuh menguasai mereka, dijadikan mereka terpecah belah menjadi berkelompokkelompok yang tidak memiki kekuatan sama sekali. Perjalanan sejarah juga memiliki cacatan rapi akan hal ini.

Anda akan terheran -setelah penjelasan Rabbani tentang sebab dan pokok kemenangan- ada di antara manusia yang berafiliasi kepada Islam, namun setelah itu berpaling dari Islam? Mereka mengubah Islam menjadi sebuah cara hidup yang pada hakikatnya tidak berlandaskan kepada agama sama sekali?

Orang-orang tidak akan pernah melupakan ucapan salah seorang panglima pembebasan ketika mereka hendak mendeklarasikan negara Palestina, “Kami hendak menjadikannya negara sekular." Sungguh, orang-orang Yahudi gampang menguasai mereka.

Siapa pun yang membuka lembaran-lembaran Al-Qur'an sambil mentadabburi kandungannya maka pasti ia akan menemukan sebuah pembahasan Al-Qur'an yang jelas dan terang tentang sebab-sebab kemenangan dan kekalahan kaum muslimin di berbagai wilayah, kemenangan dan kekalahan yang pernah dialami oleh panglima yang dikenali dunia, dialah Rasulullah dan para tentaranya yang tidak lain juga merupakan sahabatnya yang mulia.

Pada saat Perang Uhud, para sahabat Rasulullah bertanya kepada beliau tentang sebab-sebab kekalahan. Tak lama kemudian, Allah menurunkan jawabannya dari langit, "Katakanlah, kekalahan itu datang dari kesalahan dirimu sendiri, sesungguhnya Dia berkuasa atas segala sesuatu.” (Ali Imran: 165)

Dalam Perang Hunain, tidak sedikit kaum muslimin yang terdecak kagum dengan jumlah mereka yang banyak dan saat itu kemenangan hampir berpihak kepada mereka. Allah berkata,

لَـقَدۡ نَصَرَكُمُ اللّٰهُ فِىۡ مَوَاطِنَ كَثِيۡرَةٍ‌ ۙ وَّيَوۡمَ حُنَيۡنٍ‌ ۙ اِذۡ اَعۡجَبَـتۡكُمۡ كَثۡرَتُكُمۡ فَلَمۡ تُغۡنِ عَنۡكُمۡ شَيۡـًٔـا وَّضَاقَتۡ عَلَيۡكُمُ الۡاَرۡضُ بِمَا رَحُبَتۡ ثُمَّ وَلَّـيۡتُمۡ مُّدۡبِرِيۡنَ‌ۚ

"Sesungguhnya Allah telah menolong kamu di medan peperangan yang banyak, dan ingatlah Peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai berai." (At-Taubah: 25)

Demikian juga, cerita Al-Qur`an tentang Perang Badr dalam surat Al-Anfal. Allah secara tegas menyebutkan sebabsebab kemenangan sekaligus sebab-sebab kekalahan. Allah berfirman,

وَاَطِيۡعُوا اللّٰهَ وَرَسُوۡلَهٗ وَلَا تَنَازَعُوۡا فَتَفۡشَلُوۡا وَتَذۡهَبَ رِيۡحُكُمۡ‌ وَاصۡبِرُوۡا‌ ؕ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيۡنَ‌ۚ

وَلَا تَكُوۡنُوۡا كَالَّذِيۡنَ خَرَجُوۡا مِنۡ دِيَارِهِمۡ بَطَرًا وَّرِئَآءَ النَّاسِ وَ يَصُدُّوۡنَ عَنۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ‌ؕ وَاللّٰهُ بِمَا يَعۡمَلُوۡنَ مُحِيۡطٌ

"Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang bersabar. Dan, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi orang dari jalan Allah. Dan, ilmu Allah meliputi apa yang mereka kerjakan." (Al-Anfal: 46-47)

Pada ayat lain, kita juga menemukan penjelasan Allah yang sangat tegas tentang sebab kemenangan lain, yaitu iman yang kuat dan kokoh kepada Allah. Allah berfirman, “Dan adalah menjadi kewajiban Kami menolong orang-orang beriman.” (Ar-Rum: 47)

Pertanyaannya lagi, dimanakah kemenangan itu untuk kaum muslimin saat ini? Bukankah kaum muslimin di berbagai tempat terus ditindas dan dintimidasi? Mereka hidup dalam kondisi lemah dan terpuruk!

Dimanakah nash-nash kemenangan yang sering didendangkan Al-Qur'an itu, baik di Perang Badar Kubra? Pada hari Ahzab? Perang Yarmuk? Nahawand? Atau hari dimana Tatar dikalahkan ketika mereka hendak menguasai negeri-negeri Islam pada permulaan abad kedelapan?

Penulis berupaya menghimpun beberapa jawaban dan tanggapan dari ulama-ulama Islam, baik ulama terdahulu maupun ulama masa kini, dan dari sudut pandang yang berbeda-beda, dari Timur dan Barat, agar keragaman pandangan ini memberikan kita pandangan menyeluruh tentang sebab-sebab kemenangan dan kekalahan sekaligus solusinya bagi umat Islam.

Al-Qurthubi (w.671 H) menjawab pertanyaan klasik ini dengan bersandar kepada kaidah Al-Qur'an, "Sesungguhnya Allah pasti menolong orang-orang yang menolong (agama) Nya." Beliau berkata, “Kita memiliki kewajiban untuk menolong agama ini, akan tetapi amal yang buruk serta niat yang rusak akan menjadi penghalang kemenangan itu sendiri, mencerai-beraikan jumlah pasukan yang banyak, seperti fakta buram yang kita saksikan sendiri secara berkali-kali. Kesalahan ini disebabkan oleh kesalahan kita sendiri. Disebutkan dalam riwayat Al-Bukhari bahwa sahabat Abu Ad-Darda' berkata, “Kalian itu berperang dengan amal-amal nyata kalian." Juga, diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari bahwa Rasulullah berkata, "Kalian tidak diberi rezeki dan diberikan pertolongan melainkan dengan keberadaan orang-orang yang lemah di antara kalian." (HR. Al Bukhari. Disebutkan dalam riwayat An-Nasa'i, "Hanya saja kemenangan umat ini karena adanya orang-orang lemah di antara mereka yaitu karena doa, shalat dan keikhlasan mereka." Hadits ini diperkuat dengan hadits Abu Ad-Darda yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, An-Nasa'i dengan lafazh, "Hanya saja kalian ditolong dan diberikan rezeki karena keberadaan orang- orang lemah di antara kalian." Ibnu Bathal berkata bahwa takwil hadits ini yaitu, orang-orang lemah lebih ikhlas dalam berdoa, lebih khusyu' dalam ibadah karena hati-hati mereka tidak tergantung kepada kemewahan dunia." Lihat Fath Al-Bari oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani, 6/89)

Sayangnya, amal-amal menjadi rusak, orang-orang lemah diabaikan, kurangnya kesabaran serta enggan menyandarkan usaha kepada Allah, takwa pun menjadi sirna. Allah berfirman, "Wahai orang-orang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga di perbatasan negerimu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung." (AlImran: 200). Allah juga berfirman, "Dan kepada Allah-lah kalian bertawakal." (Al-Maa`idah: 23). Allah juga berfirman, "Sesungguhnya Allah bersama orang-orang bertakwa, yaitu mereka yang berbuat kebaikan." (An-Nahl: 128). Allah juga berfirman, "Sesungguhnya Allah pasti menolong orang-orang yang menolong (agama)-Nya."(Al-Hajj: 41). Allah juga berfirman, "Wahai orang-orang beriman, apabila kamu memerangi pasukan musuh, maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah nama Allah sebanyakbanyaknya agar kamu beruntung." (Al-Anfal: 45)

Itulah sebab-sebab dan syarat-syarat kemenangan. Sayangnya sebab dan syarat ini hilang dan sirna di tengah-tengah kita. Kita hanya bisa berucap, "Inna lillahi wa inna lillahi raji'un” terhadap apa yang menimpa umat ini. Bahkan, yang terisa dari Islam hanya namanya, agama tersisa hanya lukisannya, kerusakan merajalela, merebaknya maksiat dan pembangkangan serta kurangnya bimbingan, sehingga tidak mengherankan jika musuh dari Timur dan Barat, di darat dan di laut, menguasai dan mengitari kita. Fitnah dan musibah pun terjadi di mana-mana, tidak ada yang dapat menolong semua ini kecuali yang dirahmati Allah. (Tafsir Al-Qurthubi, 3/255)

Imam Ibnu Taimiyah (w.728 H) menyebutkan penyakit dan solusinya, "Apabila terjadi kelemahan pada diri umat Islam dan musuh telah menguasai mereka, maka hal itu terjadi karena kesalahan dan dosa umat Islam sendiri. Umat Islam lalai menjalankan kewajiban agamanya, baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Atau boleh jadi karena mereka telah melampui batas-batas yang ditentukan Allah, baik zahir maupun batin. Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang berpaling dari kalian pada hari bertemu dua pasukan itu (pasukan kaum muslimin dan pasukan kaum musyrikin), yaitu mereka yang digelincirkan oleh setan, disebabkan sebagian kesalahan yang mereka telah perbuat (di masa lampau), dan sesungguhnya Allah telah memberi maaf kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun." (Al-Imran: 154)

Allah juga berfirman,

أولما أصبتكم مصيبة قد أصبتم مثليها قلتم أن هذا قل هو من عند أنفسكم إن الله على كل شئ قدير 0 170

"Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada Peperangan Uhud) padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat pada musuh-musuhmu (pada Peperangan Badar). Kamu berkata, 'Dari mana datangnya kekalahan ini?' Katakanlah, 'itu dari kesalahan kamu dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." (Ali Imran: 165)

Allah juga berfirman, "Sesungguhnya Allah pasti menolong orang-orang yang menolong (agama)-Nya, sesungguhnya Allah Mahakuat dan Mahamulia; Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (Al-Hajj: 40-41) (Ibnu Taimiyah-Rasyid Ridha Majmu'at Ar-Rasa'il wa Al-Masa'il, 1/58)

Syaikh Rasyid Ridha (w.1354 H) juga memiliki pandangan tersendiri terhadap pertanyaan penting di atas. Ia seorang cendekiawan yang hidup di masa umat Islam mengalami kelemahan dan keterpurukan. Ia mengatakan, "Hari-hari ini, kita menyaksikan sebuah fakta sangat menyedihkan; orangorang yang mengklaim sebagai insan beriman pada akhir abad ini jauh dari kemenangan, sebab mereka tidak jujur dalam beriman, mereka orang-orang yang zhalim dan bukan orang yang dizhalimi, mereka memenangkan hawa nafsu bukan membela Allah, mereka tidak menjalankan sebab-sebab kemenangan yang telah ditentukan, karena sesungguhnya Allah tidak mungkin menyalahi janji-Nya, Dia tidak mengubah ketentuan-Nya. Dia yang akan menolong orang-orang beriman yang jujur, yaitu orang-orang yang membela agama Allah, meninggikan kalimatkalimat-Nya, menghadirkan kebenaran dan keadilan dalam medan pertempuran, tidak melakukan kezhaliman kepada orang yang berhak mendapatkan keadilan. Bukankah, perintah yang pertama turun dalam syariat adalah masalah perang, Allah berfirman, "Telah dizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya, dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka itu, yaitu orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata, "Tuhan kami hanyalah Allah. Dan sekiranya Allah tidak menolak keganasan sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak  disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orangorang yang menolong (agama)-Nya, sesungguhnya Allah Mahakuat dan Mahamulia." (Al-Hajj: 39-40)

Tentu berbeda ketika Allah memberikan kemenangan kepada para Rasul serta orang-orang yang mengikutinya, sebab mereka semua orang yang terzhalimi, mereka orangorang yang berpegang teguh kepada kebenaran dan keadilan dan benar-benar sabar menolong agama Allah. Allah memberi syarat kemenangan ini kepada orang-orang mukmin yang hidup sesudah mereka, Allah berfirman, "Wahai orang-orang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (Muhammad:7) Karena. itu, iman merupakan sebab dan faktor utama yang menjadi dasar kemenangan itu sendiri. Ia juga menjadi pengundang kemenangan-kemenangan berikutnya, sebab kemenangan itu bukanlah sebuah keajaiban. (Tafsir Al-Manar, 7/317)

Al-Allamah Abdu Rahman As-Sa'di (w. 1376 H) juga memiliki jawaban tentang pertanyaan di atas. Ia berkata, “Disebabkan karena kadar iman yang lemah, hati yang tercabikcabik, pemerintahan yang terpecah belah, permusuhan dan kebencian yang menjauhkan sesama kaum muslimin, adanya musuh yang nampak maupun tersembunyi, dimana mereka terus bekerja secara terang-terangan dan rahasia untuk memusnahkan dan menghancurkan agama ini. Juga adanya penyimpangan, serta sikap materialistis yang berlebihan, lahirnya aliran-aliran yang menyesatkan, adanya gelombang kerusakan yang deras untuk merusak para orang tua dan pemuda, adanya kampanye dan propaganda massif untuk merusak akhlak dan menghancurkan sendi-sendi Islam.

Ditambah lagi dengan fenomena manusia akhir zaman yang larut dalam kemewahan dunia, dimana hal itu melampui kadar keilmuwan mereka, menjadi obsesi terbesar mereka, dengan dunia itu mereka tunduk dan patuh. Juga, banyaknya propaganda buruk yang mendefinisikan makna zuhud yang salah, menjauhi akhirat dengan menerima semua kemewahan dunia untuk merusak agama. Memandang enteng peran agama. Angkuh dengan capaian gedung-gedung mewah yang telah diraih dimana semua itu menyisakan keburukan bagi orang-orang beriman.

Namun demikian, seorang mukmin tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah. Ia harus selalu menghadirkan harapan di setiap keadaan, pandangannya tidak boleh terbatas pada sebab-sebab yang nampak, akan tetapi ia selalu menamamkan dalam hatinya di setiap waktu bahwa Allah mengubah kesulitan menjadi mudah, di balik setiap perjuangan selalu ada jalan keluar dan kemenangan gemilang itu akan dicapai setelah melalui perjuangan keras dan keberhasilan mengurai keterpurukan dan kesedihan." (Bahjah Qulub Al-Abrar, hlm. 230)

Kita mermohon kepada Allah, semoga Dia berkenan memuliakan agama-Nya serta menjadikan kita sebagai penolongpenolongnya, juga Dia memenangkan orang-orang beriman serta menghinakan musuh-musuh-Nya.

(Qawaid Qur’aniyyah 50 Qa’idah Qur’aniyyah fi Nafsi wal Hayat, Syeikh DR. Umar Abdullah bin Abdullah Al Muqbil)

KabeL DakwaH
KabeL DakwaH Owner Gudang Software Al-Amanah

Posting Komentar untuk "Qawaid Qur’aniyyah Kaidah Ke 10 - Allah Pasti Menolong Orang - Orang yang Menolong Agama-Nya"