Dakwah Nihil Tantangan, Mungkinkah?
Selembut dan sebijaksana apapun cara
kita dalam berdakwah, selama kita menyuarakan kebenaran dan meluruskan
penyimpangan; pasti akan menghadapi rintangan dan tantangan. Itu sudah
sunnatullah. Bahkan da’i paling bijaksana dan paling lembut sedunia sekalipun,
ternyata dicaci-maki, dilempari batu, diusir, malahan diupayakan untuk dibunuh.
Beliau adalah Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Namun ada satu hal penting yang musti
selalu diingat. Bahwa kita tidak pernah diajari Islam untuk sok-sokan meminta
dan menantang ujian. Justru sebaliknya, setiap pagi dan petang kita dibimbing
untuk selalu memohon afiat dan keselamatan.
Dakwah itu tidak boleh sekedar
bermodal nekat dan semangat. Namun harus berbekal ilmu yang beragam. Ilmu
tentang konten dakwah yang akan disampaikan. Ilmu mengenai objek dakwah yang
akan didakwahi. Ilmu tentang level kekuatan atau kelemahan kita. Yang terakhir
ini diistilahkan oleh Syaikh Shalih Alu Syaikh hafizhahullah dengan term Fiqh
al-quwwah wa adh-dha’f.
Lebih dari 13 tahun Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berdakwah di kota Mekah. Tidak pernah sekalipun
tercatat dalam sejarah, beliau merusak ratusan berhala yang bertebaran di
sekeliling Ka’bah. Bahkan sekedar ‘iseng’ mencolek patung atau menendang
sesaji, tidak pernah beliau lakukan. Padahal berhala itu jelas-jelas simbol
kesyirikan; dosa terbesar yang tak diampuni Allah. Namun beliau justru
berkonsentrasi dan fokus membangun pondasi akidah, sembari mengiringinya dengan
penerapan akhlak mulia terhadap masyarakat.
Beliau adalah sosok yang amat
bijaksana dan dibimbing wahyu Allah. Beliau sangat memahami bahwa kaum muslimin
di fase Mekah dalam kondisi lemah dan minoritas. Jika melakukan tindakan yang
tidak terukur, bisa berakibat fatal. Yakni dihabisinya umat Islam tanpa tersisa
hingga akar-akarnya.
Sirah Nabawiyyah itu intinya bukan
menghapal jumlah pasukan kaum muslimin dan kaum musyrikin saat perang A atau
perang B. Bukan pula sekedar menghapal nama atau tahun peristiwa C dan
peristiwa D. Namun Sirah Nabawiyyah dicatat untuk dipahami, direnungi dan
diambil pelajarannya; guna diaplikasikan di tengah kehidupan kita.
Dalam kondisi kuat dan mayoritas pun,
kita tetap dituntut untuk mengatur dan menata diksi ucapan yang akan kita
sampaikan. Serta mengukur dan menimbang perbuatan yang akan kita lakukan.
Akankah menimbulkan dampak buruk yang lebih besar dibanding manfaatnya atau
sebaliknya? Apalagi dalam kondisi lemah dan minoritas. Tentu kita lebih
tertuntut untuk tidak grusa-grusu.
Ingat, tidak setiap tantangan dan
rintangan yang kita hadapi dalam berdakwah akan membuahkan pahala. Terlebih
jika itu muncul sebagai efek dari kejahilan, kecerobohan dan ketidakbijaksanaan
kita dalam berdakwah.
(Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh
Purbalingga, 6 Jumada Tsaniyah 1443 / 9 Januari 2022)
Penulis: Ust. Abdullah Zaen, Lc., M.A.
Posting Komentar untuk "Dakwah Nihil Tantangan, Mungkinkah?"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.