Sebab-sebab Agar Panjang Umur
Al-Imaam Al-Bukhaariy rahimahullah
berkata:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ أَبِي يَعْقُوبَ الْكِرْمَانِيُّ، حَدَّثَنَا حَسَّانُ، حَدَّثَنَا يُونُسُ، قَالَ
مُحَمَّدٌ هُوَ الزُّهْرِيُّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " مَنْ سَرَّهُ
أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ "
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Abi Ya’quub Al-Kirmaaniy (1): Telah menceritakan kepada
kami Hassaan (2): Telah menceritakan kepada kami Yuunus (3):
Telah berkata Muhammad – ia adalah Az-Zuhriy (4) - , dari Anas bin
Maalik radliyallaahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang suka diluaskan rizkinya dan
ditangguhkan kematiannya, hendaklah ia menyambung silaturahim”. (Shahiih
Al-Bukhaariy no. 2067)
Sanad ini hasan, namun shahih dengan
keseluruhan jalannya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan
2/181-182 no. 439 dengan sanad hasan, dengan lafadh:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ
يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَجَلِهِ، فَلْيَتَّقِ اللَّهَ، وَلْيَصِلْ
رَحِمَهُ
“Barangsiapa yang suka diluaskan
rizkinya dan ditangguhkan ajalnya, hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan
menyambung silaturahim”.
حَدَّثَنَا عَبْدُ
الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الْوَارِثِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِهْزَمٍ، عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا الْقَاسِمُ، عَنْ عَائِشَةَ، أَنّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهَا: " إِنَّهُ مَنْ أُعْطِيَ حَظَّهُ
مِنَ الرِّفْقِ، فَقَدْ أُعْطِيَ حَظَّهُ مِنْ خَيْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَصِلَةُ
الرَّحِمِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَحُسْنُ الْجِوَارِ يَعْمُرَانِ الدِّيَارَ، وَيَزِيدَانِ
فِي الْأَعْمَارِ "
Telah menceritakan kepada kami
‘Abdush-Shamad bin ‘Abdil-Waarits (5): Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Mihzam (6), dari ‘Abdurrahmaan bin Al-Qaasim (7):
Telah menceritakan kepada kami Al-Qaasim (8), dari ‘Aaisyah: Bahwasannya
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepadanya: “Barangsiapa
yang diberikan bagian dari kelemah-lembutan, sungguh ia telah diberikan bagian
kebaikan dari dunia dan akhirat. Menyambung silaturahim, akhlaq yang baik, dan
bertetangga yang baik akan memakmurkan negeri-negeri dan menambah umur-umur”. (Diriwayatkan
oleh Ahmad, 6/159)
Sanadnya shahih.
Sebagian orang mendapatkan kesulitan
memahami hadits di atas dengan keberadaan dalil yang menafikkan pertambahan
umur manusia sebagaimana dibawakan di bawah:
Allah ta’ala berfirman:
وَمَا يُعَمَّرُ
مِنْ مُعَمَّرٍ وَلا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ إِلا فِي كِتَابٍ
“Dan sekali-kali tidak dipanjangkan
umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan
(sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfudh)”. (QS. Faathir: 11)
Ibnu Katsiir rahimahullah berkata:
وقوله: { وَمَا يُعَمَّرُ
مِنْ مُعَمَّرٍ وَلا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ إِلا فِي كِتَابٍ } أي: ما يعطى بعض النطف
من العمر الطويل يعلمه، وهو عنده في الكتاب الأول، { وَلا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ
} الضمير عائد على الجنس، لا على العين؛ لأن العين الطويل للعمر في الكتاب وفي علم
الله لا ينقص من عمره، وإنما عاد الضمير على الجنس.
قال ابن جرير: وهذا
كقولهم: "عندي ثوب ونصفه" أي: ونصف آخر.
“Dan firman-Nya: ‘Dan sekali-kali
tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi
umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfudh)’; yaitu: apa
yang telah diberikan kepada sebagian nuthfah berupa umur panjang, Allah
mengetahuinya dan hal itu di sisi-Nya terdapat dalam catatan yang pertama.
Tentang firman-Nya: ‘dan tidak pula dikurangi umurnya’; kata ganti/dlamiir
dalam ayat tersebut kembali kepada jenisnya (yaitu umur secara umum), bukan
kembali pada umur orang tertentu. Hal itu dikarenakan panjangnya umur dalam
Kitaab dan dalam ilmu Allah tidaklah berkurang dari umurnya. Kata ganti itu
hanyalah kembali pada jenisnya. Ibnu Jariir berkata: ‘Ini seperti perkataan
mereka: Aku punya baju dan setengahnya. Yaitu, setengah bau yang lain”. (Tafsiir
Ibni Katsiir, 6/538)
حَدَّثَنَا عَلِيُّ
بْنُ رُسْتُمَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ،
حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ
جُبَيْرٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ " فِي قَوْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ: وَمَا يُعَمَّرُ
مِنْ مُعَمَّرٍ وَلا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ إِلا فِي كِتَابٍ ، قَالَ: فِي أَوَّلِ
الصَّحِيفَةِ مَكْتُوبٌ عُمْرُهُ، ثُمَّ يُكْتَبُ بَعْدَ ذَلِكَ ذَهَبَ يَوْمٌ، ذَهَبَ
يَوْمَانِ حَتَّى يَأْتِيَ عَلَى أَجَلِهِ
"
Telah menceritakan kepada kami ‘Aliy
bin Rustum (9): Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin ‘Umar (10):
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdush-Shamad (11): Telah menceritakan
kepada kami Hammaad bin Salamah (12), dari ‘Athaa’ bin As-Saaib (13),
dari Sa’iid bin Jubair (14) radliyallaahu ‘anhu tentang firman-Nya ‘azza
wa jalla: ‘Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang
dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab
(Lauh Mahfudh)’; ia berkata: “Dalam lembaran awal tertulis (panjang) umurnya.
Kemudian ditulis setelah itu hilang sehari, hilang dua hari, hingga datang
kematiannya”. (Diriwayatkan oleh Abusy-Syaikh dalam Al-‘Adhamah 3/918-919 no.
452)
Sanadnya shahih. Hammaad bin Salamah
mendengar riwayat ‘Athaa’ sebelum berubah hapalannya (Al-Mukhtalithiin hal.
82-84 no. 73 – beserta catatan kaki muhaqqiq-nya) Muslim berhujjah dengan
riwayat ‘Abdush-Shamad dari Hammaad dalam Shahiih-nya.
Allah ta’ala juga berfirman:
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ
أَنْ تَمُوتَ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلا
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan
mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan
waktunya”. (QS. Aali ‘Imraan: 145)
Ibnu Katsiir rahimahullah berkata:
وقوله: { وَمَا كَانَ
لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلا } أي: لا يموت أحد
إلا بقدر الله، وحتى يستوفي المدةَ التي ضربها الله له؛ ولهذا قال: {كِتَابًا مُؤَجَّلا
} كقوله { وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُعَمَّرٍ وَلا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ إِلا فِي كِتَابٍ
} (فاطر:11) وكقوله { هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ طِينٍ ثُمَّ قَضَى أَجَلا وَأَجَلٌ
مُسَمًّى عِنْدَهُ } (الأنعام:2(
وهذه الآية فيها
تشجيع للجُبَناء وترغيب لهم في القتال، فإن الإقدام والإحجام لا يَنْقُص من العمر ولا
يزيد فيه كما قال ابن أبي حاتم:
حدثنا العباس بن
يزيد العبدي قال: سمعت أبا معاوية، عن الأعمش، عن حبيب بن صُهبان، قال: قال رجل من
المسلمين -وهو حُجْرُ بن عَدِيّ-: ما يمنعكم أن تعبُروا إلى هؤلاء العدو، هذه النطفة؟
-يعني دِجْلَة-{ وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا
مُؤَجَّلا } ثم أقحم فرسه دجلة فلما أقحم أقحم الناس فلما رآهم العدوّ قالوا: ديوان،
فهربوا
“Dan firman-Nya: ‘Sesuatu yang
bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah’; yaitu: seseorang tidak
akan mati kecuali dengan ketentuan/takdir Allah, dan hingga ia memenuhi waktu
yang telah Allah tentukan baginya. Oleh karena itu Allah berfirman: ‘sebagai
ketetapan yang telah ditentukan waktunya’, seperti firman-Nya: ‘Dan sekali-kali
tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi
umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfudh)’ (QS. Faathir:
11) Dan juga seperti firman-Nya: ‘Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah,
sesudah itu ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang
ditentukan (untuk berbangkit) yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah
mengetahuinya)’ (QS. Al-An’aam: 2)
Ayat ini terdapat dorongan semangat
(keberanian) bagi para penakut dan pemberian motivasi bagi mereka untuk
berperang, karena maju atau mundurnya dari berperang tidaklah mengurangi atau
menambah umur, sebagaimana dikatakan Ibnu Abi Haatim: Telah menceritakan kepada
kami Al-‘Abbaas bin Yaziid Al-‘Abdiy (15), ia berkata: Aku mendengar Abu
Mu’aawiyyah (16), dari Al-A’masy (17), dari Habiib bin Shuhbaan (18),
ia berkata: Ada seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin – ia adalah Hujr
bin ‘Adiy -: “Apa yang menghalangimu menyeberangi sungai Tigris ini menuju
musuh-musuh itu?. ‘Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin
Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya”. Setelah itu, ia
memacu kudanya menyeberangi sungai Tigris, dan kemudian orang-orang pun
mengikutinya. Ketika mereka melihat musuh, mereka berkata: “Diiwaan (lembar
catatan)”. Mereka (musuh) pun lari ke belakang (19) (Tafsir Ibni
Katsiir, 2/129-130)
Allah ta’ala berfirman:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ
الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا
تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا
رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci
semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia
mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang
gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun
dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudh)”. (QS. Al-An’aam: 59)
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا
إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“Katakanlah: "Sekali-kali tidak
akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami.
Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus
bertawakal". (QS. At-Taubah: 51)
حَدَّثَنِي أَبُو
الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَرْحٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ
وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي أَبُو هَانِئٍ الْخَوْلَانِيُّ، عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ
الْحُبُلِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ
الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ............"
Telah menceritakan kepadaku
Abuth-Thaahir Ahmad bin ‘Amru bin ‘Abdillah bin Sarh (20): Telah
menceritakan kepada kami Ibnu Wahb (21): Telah mengkhabarkan kepadaku
Abu Haani’ Al-Khaulaaniy (22), dari Abu ‘Abdirrahmaan Al-Hubuliy (23),
dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al-‘Aash, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah telah menulis seluruh takdir
makhluk limapuluh ribu tahun sebelum menciptakan langit-langit dan bumi.......”.
(Diriwayatkan oleh Muslim no. 2653)
Oleh karena itu, sebagian ulama
menafsirkan pertambahan (ziyaadah) umur dalam hadits di awal adalah pertambahan
keberkahannya, sehingga usianya penuh dengan amal-amal yang besar.
Namun sebagian ulama lain tetap
menafsirkan pertambahan umur itu adalah pertambahan hakiki, dengan penjelasan
sebagai berikut:
Sesungguhnya takdir itu ada dua
macam. Pertama, taqdir mutlak, yaitu takdir yang tertulis dalam Lauh Mahfudh.
Takdir inilah yang dimaksud dalam nash-nash di atas. Kedua, takdir mu’allaq
atau muqayyad, yaitu takdir yang tertulis dalam lembaran malaikat yang masih
mungkin untuk dihapuskan atau ditetapkan.
Syaikhul-Islaam rahimahullah berkata:
والأجل أجلان: مطلق
يعلمه الله، وأجل مقيد، وبهذا يتبين معنى قوله: من سره أن يبسط له في رزقه، وينسأ له
في أثره فليصل رحمه. فإن الله أمر الملك أن يكتب له أجلا، وقال: إن وصل رحمه زدته كذا
وكذا، والملك لا يعلم أيزداد أم لا، لكن الله يعلم ما يستقر عليه الأمر، فإذا جاء الأجل
لا يتقدم ولا يتأخر
“Ajal itu ada dua macam, yaitu ajal
mutlak yang hanya diketahui oleh Allah, dan ajal muqayyad. Dengan demikian
menjadi jelas makna sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam: ‘barangsiapa yang
suka diluaskan rizkinya dan ditangguhkan kematiannya, hendaklah ia menyambung
silaturahim’. Sesungguhnya Allah memerintahkan malaikat untuk menuliskan
baginya ajal (24), dan berfirman: ‘Apabila ia menyambung silaturahim
akan bertambah sekian dan sekian’. Dan malaikat sendiri tidak mengetahui apakah
bertambah ataukah tidak. Akan tetapi Allah mengetahui apa-apa yang telah Ia
tetapkan pada orang tersebut. Apabila datang ajal padanya, maka tidak dapat
dimajukan ataupun dimundurkan” (Majmuu’ Al-Fataawaa, 8/517)
Di kesempatan lain ketika menjelaskan
tentang rizki, Syaikhul-Islaam rahimahullah berkata:
الرزق نوعان: أحدهما:
ما علمه الله أن يرزقه، فبهذا لا يتغير، والثاني: ما كتبه، وأعلم به الملائكة فهذا
يزيد وينقص بحسب الأسباب
“Rizki ada dua macam. Pertama, rizki
yang hanya diketahui oleh Allah, ini tidak berubah. Kedua, rizki yang Allah
tulis dan Ia beritahukan kepada malaikat. Rizki jenis ini dapat bertambah dan
dapat berkurang tergantung sebabnya”. (Majmuu’ Al-Fataawaa, 8/540)
الأسباب التي يحصل
بها الرزق هي من جملة ما قدره الله وكتبه؛ فإن كان قد تقدم بأن يرزق العبد بسعيه واكتسابه
ألهمه السعي والاكتساب، وذلك الذي قدره له بالاكتساب لا يحصل بدون الاكتساب، وما قدره
له بغير اكتساب- كموت مورثه- يأتيه بغير اكتساب
“Sebab-sebab yang menghasilkan rizki
sendiri termasuk apa-apa yang telah Allah tentukan dan tulis. Seandainya sejak
semula Allah menentukan memberikan rizki kepada seorang hamba dengan usaha dan
kerja yang dilakukannya, maka Allah akan mengilhamkan kepadanya untuk berusaha
dan bekerja. Dan rizki itulah yang Allah tentukan baginya melalui perantaraan
usaha dan bekerja; dan ia tidak bisa mendapatkannya tanpa melalui bekerja. Dan
rizki yang telah Allah tentukan baginya tanpa melalui bekerja – misalnya dengan
kematian ahli warisnya - , maka rizki itu datang kepadanya tanpa bekerja”. (Majmuu’
Al-Fataawaa, 8/540-541)
Dengan penjelasan Syaikhul-Islaam
rahimahullah menjadi jelaslah perkaranya. Yaitu, umur memang bisa bertambah
dengan sebab-sebab yang dijelaskan oleh nash (misalnya: menyambung silaturahim,
doa, dan yang lainnya) Yaitu bertambah dengan menghapus ketentuan/takdir yang
ada dalam catatan malaikat. Namun pertambahan berikut sebab yang dilakukan oleh
hamba itu sendiri merupakan bagian dari takdir mutlak yang telah Allah tulis
dalam Lauh Mahfudh limapuluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan
bumi.
Wallaahu a’lam.
Semoga yang singkat ini ada
manfaatnya.
Footnote:
(1) Muhammad bin Abi Ya’quub Ishaaq
bin Manshuur, Abu ‘Abdillah Al-Kirmaaniy; seorang yang tsiqah. Termasuk
thabaqah ke-10, dan wafat tahun 244 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy (Taqriibut-Tahdziib,
hal. 825 no. 5761)
(2) Hassaaan bin Ibraahiim bin
‘Abdillah Al-Kirmaaniy, Abu Hisyaam Al-‘Anaziy; seorang yang shaduuq, namun
banyak keliru. Termasuk thabaqah ke-8, lahir tahun 86 H, dan wafat tahun 186 H.
Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, dan Abu Daawud (Taqriibut-Tahdziib, hal. 232
no. 1204)
(3) Yuunus bin Yaziid bin
Abin-Najjaad Al-Ailiy, Abu Yaziid Al-Qurasyiy; seorang yang tsiqah, kecuali
dalam riwayat Az-Zuhriy terdapat sedikit wahm (keraguan) Termasuk thabaqah
ke-7, wafat tahun 159 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud,
At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib, hal. 1100 no.
7976)
(4) Muhammad bin Muslim bin
‘Ubaidillah bin ‘Abdillah bin Syihaab bin ‘Abdillah Al-Qurasyiy Az-Zuhriy, Abu
Bakr Al-Madaniy; seorang yang tsiqah, faqiih, hafiidh, lagi mutqin. Termasuk
thabaqah ke-4, wafat tahun 125 H, atau dikatakan sebelumnya. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib,
hal. 896 no. 6336)
(5) ‘Abdush-Shamad bin ‘Abdil-Waarits
bin Sa’iid At-Tamiimiy Al-‘Anbariy At-Tanuuriy, Abu Sahl Al-Bashriy; seorang
yang shaduuq, dan tsabt dalam hadits Syu’bah. Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat
tahun 207 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib, hal. 610 no. 4108)
(6) Muhammad bin Mihzam, Abu ‘Amru
Al-Bashriy Al-‘Abdiy; seorang yang tsiqah sebagaimana dikatakan Ibnu Ma’iin.
Abu Daawud berkata: “”Tidak mengapa dengannya”. Termasuk thabaqah ke-7 (Mishbaahul-Ariib,
3/236 no. 25850)
(7) ‘Abdurrahmaan bin Al-Qaasim bin
Muhammad bin Abi Bakr Ash-Shiddiiq Al-Qurasyiy At-Taimiy, Abu Muhammad
Al-Madaniy Al-Faqiih; seorang yang tsiqah lagi jaliil. Termasuk thabaqah ke-6,
dan wafat tahun 126 H atau setelahnya. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu
Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib, hal.
595 no. 4007)
(8) Al-Qaasim bin Muhammad bin Abi
Bakr Ash-Shiddiiq Al-Qurasyiy At-Taimiy, Abu Muhammad/’Abdirrahmaan Al-Madaniy;
seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-3, dan wafat tahun 106 H. Dipakai
oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu
Maajah (Taqriibut-Tahdziib, hal. 595 no. 4007)
(9) ‘Aliy bin Rustum Al-Mithyaar –
atau Al-Mikyaar – Ath-Thahraaniy, Abul-Hasan Al-Ashbahaaniy; seorang yang tsabat
lagi mutaqin sebagaimana dikatakan Abusy-Syaikh. Termasuk thabaqah ke-13 (Mishbaahul-Ariib,
2/377 no. 18460)
(10) ‘Abdullah bin ‘Umar bin Muhammad
bin Abaan bin Shaalih bin ‘Umair Al-Qurasyiy Al-Umawiy Al-Ju’fiy, Abu
‘Abdirrahmaan Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq, padanya ada paham tasyayyu’.
Termasuk thabaqah ke-10, dan wafat tahun 239 H. Dipakai oleh Muslim, Abu
Daawud, dan An-Nasaa’iy (Taqriibut-Tahdziib, hal. 529 no. 3517)
(11) ‘Abdush-Shamad bin
‘Abdil-Waarits bin Sa’iid At-Tamiimiy Al-‘Anbariy At-Tanuuriy, Abu Sahl
Al-Bashriy; seorang yang shaduuq, dan tsabt dalam hadits Syu’bah. Termasuk
thabaqah ke-9, dan wafat tahun 207 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu
Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib, hal. 610
no. 4108)
(12) Hammaad bin Salamah bin Diinaar
Al-Bashriy, Abu Salamah bin Abi Sakhrah maulaa Rabii’ah bin Maalik bin
Handhalah bin Bani Tamiim; seorang yang tsiqah, lagi ‘aabid, orang yang paling
tsabt dalam periwayatan hadits Tsaabit (Al-Bunaaniy) Berubah hapalannya di
akhir usianya. Termasuk thabaqah ke-8, wafat tahun 167 H. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy secara muallaq, Muslim, Abu Daawud, Ar-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan
Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib, hal. 268-269 no. 1507)
(13) ‘Athaa’ bin As-Saaib bin
Maalik/Zaid/Yaziid, Abu Muhammad/Saaib/Zaid/Yaziid Ats-Tsaqafiy Al-Kuufiy;
seorang yang shaduuq, namun mengalami ikhtilath (di akhir usianya) Termasuk
thabaqah ke-5, dan wafat tahun 136 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Abu Daawud,
At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib, hal. 678 no.
4625)
(14) Sa’iid bin Jubair bin Hisyaam
Al-Asadiy Abu Muhammad Al-Kuufiy; seorang yangtsiqah, tsabat, lagi faqiih.
Termasuk thabaqah ke-3, wafat tahun 95 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim,
Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib,
hal. 374-375 no. 2291)
(15) ‘Abbaas bin Yaziid bin Abi
Habiib Al-Bahraaniy, Abul-Fadhl Al-Bashriy Al-‘Abdiy – mempunyai laqab:
‘Abbaasawaih; seorang yang shaduuq, namun sering keliru (yukhthi’) Termasuk
thabaqah ke-10, dan dipakai oleh Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib, hal. 489 no.
3211)
Berikut perkataan para imam
tentangnya:
Abu Haatim berkata: “Shaduuq”. Ibnu
Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat dan berkata: “Kadang keliru”. Abu Sa’d
As-Sam’aaniy berkata: “Tsiqah ma’muun”. Abu Nu’aim berkata: “Termasuk dari
kalangan huffaadh”. Ibnu Abi Haatim berkata: “Tempatnya kejujuran di sisi
kami”. Ad-Daaruquthniy berkata: “Diperbincangkan”. Di lain tempat ia berkata:
“Tsiqah ma’muun”. Maslamah bin Al-Qaasim berkata: “Dla’iiful-hadiits”.
Melihat perkataan para ulama di atas,
maka hadits ‘Abbaas bin Yaziid tidaklah turun dari kedudukan hasan. Oleh karena
itu Adz-Dzahabiy berkata: “Shaduuq” (Al-Kaasyif, 1/537 no. 2614)
(16) Muhammad bin Khaazim At-Tamiimiy
As-Sa’diy, Abu Mu’aawiyyah Adl-Dlariir Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah, dan
orang yang paling hapal dalam hadits Al-A’masy, namun sering mengalami keraguan
dalam hadits selainnya. Termasuk thabaqah ke-9, lahir tahun 113 H, dan wafat
tahun 194/195 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib, hal. 840 no. 5878)
(17) Sulaimaan bin Mihraan Al-Asadiy
Al-Kaahiliy – terkenal dengan nama Al-A’masy; seorang yang tsiqah, haafidh,
lagi‘aalim terhadap qira’aat. Termasuk thabaqah ke-5, dan wafat tahun 147/148
H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy,
dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib, hal. 414 no. 2630)
(18) Habiib bin Shuhbaan Al-Asadiy
Al-Kaahiliy, Abu Maalik Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-2,
dan dipakai Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad (Taqriibut-Tahdziib, hal. 220
no. 1107)
(19) Tafsiir Ibni Abi Haatim no. 4269
– dhahir sanadnya adalah hasan, hanya saja Al-A’masy membawakan dengan ‘an’anah
sedangkan ia seorang mudallis sehingga menurunkan kedudukan riwayat ini.
(20) Ahmad bin ‘Amru bin ‘Abdillah
bin ‘Amru bin As-Sarh Al-Qurasyiy Al-Umawiy, Abuth-Thaahir Al-Mishriy; seorang
yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-10, dan wafat tahun 250 H. Dipakai oleh
Muslim, Abu Daawud, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib, hal. 96
no. 85)
(21) Telah lewat keterangan
tentangnya.
(22) Humaid bin Haani’, Abu Haani’
Al-Khaulaaniy Al-Mishriy; seorang yang dikatakan Ibnu Hajar: ‘Tidak mengapa
dengannya’. Termasuk thabaqah ke-5, dan wafat tahun 142 H. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib, hal. 276 no. 1571)
Bahkan ia lebih dekat dengan
penyifatan: tsiqah. Abul-Qaasim bin Basykuwaal berkata: “Tsiqah”. Ibnu Hibbaan
dan Ibnu Syaahiin menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat. Abu Zur’ah berkata:
“Shaalih”. An-Nasaa’iy berkata: “Tidak mengapa dengannya”. Ibnu ‘Abdil-Barr
berkata: “Ia di sisi ulama, shaalihul-hadiits, tidak mengapa dengannya”.
Ad-Daaruquthniy berkata: “Tidak mengapa dengannya, tsiqah”.
Oleh karena itu Adz-Dzahabiy berkata:
“Tsiqah” (Al-Kaasyif, 1/355 no. 1260)
(23) ‘Abdullah bin Yaziid
Al-Mu’aafiriy, Abu ‘Abdirrahmaan Al-Hubuliy Al-Mishriy; seorang yang tsiqah.
Termasuk thabaqah ke-3, dan wafat tahun 100 H di Afrika. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy,
dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib, hal. 558 no. 3736)
(24) Sebagaimana terdapat dalam
riwayat:
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ
بْنُ الرَّبِيعِ، حَدَّثَنَا أَبُو الْأَحْوَصِ، عَنْ الْأَعْمَشِ، عَنْ زَيْدِ بْنِ
وَهْبٍ، قَالَ عَبْدُ اللَّهِ، حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ، قَالَ: " إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ
فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ
يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ مَلَكًا فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ
كَلِمَاتٍ، وَيُقَالُ لَهُ: اكْتُبْ عَمَلَهُ وَرِزْقَهُ وَأَجَلَهُ وَشَقِيٌّ أَوْ
سَعِيدٌ، ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ الرُّوحُ فَإِنَّ الرَّجُلَ مِنْكُمْ لَيَعْمَلُ حَتَّى
مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجَنَّةِ إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ كِتَابُهُ
فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ، وَيَعْمَلُ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ
النَّارِ إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ
الْجَنَّةِ "
Telah menceritakan kepada kami
Al-Hasan bin Ar-Rabii’: Telah menceritakan kepada kami Abul-Ahwash, dari
Al-A’masy, dari Zaid bin Wahb: Telah berkata ‘Abdullah: Telah menceritakan
kepada kami Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan beliau adalah ash-shaadiqul-mashduuq,
bersabda: “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya
selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah semisal itu
(yaitu: selama empat puluh hari), kemudian menjadi segumpal daging semisal itu
(yaitu: selama empat puluh hari) Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat dan
dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara. Dikatakan kepadanya: Tulislah
amalnya, rizkinya, ajalnya, celaka atau bahagianya. Kemudian ditiupkan padanya
ruh. Sesungguhnya di antara kalian ada melakukan satu amalan hingga jarak
antara dirinya dan surga tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya
ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka. Sesungguhnya di antara kalian
ada yang melakukan satu amalan hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal
sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, lalu dia melakukan
perbuatan ahli surga” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3207)
Keterangan perawi:
a. Al-Hasan bin Ar-Rabii’ bin
Sulaimaan Al-Bajaliy Al-Qasriy, Abu ‘Aliy Al-Kuufiy Al-Buuraaniy Al-Hashaar;
seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-10, dan wafat tahun 220 H/221 H.
Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan
Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib, hal. 238 no. 1251)
b. Abul-Ahwash, ia adalah: Sallaam
bin Saliim Al-Hanafiy, Abul-Ahwash Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah lagi mutqin,
shaahibul-hadiits. Termasuk thabaqah ke-7, dan wafat tahun 179 H. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib,
hal. 425 no. 2718)
c. Al-A’masy, telah lewat keterangan
tentangnya.
d. Zaid bin Wahb Al-Juhhaniy, Abu
Sulaimaan Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah lagi jaliil. Termasuk thabaqah ke-2,
dan wafat setelah tahun 80 H atau dikatakan tahun 96 H. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib,
hal. 356 no. 2172)
أَخْبَرَنَا ابْنُ
قُتَيْبَةَ، حَدَّثَنَا حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنَا
يُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ هُنَيْدَةَ حَدَّثَهُ،
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: " إِذَا أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَخْلُقَ نَسَمَةً، قَالَ مَلَكُ الأَرْحَامِ
مُعْرِضًا: يَا رَبِّ، أَذَكَرٌ أَمْ أُنْثَى؟ فَيَقْضِي اللَّهُ أَمْرَهُ، ثُمَّ يَقُولُ:
يَا رَبِّ، أَشَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ؟ فَيَقْضِي اللَّهُ أَمْرَهُ، ثُمَّ يَكْتُبُ بَيْنَ
عَيْنَيْهِ مَا هُوَ لاقٍ حَتَّى النَّكْبَةَ يُنْكَبُهَا "
Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu
Qutaibah: Telah menceritakan kepada kami Harmalah bin Yahyaa: Telah
menceritakan kepada kami Ibnu Wahb: Telah mengkhabarkan kepada kami Yuunus,
dari Ibnu Syihaab: Bahwasannya ‘Abdurrahmaan bin Hunaidah telah menceritakan
kepadanya, bahwasannya ‘Abdullah bin ‘Umar berkata: Telah bersabda Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam: “Apabila Allah hendak menciptakan jiwa,
malaikat arhaam berkata: ‘Wahai Rabb, apakah ia laki-laki ataukah perempuan?’.
Maka Allah menetapkan keputusan-Nya. Malaikat itu berkata kembali: ‘Wahai Rabb,
apakah ia celakan ataukah bahagia?’. Maka Allah pun menetapkan keputusan-Nya.
Kemudian malaikat tersebut menulis di antara kedua mata jiwa tersebut apa saja
yang akan ditemuinya hingga musibah yang akan menimpanya” (Diriwayatkan oleh
Ibnu Hibbaan 14/54 no. 6178; semua perawinya tsiqah kecuali Harmalah bin
Yahyaa, seorang yang shaduuq. Hanya saja ia adalah salah seorang perawi yang
paling mengetahui hadits Ibnu Wahab, sebagaimana dikatakan Ibnu Ma’iin dan
Al-‘Uqailiy, sehingga sanad riwayat ini shahih)
Diriwayatkan pula secara mauquf dari
Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhu dengan sanad yang shahih.
Keterangan perawi:
a. Muhammad bin Al-Hasan bin Qutaibah
bin Zabaan Al-‘Asqalaaniy Al-Lakhamiy; seorang yang tsiqah sebagaimana
dikatakan oleh Ad-Daaruquthniy (Mishbaahul-Ariib, 3/103 no. 23094)
b. Harmalah bin Yahyaa bin ‘Abdillah
bin Harmalah bin ‘Imraan bin Quraad At-Tajiibiy, Abul-Hafsh Al-Mishriy; seorang
yang shaduuq. Termasuk thabaqah ke-11, lahir tahun 160 H, dan wafat tahun 243
H/244 H. Dipakai oleh Muslim, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib,
hal. 229 no. 1185)
c. ‘Abdullah bin Wahb bin Muslim
Al-Qurasyiy Al-Fihriy, Abu Muhammad Al-Mishriy Al-Faqiih; seorang yang tsiqah,
haafidh, lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-9, lahir tahun 125 H, dan wafat
tahun 194 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah (Taqriibut-Tahdziib, hal. 556 no. 3718)
d. Ibnu Syihaab, telah lewat
keterangan tentangnya.
e. ‘Abdurrahmaan bin Hunaidah, atau
dikatakan: Ibnu Abi Hunaidah, Al-Qurasyiy Al-‘Adawiy Al-Madaniy; seorang yang tsiqah.
Termasuk thabaqah ke-4, dam dipakai oleh Abu Daawud dalam Al-Qadar (Taqriibut-Tahdziib,
hal. 603 no. 4061)
Diriwayatkan pula secara mauquf dari
Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhu dengan sanad yang shahih.
Mengomentari hadits-hadits di atas,
Ibnu Rajab rahimahullah berkata:
وبكل حال ، فهذه
الكتابةُ التي تُكتب للجنين في بطن أمِّه غيرُ كتابة المقادير السابقة لخلق الخلائقِ
المذكورة في قوله تعالى: مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ
إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا
“Dan kesimpulannya, penulisan
malaikat bagi janin dalam perut ibunya bukanlah penulisan takdir-takdir bagi
penciptaan makhluk-makhluk terdahulu yang disebutkan dalam firman-Nya ta’ala:
‘Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudh) sebelum Kami
menciptakannya’ (QS. Al-Hadiid: 22)” (Jami’ul-‘Ulum wal-Hikam, hal. 147, tahqiq:
Al-Fakhl)
(Perumahan Ciomas Permai, Ciapus,
Ciomas, Bogor. Di antaranya mengambil faedah dari kitab Qathii’atur-rahim oleh
Asy-Syaikh Muhammad bin Ibraahim Al-Hamd, yang dipublikasikan oleh
islamhouse.com)
Penulis: Abul Jauzaa’
(Alumnus IPB & UGM)
Editor: Ahmadi As-Sambasy
Cilacap – Jawa Tengah
Posting Komentar untuk " Sebab-sebab Agar Panjang Umur"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.