Hadist Adzab Kubur Bertentangan dengan Dalil Al Qur'an ?
Tanya: Ada sebagian orang yang menyatakan
bahwa hadits adzab kubur ini telah mencapai tingkat mutawatir (mutawatir
maknawi) Namun ternyata hadits-hadits tersebut bertentangan dengan nash-nash
Al-Qur’an seperti QS. Ibrahiim: 42, QS. Ar-Ruum: 55, atau QS. Yaasiin: 51-52,
sehingga derajat hadits adzab kubur turun derajatnya dari tingkat
kemutawatirannya (menjadi ahad) Oleh karena itu, kita tidak bisa menetapkan
adanya adzab kubur. Kita tidak menolaknya (tidak membenarkannya), tapi kita
tidak menetapkannya sebagai dasar membangun keimanan!!
Jawab: Satu hal prinsip yang harus kita
yakini dalam aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah adalah bahwa hadits shahih
selamanya tidak akan pernah bertentangan dengan Al-Qur’an. Sebab, pada
hakikatnya dua-duanya adalah sama dan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang
datang dari Allah. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam bersabda:
أَلا إِنِّيْ أُوْتِيْتُ
اْلكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
“Ketahuilah, sesungguhnya aku
diberikan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan yang semisalnya (yaitu As-Sunnah)
bersamanya”. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 4604; shahih)
Allah berfirman:
أَفَلاَ يَتَدَبّرُونَ
الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً
“Maka apakah mereka tidak
memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah,
tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya” (QS. An-Nisaa’:
82)
Apabila ditemukan nash-nash yang
terkesan bertentangan, maka langkah pertama kita adalah tidak “menyalahkan”
nash. Tapi kembalikanlah pada diri kita. Mungkin saja akibat kurangnya ilmu dan
pemahaman, atau dangkalnya penelitian dan pembahasan. Kita harus
ber-husnudhdhan (berbaik sangka) pada nash, dan ber-su’udhdhan (berburuk
sangka) pada diri sendiri. Dalam salah satu cabang ilmu Al-Qur’an dan ilmu
hadits pun diketemukan cabang pembahasan tentang hal itu, yaitu dalam
pembahasan Ta’arudl Al-Qur’an dan Mukhtalaful-Hadits/Musykilul-Hadits. Para
ulama ketika membahas ilmu tersebut dibingkai semangat untuk menggabungkan
makna ayat/hadits sehingga bisa dipahami tanpa mempertentangkan antara satu
dengan yang lainnya. Adapun metode mempertentangkan antara satu nash dengan
nash lainnya adalah metode yang umum dipakai para pengikut hawa nafsu. Oleh
karena itu, adalah menjadi kewajiban kita untuk membawa nash yang mutasyaabih
(samar) kepada nash yang muhkam (jelas)
Adapun beberapa ayat yang Saudara
maksudkan adalah sebagai berikut:
1. QS. Ibrahim: 42.
وَلاَ تَحْسَبَنّ
اللّهَ غَافِلاً عَمّا يَعْمَلُ الظّالِمُونَ إِنّمَا يُؤَخّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ
فِيهِ الأبْصَارُ
“Dan janganlah sekali-kali kamu
(Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang
yang dhalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang
pada waktu itu mata (mereka) terbelalak”. (QS. Ibrahiim: 42)
Para ulama menjelaskan bahwa maksud
dari kalimat (إِنّمَا يُؤَخّرُهُمْ
لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأبْصَارُ) “Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari
yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak” adalah mengakhirkan balasan atas
kedhaliman mereka (lihat Tafsir Ath-Thabari, Tafsir Al-Khaazin, Fathul-Qadiir,
dan Zaadul-Masiir pada ayat tersebut) Perlu dicatat bahwa mereka (yaitu para
ulama/mufassir – Ibnu Jarir Ath-Thabari, Abul-Hasan Al-Khazin, Asy-Syaukani,
atau Ibnul-Jauzi) tidak menafikkan dan/atau mempertentangkan keberadaan adzab
kubur (1) Kemudian Ibnu Katsir menjelaskannya sebagai berikut:
”Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu
itu mata (mereka) terbelalak” ;
Ibnu Katsir berkata:
أي من شدة الأهوال
يوم القيامة, ثم ذكر تعالى كيفية قيامهم من قبورهم وعجلتهم إلى قيام المحشر
“yaitu disebabkan oleh dahsyatnya
bencana pada hari kiamat. Kemudian Allah ta’ala menyebutkan bagaimana manusia
bangkit dari kuburnya dan bagaimana tergesa-gesanya mereka menuju Mahsyar” (selesai
– Tafsir Ibnu Katsir QS. 14: 42) Maka dapat dipahami bahwa ketika Allah
mengakhirkan/menangguhkan balasan (siksa), adalah balasan yang dahsyat lagi
pedih di neraka yang melebihi adzab yang barangkali telah mereka terima ketika
di dunia atau di barzakh. Kita tentu sangat maklum bahwa sebagian umat
terdahulu telah diadzab Allah karena kedurhakaan mereka kepada Allah dan
Rasul-Nya. Dan sudah barang tentu bukanlah sesuatu hal yang mustahil jika
mereka disiksa di alam barzakh/kubur. Hal ini karena telah tsabit
riwayat-riwayat yang masyhur lagi shahih atas keberadaanya.
2. QS. Ar-Ruum: 55
وَيَوْمَ تَقُومُ
السّاعَةُ يُقْسِمُ الْمُجْرِمُونَ مَا لَبِثُواْ غَيْرَ سَاعَةٍ كَذَلِكَ كَانُواْ
يُؤْفَكُونَ
“Dan pada hari terjadinya kiamat,
bersumpahlah orang-orang yang berdosa; "mereka tidak berdiam (dalam kubur)
melainkan sesaat (saja)" Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan
(dari kebenaran)”. (QS. Ar-Ruum: 55)
Menurut kami, pendalilan atas ayat
ini untuk menafikkan adzab kubur adalah pendalilan yang paling lemah dari
dalil-dalil yang dikemukakan. Anggapan keberadaan mereka di alam yang hanya
sesaat saja merupakan sikap peremehan dari orang kafir dimana mereka berkeyakinan
bahwa tidak akan ditegakkan hujjah pada mereka serta tidak akan dipandang
segala kesalahan-kesalahan mereka, sehingga mereka dimaafkan (Lihat penjelasan
ini dalam Tafsir Ibnu Katsir) Sama sekali tidak ada sisi penafikan adzab kubur
di sini. Sebab, kelanjutan dari ayat tersebut adalah:
وَقَالَ الّذِينَ
أُوتُواْ الْعِلْمَ وَالإِيمَانَ لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللّهِ إِلَىَ يَوْمِ
الْبَعْثِ فَهَـَذَا يَوْمُ الْبَعْثِ وَلَـَكِنّكُمْ كُنتمْ لاَ تَعْلَمُونَ
Dan berkata orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir):
"Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah,
sampai hari berbangkit; maka inilah hari berbangkit itu akan tetapi kamu selalu
tidak meyakini(nya)". (QS. Ar-Ruum: 56)
Di ayat inilah yang menjelaskan apa
yang dimaksudkan, yaitu manusia sebelum dibangkitkan adalah berada di alam
barzakh sesuai dengan ketentuan Allah. Di sinilah fitnah kubur terjadi, saat
orang-orang kafir tidak mengharapkan ditegakkannya kiamat:
فَيَقُوْلُ مَنْ
أَنْتَ فَوَجْهُكَ اْلوَجْهُ يَجِئُ بِالشَّرِّ فَيَقُوْلُ أَنَا عَمَلُكَ اْلخَبِيْثُ
فَيَقُوْلُ رَبِّ لا تُقِمِ السَّاعَةَ
Maka orang kafir itu bertanya (ketika
melihat sosok buruk dan mengerikan di alam kubur/barzakh): “Siapakah engkau ini?
Nampaknya wajahmu adalah wajah yang membawa keburukan”. Maka orang tersebut
berkata: “Aku adalah amalmu yang buruk”. Orang kafir itu kemudian mengiba: “Wahai
Rabb-ku, janganlah kau tegakkan hari Kiamat”. (Diriwayatkan oleh Ahmad no.
18557 dengan sanad shahih)
3. QS. Yaasiin: 51-52
وَنُفِخَ فِي الصّورِ
فَإِذَا هُم مّنَ الأجْدَاثِ إِلَىَ رَبّهِمْ يَنسِلُونَ * قَالُواْ يَوَيْلَنَا مَن
بَعَثَنَا مِن مّرْقَدِنَا هَذَا مَا وَعَدَ الرّحْمـَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ
Dan ditiuplah sangkalala, maka
tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan
mereka. Mereka berkata: "Aduhai celakalah kami! Siapakah yang
membangkitkan kami dari tempat-tidur kami (kubur)?." Inilah yang
dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul- rasul(Nya)
Tentang ayat ini Ibnu Katsir
membantah dengan pernyataan yang jelas:
وهذا لا ينفي عذابهم
في قبورهم, لأنه بالنسبة إلى مابعده في الشدة كالرقاد
“Dan hal ini tidak berarti menafikkan
adanya ’adzab kubur, karena hal itu dihubungkan dengan kedahsyatan sesudahnya
seperti orang yang tidur” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir QS. 36: 52)
Kedahsyatan dan ketakutan makhluk
pada hari Kiamat merupakan puncak ketakutan yang mereka alami dibandingkan
sebelumnya. Ini tergambar dalam hadits syafa’at:
....يَجْمَعُ
اللهُ النَّاسَ اْلأَوَّلِيْنَ وَاْلآخِرِيْنَ فِي صَعِيْد وَاحِد يَسْمعُهُمُ الدَّاعِي
وَيَنفُذُهُم اْلبَصَرُ وَتَدْنُو الشَّمْسُ فَيَبْلُغُ النَّاسَ مِنَ اْلغَمِّ وَاْلكَرْبِ
مَالا يَطِيْقُوْنَ وَلا يَحْتمِلُوْنَ فَيَقُوْلُ النَّاسُ أَلا تَرَوْنَ مَا قَدْ
بَلَغَكُمْ أَلا تَنْظُرُوْنَ مَْن يَشْفَعُ لَكُمْ إِلَى رَبِّكُمْ فَيَقُوْلُ بَعْضُ
النَّاسِ لِبَعْض عَلَيْكُمْ بِآدَمَ فَيَأتُوْنَ آدَمَ عَلَيْهِ السَّلامَ فَيَقُوْلُوْنَ
لَهُ أَنْتَ أَبُو اْلبَشَرِ خَلَقَكَ اللهُ بِيَدِهِ وَنَفَخَ فِيْكَ مِنْ رُوْحِهِ
وَأَمَرَ اْلمَلائِكَةَ فَسَجَدُوْا لَكَ اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ أَلا تَرَى إِلَى
مَا نَحْنُ فِيْهِ أَلا تَرَى إِلَى مَا قَدْ بَلَغَنَا فَيَقُوْلُ آدَمَ إِنَّ رَبِّيْ
قَدْ غَضِبَ اْليَوْمَ غَضْبا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ وَلَنْ يَغْضَبَ بَعْدَهُ
مِثْلَهُ وَإِنَهُ نَهَانِيْ عَنْ الشَّجَرَةِ فَعَصَيْتُهُ نَفْسِيْ نَفْسِيْ نَفْسِيْ.....
....Ketika itu Allah mengumpulkan
semua manusia dari orang-orang terdahulu hingga orang-orang terakhir di suatu tempat
tinggi yang datar. Mereka bisa mendengar suara penyeru dan mereka pun
terjangkau oleh penglihatan. Matahari amat dekat sehingga mereka mengalami
kesengsaraan dan kesulitan yang mereka tidak kuasa dan tidak tahan
menghadapinya. Sesama manusia akan mengatakan: “Tidakkah kalian lihat betapa
berat penderitaan yang kalian alami? Mengapa kalian tidak mencari orang yang
bisa menolong kalian dengan syafa’at/pertolongan kepada Tuhan kalian?”.
Sebagian manusia mengatakan kepada yang lain: “Temuilah Adam”. Mereka pun
menemui Adam ’alaihis-salaam dan berkata kepadanya: “Engkaulah ayah umat
manusia. Allah telah menciptakanmu dengan tangan-Nya, kemudian meniupkan
sebagian ruh-Nya kepadamu dan memerintahkan para malaikat bersujud kepadamu.
Mohonkanlah syafa’at Tuhanmu kepada kami! Tidakkah engkau lihat nasib yang kami
alami? Tidakkah engkau melihat penderitaan yang kami alami?”. Adam menjawab: “Pada
hari ini kemarahan Allah tiada tara dengan kemarahan sebelumnya atau
sesudahnya. Dulu aku pernah dilarang oleh Allah mendekati sebatang pohon tetapi
aku melanggar larangan tersebut. Celakalah diriku! (2)....” (Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari no. 4435)
Jadi sangatlah tepat apa yang
dikatakan oleh Ibnu Katsir bahwa kedahsyatan hari kiamat mengalahkan segala
ketakutan yang telah mereka alami di dunia dan alam barzakh/kubur. Hingga,
seolah-oleh keterjutan mereka pada waktu itu seperti dibangunkan dari tidur.
Walhasil, ayat-ayat yang dikemukakan
tidaklah tepat untuk dikontradiksikan dengan dalil-dalil hadits yang menetapkan
adanya adzab kubur. Justru dengan haditslah kita bisa mengetahui pelajaran dan
hukum dari ayat Al-Qur’an. Jikalau seseorang yang mengatakan bahwa ia
membenarkan tapi tidak mengimani hadits-hadits tentang adzab kubur, maka
kalimat semacam ini adalah kalimat rancu yang tidak dikenal oleh para ulama
kita (kecuali dari kalangan ahlul-kalam/Mu’tazillah) Kalimat memberikan
konsekuensi sifat nifaq (sifat munafik) Tentu kita tidak hanya membenarkan
keberadaan hadits (yaitu membenarkan bahwa hal itu berasal dari Rasul) namun
tidak mengamalkan dan meyakini/mengimani kandungannya bukan? Adzab kubur
merupakan salah satu prinsip yang harus diimani oleh kaum muslimin. (3) Rasulullah
shallallaahu ’alaihi wassallam bersabda:
اسْتَعِيْذُوا بِاللهِ
مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ , قَالَتْ: قلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ! وَ إِنَّهُمْ لَيُعَذَّبُوْنَ
فِىْ قُبُوْرِهِمْ? قَالَ: نَعَمْ عَذَابا تَسْمَعُهُ اْلبَهَائِمَ
“Berlindunglah kalian kepada Allah
dari adzab qubur”. Berkata Ummu Mubasyir: “Wahai Rasulullah, apakah mereka akan
diadzab di kubur mereka?”. Beliau menjawab: “Ya, (mereka diadzab dengan) adzab
yang dapat didengar oleh binatang-binatang”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban no.
787, Ahmad 6/362, dan yang lainnya. Lihat Silsilah Ash-Shahiihah no. 1444 oleh
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah)
Jika ada orang yang
menolak/mengingkari adzab kubur dengan berdalilkan ayat-ayat Al-Qur’an, maka
kita bantah mereka dengan As-Sunnah. Bagaimana seseorang dapat memahami ayat
Al-Qur’an berdasarkan pendapat pribadi dengan mengesampingkan As-Sunnah? ‘Umar
bin Al-Khaththab radliyallaahu ‘anhu pernah berkata:
سَيَكُوْنُ أَقْوَام
يُجَادِلَُوْنَكُمْ بِمُتَشَابِهِ اْلقُرْآنِ ، فَخُذُوْهُمْ بِالسُّنَنِ ، فَإِنَّ
أَصْحَابَ السُّنَنِ أَعْلَمُ بِكِتَابِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Akan ada segolongan kaum yang
membantahmu dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang mutasyaabih (samar) Maka jawablah
mereka dengan Sunnah. Karena Ashaabus-Sunnah (orang yang mencintai Sunnah)
lebih mengetahui tentang Kitabullah ‘azza wa jalla (dibandingkan mereka)”. (Diriwayatkan
oleh Al-Aajurriy dalam Asy-Syari’ah 1/175 no. 99, Muassasah Qurthubah.
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibanah 1/250-251 no. 83-84,
Daarur-Rayah, dengan sanad shahih)
Kesimpulan: Adzab kubur merupakan
aqidah yang hak yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta ijma’, yang
harus diimani dan diyakini oleh setiap individu muslim. Wallaahu a’lam.
Footnote:
(1) Sedikit contoh
adalah mereka (para mufassiriin Ahlus-Sunnah) membawakan riwayat ketika
menjelaskan QS. Thaha: 124
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي
فَإِنّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً
“Dan barangsiapa berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit” adalah adzab
kubur. Dan ini adalah pendapat yang kuat.
Silakan tengok juga penjelasan QS.
Al-Mukminun: 99-100
حَتّىَ إِذَا جَآءَ
أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبّ ارْجِعُونِ * لَعَلّيَ أَعْمَلُ صَالِحاً فِيمَا تَرَكْتُ
كَلاّ إِنّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآئِلُهَا وَمِن وَرَآئِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىَ يَوْمِ
يُبْعَثُونَ
“(Demikianlah keadaan orang-orang
kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia
berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal
yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya
itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding
(barzakh) sampal hari mereka dibangkitkan”.; dan QS. Ibrahiim: 27
يُثَبّتُ اللّهُ الّذِينَ
آمَنُواْ بِالْقَوْلِ الثّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدّنْيَا وَفِي الاَخِرَةِ وَيُضِلّ
اللّهُ الظّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللّهُ مَا يَشَآءُ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang
yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang
Dia kehendaki.” Lihat penafsiran dan penyebutan riwayat yang terkait dengannya
secara lengkap dalam Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir.
(2) Lihatlah,… bahwa para Nabi pun
sampai takut dan mengkhawatirkan dirinya atas kemarahan Allah pada hari Kiamat
nanti!! Lantas, bagaimana dengan kita?
(3) Beberapa ulama Ahlus-Sunnah telah
memasukkannya dalam prinsip-prinsip aqidah kitab mereka seperti Imam Ahmad
dalam Ushulus-Sunnah, Abul-Hasan Al-Asy’ary dalam Al-Ibaanah ‘an
Ushuulid-Diyaanah, Abu Ja’far Ath-Thahawi dalam Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah,
Ibnu Taimiyyah dalam Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah (dan juga di banyak kitab beliau
yang lain), Ibnu Abi Hatim Ar-Razi dalam Ashlus-Sunnah, Abu Bakr Al-Isma’ily
dalam I’tiqad Aimmatil-Hadiits, Al-Qadli Abi Ya’la Al-Hanbaly dalam
Kitaabul-I’tiqaad, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dalam Kitabus-Sunnah, dan
lainnya masih banyak lagi. Dan bahkan Imam Al-Baihaqi telah membuat kitab
khusus yang berjudul Itsbaatu ‘Adzaabil-Qabri (Penetapan Adzab Kubur) Jika kita
menyelisihi mereka (para ulama Ahlus-Sunnah), maka berada dimanakah kita?
Mereka (para ulama – dalam sebagian kitab yang disebutkan) telah menjelaskan
bahwa golongan Mu’tazillah dan yang semisal adalah golongan yang menafikkan
adanya adzab kubur. Imam Nawawi berkata: “Kesimpulannya, madzhab Ahlis-Sunnah
adalah menetapkan adanya adzab kubur. Berbeda halnya dengan kelompok Khawarij,
mayoritas Mu’tazillah, dan sebagian Murji’ah yang meniadakannya” (Syarh Shahih
Muslim lin-Nawawi 18/323)
Penulis: Abul Jauza’
(Alumnus IPB & UGM)
Editor: Ahmadi As-Sambasy
Cilacap – Jawa Tengah
Posting Komentar untuk "Hadist Adzab Kubur Bertentangan dengan Dalil Al Qur'an ?"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.