Diisukan Hukum Natalan Bagi Muslim Ada Khilaf, Ini Jawaban Kh. Muhammad Najih Maimoen Zubair
![]() |
| Kabeldakwah.com |
Setelah beberapa hari
sebelumnya Syaikh Muhammad Najih membahas secara detail tentang hukum natalan
bagi umat Islam yang ramai dijadikan sebagai polemik dan wacana yang disuarakan
secara lantang oleh kalangan pluralis-liberal, pada hari Rabu kemarin (8 Rabiul
Akhir 1439 H/27 Desember 2017 H) Abah Najih kembali mengupas kembali
permasalahan tersebut di akun Youtube Ribath Darusshohihain. Dalam video
berdurasi sekitar 30 menit tersebut, Abah Najih membahas tentang isu bahwa
permasalahan hukum merayakan natal bagi umat Islam terdapat khilaf antar ulama.
Berikut kutipan dhawuh beliau dalam video tersebut:
“Hari-hari sekarang ini
di medsos yang saya ketahui masih terjadi perdebatan ramai tentang natalan dan
mengucapkan natalan atau selamat natal. Ini adalah fitnah besar kalau tidak
segera diselesaikan, karena Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama berkata:
مَا ضَلَّ قَوْمٌ
بَعْدَ هُدَى كَانُوْا عَلَيْهِ إِلَّا أُوْتُوْا الْجَدَلَ (رواه أحمد والترمذي
وابن ماجه)
Sebuah kaum tidak akan sesat setelah mendapat hidayah kecuali mereka diberi perdebatan. Pinter-pinteran ngomong.
Sudah saya terangkan
kemarin, sebenarnya ulama-ulama terdahulu tidak ada khilaf. Ulama terdahulu ini
ulama salaf dan khalaf. Salaf itu zaman Shahabat, Tabi’in, dan Tabi’it Tabi’in
sedangkan khalaf itu setelah mereka. keduanya tidak ada khilaf bahwa tahniah bi
a’yadil kuffar wa lau min ahli dzimmah haram (memberi selamat di hari raya
orang kafir walaupun kafir dzimmi hukumnya haram). Ini tidak ada khilaf. Sayyidina Umar pernah
mengatakan:
اِجْتَنِبُوْهُمْ فِيْ
أَعْيَادِهِمْ، أَوْ كَمَا قَالَ
Kamu jangan dekat-dekat
mereka ketika mereka melakukan perayaan agama mereka.
Banyak sekali nukilan
dari salaf tentang hal itu dan ditulis oleh sebagian ikhwan kita dari
Ahlussunnah dengan menukil dari ulama salaf, AlhamduliLlah. Ulama khalaf
seperti Ibn Hajar, al-Ramli, dan seterusnya juga mengharamkan dan masih
berdalil dengan Hadits Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama:
مَنْ تَشَبَّهَ
بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ (رواه أحمد وأبو داود)
“Barangsiapa menyerupai
sebuah kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Disebutkan bahwa:
مَنْ تَشَبَّهَ
بِالْكُفَّارِ فِيْ أُمُوْرِ دِيْنِهِمْ فَقَدْ كَفَرَ
Dalil ini masih dipakai,
minimal mendekati kekufuran. Hadits ini masih dibuat dalil, bukan seperti
liberal sekarang yang mengatakan tasyabbuh bil kuffar belum tentu kufur. Bahkan
mereka berkata orang Islam kalau bercadar itu meniru Yahudi, berhijab meniru
Nashara, dan khitanan juga meniru Yahudi. Malam Selasa kemarin saya menyinggung
seperti ini. Ini semua tidak meniru dan tidak tasyabbuh karena ada nashnya. Dalil khitanan adalah sabda Rasulullah
ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama:
عَشْرَةٌ مِنَ
السُّنَّةِ السِّوَاكُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَالْمَضْمَضَةُ وَاْلاِسْتِنْشَاقُ
وَتَوْفِيْرُ اللِّحْيَةِ وَقَصُّ اْلأَظْفَارِ وَنَتْفُ اْلإِبْطِ وَالْخِتَانُ
وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَغَسْلُ الدُّبُرِ (رواه النسائي)
“Sepuluh hal yang termasuk sunnah: bersiwak,
memotong kumis, berkumur, menyedot air lewat hidung, memanjangkan jenggot,
memotong kuku, mencabut bulu ketiak, khitan, memotong bulu kemaluan, dan
membersihkan saluran belakang.” (HR. al-Nasai)
Hijab juga ada dalilnya,
yaitu Firman Allah Ta’ala:
فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ
وَرَاءِ حِجَابٍ (الأحزاب : 53)
“Maka mintalah dari
belakang tabir” (QS. Al-Ahzab: 53)
Termasuk dalil jilbab
mungkin ayat ini. Adapun dalil
cadaran adalah Firman Allah Ta’ala:
يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ
مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ (الأحزاب : 59)
“Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Mengulurkan jilbab disini
hingga tidak terlihat wajah perempuan kecuali mata untuk melihat. Bagi wanita
Mukmin yang takut direndahkan boleh memakai jilbab dan cadar, itu merupakan
haknya. Yahudi bahkan sudah melakukannya terlebih dahulu, akan tetapi itu Yahudi
kuno. Yahudi sekarang jelas auratnya terbuka dan campur karena nasabnya sudah
tercampur tidak karuan.
Jadi hal-hal ini bukan
tasyabbuh karena sudah ada nashnya, akan tetapi tasyabbuh dengan ibadah-ibadah
orang kafir inilah yang disebutkan oleh Hadits Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi
wa Sallama:
مَنْ تَشَبَّهَ
بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ (رواه أحمد وأبو داود)
“Barangsiapa menyerupai
sebuah kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (HR. Ahmad dan Abu
Dawud)
Tadi malam di dalam grup
Bani Baidhawi ada pembicaraan tentang masalah natalan ini. Kemudian kak
Habibullah dari Pasuruan, saya salut sekali, mengatakan bahwa kita tidak
memerangi orang kafir dan merusak tempat ibadah mereka bukan berarti
menghormati agama mereka.
Kemarin sudah saya nukil,
bahwa al-Bulqini dinukil oleh ulama yang mensyarahi Mukhtashar Khalil dalam
Mawahib al-Jalil li Syarh Mukhtashar al-Khalil, bahwa jika pemberi ucapan
selamat kepada kafir berniat mengagungkan agama mereka maka pasti kafir. Kalau
tidak berniat ta’zhim agama mereka maka tidak kufur tapi tetap dosa. Ini sudah
tegas sekali dan tidak ada khilaf, dan kalau masalah haram maka pasti juga
tentunya.
Adapun kata orang-orang
bahwa Syaikh Ali Jum’ah, Habib Ali al-Jufri, Syaikh Yusuf al-Qardhawi, Wahbah
al-Zuhaili dan ulama kontemporer membolehkan hal tersebut maka mereka mukhalif
kepada ijma’ dan kita menganggap mereka ma’dzur (ada udzurnya), karna mereka
hidup di masyarakat dimana banyak orang Kristen Arab yang memang baik dengan
Islam. Tapi Kristen di negara kita ini kan didikan Belanda, yang mengkristenkan
mereka adalah Belanda. Kristen dari Barat maksud saya. Kristen Barat dengan
Kristen Arab itu lain, walaupun sama-sama kufurnya. Kristen Arab ini memang seperti dalam Firman
Allah Ta’ala:
إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ
اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ (الممتحنة : 9)
“Sesungguhnya Allah hanya
melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena
agama.” (QS. Al-Mumtahanah: 9)
Mereka tidak senang
memerangi orang sesama Arab. Di Arab khususnya di Mesir itu umat Kristen memang
akrab karena satu darah dengan orang Islam di sana. Negara-negara disana kan
pengen ada nasionalisme. Kalau kita Indonesia, yang mengkristenkan orang Kristen
di kita adalah orang Barat, lain wataknya. Kalau Barat itu ingin orang Islam
habis atau minimal rendah. Kaum elit di Indonesia pada zaman Belanda adalah
orang Belanda, Cina, priyayi, matraman, baru orang biasa atau santri. Santri
direndahkan kedudukannya. Memang begitu wataknya. Maafnya menurut sejarah hal
ini saya ungkapkan.
Masalah memberi selamat
kepada hari raya Kristen sudah jelas haramnya. Hanya saja di kitab-kitab
Hanafiyah mengatakan ada penafsilan tentang kufur dan tidak kufur. Walaupun
begitu, dengan mengatakan tidak kufur atau hanya mengikuti adat dan bukan agama
itu maksudnya adalah haram. Sudah maklum. Hal yang menimbulkan kekufuran ketika
ada niat mengagungkan agama mereka dan ketika tidak diniati begitu maka tidak
kufur itu maksudnya haram. Makanya ulama Hanafiyah mengatakan jika ingin
memberi hadiah atau diberi hadiah, atau saling berkunjung kalau bisa jangan
pada hari raya mereka agar tidak ada tasyabbuh. Sebelumnya atau setelahnya.
Keterangan ini dinukil oleh Akhi Abdurrouf dari kitab-kitab Hanafiyah.
Saya setuju perkataan Kak
Habibullah dari Pasuruan bahwa tidak menyerang dan tidak merobohkan bukan
berarti menghormati agama mereka. Ini adalah sikap negara atau bahasa sekarang
negarawan, sikap politik, dan sikap mengayomi ahli dzimmah. Dalam negara Islam
ada kaum Muslimin dan ahli dzimmah. Karena mereka telah membayar jizyah,
berjanji untuk tidak melawan dan memperlihatkan kekufuran, serta
memperdengarkan kalimat-kalimat kufur kepada umat Islam, maka mereka dihargai
dengan diberi kesempatan beribadah di tempat-tempat ibadah mereka. Ini bukan
karena menghormati agama, dan ini adalah bahasa politik dan pluralisme mereka,
bukan dari kita. Kalau niat mengagungkan maka jelas kafir. Ini saya
ulang-ulangi lagi.
Ada sebuah risalah yang
lengkap berjudul Hukm Tahniah al-Nashara bi al-A’yad al-Diniyah ditulis oleh
DR. Abdul Nashir al-Malibari al-Syafi’i. Pertama dia mengatakan bahwa kita
diperintahkan oleh Allah untuk bersikap baik kepada ahli dzimmah. Dalilnya adalah Firman Allah Ta’ala tadi:
إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ
اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ (الممتحنة : 9)
“Sesungguhnya Allah hanya
melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena
agama.” (QS. Al-Mumtahanah: 9)
Kedua, sekarang perintah
berbaikan ini bukan berarti menghukumi mereka punya iman seperti orang-orang
pluralisme-Gusdurian itu, apalagi mengatakan mereka dapat surga. Yang mendapat
surga adalah mereka yang tidak sezaman (baca: menangi) nabi Muhammad ShallaLlahu
‘alaihi wa Sallama. Firman Allah
Ta’ala:
إِنَّ الَّذِينَ
آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ
وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (البقرة : 62)
“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang
Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka
yang benar-benar beriman kepada Allah, Hari Kemudian dan beramal saleh, mereka
akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka,
dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 62)
Walhasil, mereka masuk surga ketika tidak
sezaman dengan Nabi Muhammad ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama. Kalau sezaman dengan
kanjeng nabi dan tidak mau Islam, maka mereka bukan ahli surga melainkan ahli
neraka.
Jadi berbaikan dengan
kafir bukan berarti mereka punya iman atau punya surga. Kita walaupun baik
dengan mereka namun harus tetap beritikad mereka kufur dan berhak masuk neraka
kalau tidak masuk Islam. Allah Ta’ala
berfirman:
لَقَدْ كَفَرَ
الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ (المائدة : 73)
“Sesungguhnya kafirlah
orang-orang yang mengatakan, “Allah salah satu dari yang tiga.” (QS. Al-Maidah: 73)
لَقَدْ كَفَرَ
الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ (المائدة : 17)
“Sesungguhnya kafirlah
orang-orang yang berkata, “Allah itu ialah Al-Masih putera Maryam.” (QS. Al-Maidah: 17)
لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ
كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى
تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ (البينة : 1)
“Orang-orang kafir yakni
Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan
meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata,” (QS. Al-Bayyinah: 1)
إِنَّ الَّذِينَ
كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ
فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ (البينة : 6)
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni
Ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka
kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al-Bayyinah:
6)
Dari ayat-ayat diatas
Allah telah me-nash kekafirannya. Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama
juga demikian. Disebutkan dalam
Hadits:
والذي نَفْسي بيده لا
يسمع بي أحدٌ من هذه الأُمّة يهوديٌّ أو نصرانيٌّ ثم يموت ولا يُؤمن بالذي أُرسلتُ
به إلا كان من أصحاب النَّار (رواه أحمد)
“Demi Dzat dimana diriku dalam tangan-Nya, aku
tidak mendengar satupun dari umat ini beragama Yahudi atau Kristen kemudian dia
mati dalam keadaan tidak beriman terhadap apa yang aku diutus karenanya,
kecuali dia menjadi penghuni neraka.” (HR. Ahmad)
Walhasil, kafir berada di
neraka adalah ijma’ ulama. Tidak ada yang bilang mereka dapat surga atau
surganya di belakang seperti omongan Said Aqil. Bukan ulama itu, penipu akidah.
Ketiga, kata pengarang
kitab tadi (DR. Abdul Nashir) ulama semua sepakat memberi selamat kepada hari
raya kafir hukumnya haram baik Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanabilah. Ibn
al-Qayyim me-nash ijma’ ulama atas itu. Nash-nash mereka ambillah, Oleh orang-orang
yang ‘stres’ dari ulama modern hal ini dianggap tasyaddud (terlalu keras),
padahal untuk menjaga akidah umat Islam biar akidahnya ya’lu wa yu’la alaihi.
Kita sudah dijajah ekonomi dan politik, maklum. Namun jangan sampai akidah kita
juga dijajah.
Nash di madzhab Syafi’i
adalah dari Khatib al-Syirbini:
ويعزر من وافق الكفار
في أعيادهم، ومن يمسك الحية ويدخل النار، ومن قال لذمي يا حاج، ومن هنأه بعيده،
(مغني المحتاج – 17 / 136)
Yakni termasuk orang yang dikenai ta’zir
adalah orang yang muwafiq (mencocoki) dengan hari raya orang kafir dan orang
yang memberi selamat kepada hari raya mereka. Ini sudah saya nukil waktu di
Multaqa dulu di Pondok Pesantren Dalwa.
Ibn Hajar dalam al-Fatawa
al-Kubra juga menjelaskan:
لما سئل عن تشبه بعض
المسلمين عن الكفار بأعيادهم؟ قال: والحاصل إن قصد بذلك التشبه بهم في شعار الكفر
كفر قطعا
Kalau dalam bahasa al-Bulqini disebut jazman,
kalo disini qath’an. Sama saja.
أو في شعار العيد مع
قطع النظر عن الكفر لم يكفر ولكنه يأثم. وإن لم يقصد التشبه أصلا ورأسا فلا شيء
عليه (فتاوى ابن حجر – 4 / 239)
Tapi menurut saya gimana,
wong waktu natalan ikut-ikutan natalan itu jelas tasyabbuh. Katanya Ibn Hajar
ada yang tidak sengaja tasyabbuh, menurut saya musykil. Kalau tidak waktunya
natalan itu agak pantas, tapi ini waktunya natalan kok kita mengucapkan selamat
natal, itu berarti mengakui dan berbahagia dengan natalan mereka. Na’udzu
biLlah. Kalau tasyabbuh benar kufur, namun kalau hanya sekedar ramai-ramai maka
tidak kufur tapi haram. Hal ini maklum.
Lebih bagus lagi Ibn
Hajar menukil dari al-Ramli:
ثم رأيت بعض العلماء
المتأخرين (يقصد الرملي الكبير) قال: ومن أقبح البدع موافقة المسلمين النصارى في
أعيادهم بالتشبه بأكلهم والهديت لهم وقبول هديتهم فيه وأكثر الناس اعتناء بذلك
المصريون
Ulama Syafi’i membuka
kedok bahwa orang yang biasa toleransi pluralisme itu adalah orang Mesir.
Pernah saya mengaji Selasanan seperti ini bahwa bangsa kita pun pluralisme
sudah biasa. Tapi ini hukum, jadi harus dilantangkan.
Jadi ada salaf, ada
khalaf, ada juga khalf. Kalau khalaf masih ngikuti sala, kalo khalf itu seperti
Firman Allah Ta’ala:
فَخَلَفَ مِنْ
بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ
يَلْقَوْنَ غَيًّا (مريم : 59)
“Maka datanglah sesudah mereka,
khalf/pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa
nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam: 59)
Yang bahaya ini yang
khalf. Tidak mengurusi shalat, hanya senang ramai-ramai ceramah, rapat,
organisasi, menunda bahkan meninggalkan shalat. Mereka mengikuti syahwat, yang
penting dapat uang, yang penting dananya tidak diputus. Padahal orang Kristen
memberi dana ya diambilkan dari umat Islam. Na’udzu billaah.
Mari kita waspada.
Masalah ini tidak ada khilaf. Adapun ulama tadi seperti Habib Ali al-Jufri,
Wahbah al-Zuhaili, kita husnuzzhan mereka tertekan dan takut karena mereka
orang terpandang. Kalau saya ini kan bukan orang terpandang, tidak terkenal,
tidak punya organisasi, AlhamduliLlah. Jadi bisa menyampaikan apa adanya.
Mereka mengatakan natalan
karena menghormat Nabi Isa. Memang penghormatan kepadanya itu harus, akan
tetapi tidak pada waktu natalan kan bisa. Kenapa harus waktu natalan? Kenapa
harus disampaikan kepada Nashara yang mengatakan Isa anak tuhan? Tidak boleh.
Kita hormati nabi isa.
Sudah saya terangkan
kemarin, bahwa Nabi Isa sekarang digodok oleh Allah Ta’ala dan dipersiapkan
untuk menyelamatkan umat Islam. Dia nantinya termasuk umat Muhammad ShallaLlahu
‘alaihi wa Sallama, namun bukan berarti dia menanggalkan kenabiannya. Nabi Isa
sekarang ini digodok dan dipersiapkan -bahasa jawanya Satrio Piningit- untuk
menyelamatkan umat Islam dari kebiadaban Dajjal. Dialah al-Masih, barakah dari
Allah. Kalau Dajjal kelihatannya memang barakah, tapi aslinya tipuan sihir.
AlhamduliLlah pernyataan
saya ini banyak yang simpatik, tapi banyak juga yang tidak senang karena saya
bukan orang organisasi, saya dianggap orang kampungan, dan seterusnya. Ini saya
tidak ada masalah. AlhamduliLlah saya diberi selamat oleh Allah Ta’ala. Ini
adalah barakah saya mengagungkan Nabi Isa tidak lewat natal namun lewat ucapan
‘alaihi al-Salam, cinta, ta’alluq, dan sebagainya. Apalagi kepada nabi Muhammad
ShallaLlahu ‘alaihi wa Sallama. Dia adalah Makhdum, dikhidmahi oleh semua nabi,
malaikat. Dia Sayyidul ambiya wal mursalin.
Cukup sekian, bila ada
kurang atau apa yang tidak enak mohon maafnya. Semoga kita dikuatkan akidah
kita. Kita bukan mau peperangan atau berontak, kita hanya sekedar menyampaikan
ilmu apa adanya. AlhamduliLlah. Yang tidak punya jabatan, karisma, atau ketenaran
inilah yang bisa menyampaikan seperti ini. AlhamduliLlah. Semoga diterima oleh
seluruh umat Islam agar kita menyongsong Imam Mahdi dan Nabi Isa dengan
sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya, agar anak cucu kita tetap iman dan islam.
Ya Dza al-Jalal wa al-Ikram, ahyina ‘ala al-Islam wa amitna ala al-Iman.” (*)

Posting Komentar untuk "Diisukan Hukum Natalan Bagi Muslim Ada Khilaf, Ini Jawaban Kh. Muhammad Najih Maimoen Zubair"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.