Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dianggap Sunnah Padahal Bid’ah - Kupas Tuntas Khutbah Haajah

Banyak aktivis pengajian beranggapan bahwa parameter ustadz sunnah adalah selalu membuka pengajian, ceramah dan khutbah Jum’at dengan redaksi pembukaan yang disebut khutbah hajah. Jika ada ustadz yang membuka pengajiannya dengan khutbah hajah sebagian audien bergumam “Masya Allah, ini ustadz sunnah”.

Sebaliknya jika pemateri tidak membuka dengan khutbah hajah, sebagian anak pengajian bergumam di dalam hati, “jangan-jangan pematerinya ustadz ahli bid’ah nih”.

Padahal selalu membuka khutbah Jum’at, pengajian dan pengantar buku itu perkara baru (baca: bid’ah) dalam pandangan Syaikh Bakr Abu Zaid, salah seorang ulama besar Arab Saudi dan anggota Lajnah Daimah.

في الخطبة محدثات منها التزام افتتاح خطبة الجمعة بخطبة الحاجة الواردة في حديث ابن مسعود-رضي الله عنه-: إن الحمد لله نحمده ونستعينه ... الحديث.

“Dalam ibadah khutbah Jum’at dijumpai sejumlah hal-hal yang baru (baca: bid’ah). Salah satunya adalah terus menerus mengawali khutbah Jum’at dengan sebuah redaksi pembukaan yang disebut ‘khutbah hajah’ yang terdapat dalam hadis dari Ibnu Mas’ud yang redaksinya ‘innal hamda lillahi nahmaduhu wa nasta’inuhu ….Al-Hadits.

والعجيب أن حديث ابن مسعود هذا رواه أصحاب السنن مترجمين له في كتاب النكاح سوى النسائي فقد ترجم له أيضا في الصلوات.

ومن تتبع هدي النبي صلى الله عليه وسلم لم ير التزام افتتاح خطبه صلى الله عليه وسلم بذلك.

Uniknya hadis dari Ibnu Mas’ud ini diriwayatkan oleh empat kitab sunan dan empat kitab sunan tersebut meletakkan hadis itu dalam pembahasan pernikahan kecuali an-Nasai. An-Nasai meletakkan hadis tersebut di samping dalam pembahasan nikah juga memasukkannya dalam pembahasan shalat.

Siapa saja yang menelusuri keteladanan Nabi SAW dalam berbagai aspek kehidupan tidak akan menjumpai adanya kebiasaan dari Nabi SAW selalu memulai khutbah-khutbahnya dengan redaksi pembukaan ‘khutbah hajah’”

وهي ثناء عظيم وفيها محامد عظيمة وقد علمها النبي صلى الله عليه وسلم أصحابه-رضي الله عنهم-لكن لم نر في فعله وفي الهدي الراتب لصحابته التزام هذه الصيغة في خطبهم وافتتاح أمورهم.

Pembukaan dengan ‘khutbah hajah’ itu berisi sanjungan yang luar biasa. Dalam ‘khutbah hajah’ terdapat pujian-pujian yang agung kepada Allah. khutbah hajah ini telah Nabi SAW ajarkan kepada para shahabatnya. Akan tetapi kami tidak jumpai dalam rangkaian perbuatan Nabi dan para shahabatnya merutinkan penggunaan khutbah hajah dalam khutbah-khutbah mereka dan pembukaan dari ceramah-ceramah mereka.

وهؤلاء الموثقون من علماء الإسلام لا تراهم كذلك ومنهم شيخ الإسلام ابن تيمية فإنه في كتبه وفتاويه يفتتح بها تارة وبغيرها تارة أخرى.

Para ulama Islam yang terpercaya pun tidak kita jumpai melakukan hal tersebut, merutinkan pembukaan khutbah Jum’at dan berbagai ceramah dengan khutbah hajah. Sebagai sampel, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah terkadang membuka buku-bukunya dan fatwa-fatwanya dengan khutbah hajah dan terkadang dengan redaksi pembukaan yang lain.

ولهذا فإن ما تشاهده وتسمعه في عصرنا من التزام بعض الكتاب بافتتاح رسائلهم بها وخطبهم بها كل هذا التزام لا أعرفه في الحياة العمليه في هدي النبي ولا صحابته ولا من بعدهم من التابعين لهم بإحسان. ومن ادعى فعليه الدليل.

Oleh karena itu fenomena yang kita saksikan dan kita dengar di zaman kontemporer ini berupa kebiasaan sejumlah penulis buku yang merutinkan pembukaan buku dengan khutbah hajah adalah hal yang mengada-ada.

Demikian pula para khatib Jum’at yang selalu mengawali khutbah Jum’atnya dengan khutbah hajah, semua pembiasaan ini tidaklah kami ketahui dalam praktik Nabi SAW, para shahabat dan orang-orang yang mengikuti para shahabat dengan baik.

Siapa yang mengklaim bahwa Nabi SAW dan para shahabat selalu membuka khutbah dan ceramahnya dengan khutbah hajah wajib membawakan dalil dan argument.

بهذا التقرير تعلم فقه أصحاب السنن في ترجمة خطبة الحاجة في كتاب النكاح وتقرير العلماء بمشروعيتها بين يدي عقد الزواج. والله أعلم.

Berdasarkan uraian ini kita ketahui kedalaman ilmu para ulama penulis empat kitab sunan yang meletakkan hadis mengenai khutbah hajah di pembahasan pernikahan. Kita pun jadi paham mengapa para ulama’ menganjurkan mengawali rangkaian ijab kabul akad nikah dengan khutbah hajah. Wallahu a’lam.

Bakr Abu Zaid, Tashhih ad-Du’a (Riyadh: Dar al-‘Ashimah, 1999), hlm 454-456.

Fikih empat ulama penyusun buku hadis sunan menunjukkan bahwa khutbah hajah itu redaksi pembukaan sebelum ijab qabul dilaksanakan. Oleh karena itu kebiasaan petugas KUA yang membuka rangkaian ijab qabul dengan khutbah hajah adalah praktik yang tepat.

Sedangkan untuk khutbah Jum’at, pengajian, ceramah atau pun buku semestinya terkadang dibuka dengan khutbah hajah dan terkadang dengan redaksi yang lain. Redaksi mukaddimah itu tidak dibakukan oleh Nabi SAW dan para shahabat. Semua bentuk redaksi pembukaan ceramah itu tidak mengapa selama tidak ada hal-hal yang terlarang dalam redaksi tersebut.

Yang penting konten utama redaksi pembukaan adalah memuji Allah, shalawat Nabi SAW dan lebih sempurna jika memuat kalimat syahadat. 

Penulis: Ust. Dr. Aris Munandar

KabeL DakwaH
KabeL DakwaH Owner Gudang Software Ryzen Store dan Jasa Pembuatan Barcode BBM Se-Nusantara Indonesia

Posting Komentar untuk "Dianggap Sunnah Padahal Bid’ah - Kupas Tuntas Khutbah Haajah"