Apakah Senyum Membatalkan Shalat? - Ustadz Aris Munandar
![]() |
Kabeldakwah.com |
Ada salah seorang mubalighah popular dan punya
tagline ‘sampai paham’ berpendapat bahwa senyum itu membatalkan shalat.
Tepatnya beliau
mengatakan sebagai berikut:
“Oke, salah satu hal yang
membatalkan shalat adalah tertawa dan tersenyum. So, kalo kita ketawa, kita
senyum itu memang batal shalat kita. Atau misalnya kita lagi shalat kemudian
datang suami. Dia candain kita. Kita senyum maka batalkan saja, jangan dilanjut
shalatnya. Karena senyum, ketawa termasuk hal yang membatalkan shalat”.
Ini adalah pandangan fikih yang keliru. Semata-mata senyum dalam konteks bahasa Indonesia tidaklah membatalkan shalat.
Mungkin pandangan fikih
beliau di atas disebabkan membaca buku Fikih Sunnah karya as-Sayyid Sabiq
secara sekilas dan tidak teliti.
Mungkin beliau hanya
membaca dan mengingat poin keenam pembatal shalat yang disampaikan dalam buku
tersebut tanpa membaca uraian yang disampaikan oleh Syaikh as-Sayyid Sabiq.
Mari kita cermati nukilan
di bawah ini:
فقه السنة (1/ 274):
(6) التبسم
والضحك في الصلاة:
نقل ابن المنذر الاجماع
على بطلان الصلاة بالضحك.
قال النووي: وهو محمول
على من بان منه حرفان.
وقال أكثر العلماء: لا
بأس بالتبسم، وإن غلبه الضحك ولم يقو على دفعه فلا تبطل الصلاة به إن كان يسيرا،
وتبطل به إن كان كثيرا، وضابط القلة والكثرة والعرف.
Syaikh Sayyid Sabiq mengatakan bahwa pembatal
shalat keenam adalah ‘tersenyum dan tertawa ketika shalat’.
Selanjutanya beliau memberikan uraian lebih
lanjut “Ibnul Mudzir menukil adalah ijma’/konsesus ulama mengenai batalnya
shalat karena tertawa. An-Nawawi mengatakan bahwa bahwa nukilan Ibnul Mudzir
itu tepat manakala yang dimaksudkan adalah tertawa yang menghasilkan kemunculan
dua huruf.
Sedangkan mayoritas ulama
mengatakan bahwa tersenyum saat shalat itu tidak mengapa (baca: tidak
membatalkan shalat). Jika seorang itu tidak mampu menahan tawa shalat itu tidak
batal selama kadar tertawa yang terjadi itu sedikit. Shalat batal jika kadar tertawa
yang terjadi banyak. Parameter sedikit dan banyak dalam hal ini adalah
‘urf/hukum tidak tertulis di tengah masyarakat” (Fiqh Sunnah karya Syaikh
as-Sayyid Sabiq 1/274)
“Dhahik” dalam bahasa
Arab itu memiliki dua penerjemahan dalam bahasa Indonesia, tertawa dan
tersenyum. Tersenyum dalam bahasa Indonesia itu termasuk “dhahik” dalam bahasa
Arab.
Para ulama bersepakat
(ijma’) sebagaimana nukilan dari Ibnul Mudzir bahwa “dhahik” (tertawa atau
tersenyum) itu membatalkan shalat. Lantas “dhahik” seperti apa yang membatalkan
shalat? Ada dua pendapat dalam hal ini.
Mazhab Syafii yang
direpresentasikan oleh Imam an-Nawawi berpandangan bahwa “dhahik” yang
membatalkan shalat adalah yang menghasilkan minimal dua huruf. Berdasarkan
pandangan ini tentu saja tersenyum bukanlah pembatal shalat karena semata
senyum itu tidak menghasilkan huruf.
Sedangkan menurut
mayoritas ulama, “dhahik” yang membatalkan shalat adalah “dhahik” yang banyak.
“Dhahik” yang sedikit itu tidak membatalkan shalat.
Dalam konteks bahasa
Indonesia, “dhahik” yang sedikit disebut senyum. Sedangkan “dhahik” yang banyak
disebut tertawa.
Oleh karena itu baik
menurut Mazhab Syafii ataupun mayoritas ulama, tersenyum bukanlah pembatal
shalat. Yang membatalkan shalat adalah tertawa.
Di antara hikmah yang
bisa diambil adalah mari biasakan membaca teks secara utuh. Orang yang membaca
judul sebuah berita tanpa membaca konten berita itu sering kali memiliki
persepsi dan kesimpulan yang salah.
Demikian pula membaca
poin tertentu yang disampaikan ulama tanpa membaca uraiannya bisa membuahkan
anggapan yang tidak benar.
Ditulis Oleh: Ust. Dr. Aris
Munandar
Posting Komentar untuk "Apakah Senyum Membatalkan Shalat? - Ustadz Aris Munandar"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.