Muqaddimah Penulis Kitab Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah - Syaikh Muhammad Bin Sholih Al Utsaimin
Kabeldakwah.com |
Muqaddimah Penulis Kitab, Syaikh Muhammad Bin Sholih Al Utsaimin
Kitab: Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah
Oleh: Ust. Dr. Abdullah Roy, M.A.
بسم اللّه الرحمن
الرحيم
MUQADDIMAH PENULIS KITAB, SYAIKH MUHAMMAD BIN SHOLIH AL UTSAIMIN
السلام عليكم ورحمة
اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة
والسلام على رسول الله وعلى آله وَصحبِهِ ومن وَالَاه،
Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala yang masih memberikan kepada kita kenikmatan yang banyak
dan tidak terhingga, sehingga pada kesempatan kali ini kita bisa bertemu
kembali melanjutkan kajian ini. pada pertemuan kedua, masih pada pembahasan
kitab Aqidah Ahlu Sunnah wal Jamaah yang dikarang oleh Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin, kita Kembali melanjutkan kajian ini.
Semoga Allah Subhanahu wa
Ta'ala senantiasa memberikan kepada kita semua keikhlasan dan istiqomah di atas
agamaNya. Silahkan para peserta sekalian membuka kitabnya.
Setelah kita membacakan
komentar dan juga muqaddimah yang ditulis oleh guru dari Syaikh Muhammad bin
Sholih yaitu Muqodimah dari Syaikh bin Baz, Taqdim dari Syaikh bin Baz. Maka
pada kesempatan kali ini kita akan langsung pada muqodimah yang ditulis oleh
pengarang sendiri.
Beliau rahimahullah mengatakan,
بسم اللّه الرحمن
الرحيم[1]
Memulai kitabnya dengan basmalah, meniru apa
yang dilakukan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al Qur'an, karena Allah
Subhanahu wa Ta'ala memulai kitab-Nya dengan basmalah.
Dan juga mengikuti apa yang dilakukan oleh
Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam karena beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam
ketika menulis risalah, menulis surat yang isinya dakwah kepada Islam kepada
raja-raja yang ada di sekitar beliau, maka beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam
memulai suratnya tadi dengan basmalah ini.
Dan orang yang memulai
menulis kitab dengan membaca basmalah, maka diharapkan:
1. Dia akan dimudahkan
oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam menulis kitabnya.
Kalau kita renungi
بسم اللّه الرحمن
الرحيم[2]
Isinya adalah isti'anah, karena (ب) di sini adalah (ب)
yang fungsinya untuk meminta pertolongan kepada Allah. Sehingga ketika dia
mengucapkan atau menulis
بسم اللّه الرحمن
الرحيم[3]
Diharapkan Allah Subhanahu wa Ta'ala akan
memudahkan dia, artinya menolong dia di dalam menulis kitab.
2. Bertabaruk, yaitu mencari berkah dengan
memulai nama Allah. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mensifati nama-Nya dengan
keberkahan.
تَبَـٰرَكَ ٱسْمُ
رَبِّك[4]
“Nama Allah itu adalah
nama yang berbarakah”. [QS Ar-Rahman: 78]
Yang memiliki banyak
keutamaan, kelebihan, sehingga diharapkan orang yang memulai menulis kitab ini
dengan mengucapkan
بسم اللّه الرحمن
الرحيم[5]
Allah Subhanahu wa Ta'ala
akan memberkahi apa yang dilakukan, apa yang dia tulis, sehingga kitab yang
ditulis lebih banyak manfaatnya, lebih banyak keberkahannya, lebih banyak
kebaikannya, banyak orang yang mendapatkan hidayah, banyak orang yang mendapatkan
ilmu dari kitab tersebut. Makanya tidak heran apabila para ulama, mereka ketika
menulis kitab mendahului atau membuka kitabnya dengan basmalah.
Kemudian setelah itu
beliau mengatakan:
الحمد لله ربّ العالمين[6]
Setelah mengucapkan
basmalah, mengucapkan hamdalah. Karena demikian Allah Subhanahu wa Ta'ala di
dalam Al Qur'an. Setelah memulai kitabnya dengan basmalah, maka ayat yang
selanjutnya adalah:
الحمد لله ربّ العالمين[7]
"Segala puji bagi
Allah, Rabb semesta alam."
Isinya adalah pujian
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan makna pujian kepada Allah yaitu memuji
Allah, karena Dialah yang memiliki nama-nama yang husna, nama-nama yang paling
indah, baik lafadznya maupun maknanya. Dan Dialah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang
memiliki sifat-sifat yang 'ulla (tinggi).
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ
الْحُسْنَىٰ[8]
"Dan bagi Allah nama-nama yang paling
indah". [QS Al-A’raf: 180]
وَلِلَّهِ ٱلْمَثَلُ ٱلْأَعْلَ[9]
"Dan bagi Allah
sifat-sifat yang paling tinggi". [QS An-Nahl: 60]
Maka Allah Subhanahu wa
Ta'ala dipuji, karena Dialah yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan. Dan Allah
Subhanahu wa Ta'ala dipuji karena Dialah yang memberikan kenikmatan.
وَمَا بِكُم مِّن
نِّعْمَةٍۢ فَمِنَ ٱللَّه[10]
"Dan apa yang ada
pada kalian berupa kenikmatan, maka itu adalah dari Allah".
[QS An-Nahl: 53]
الحمد[11] Yaitu segala puji, karena ( ال ) di sini adalah (lil
istighragh) yang fungsinya di dalam bahasa Arab adalah untuk menunjukkan
keseluruhan. Jadi segala puji hanya milik Allah ربّ العالمين[12]
Kemudian beliau
mengatakan,
والعاقبة للمتقين[13]
Dan akhir dari seluruh
perkara adalah untuk orang-orang yang bertakwa. Maksudnya adalah akhir yang
baik. Akhir yang baik adalah bagi orang yang bertakwa kepada Allah, yang
menjalankan perintah, menjauhi larangan, ikhlas karena Allah Subhanahu wa
Ta'ala, mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam.
Maka inilah orang-orang
yang akhirnya akan mendapatkan kebaikan. Akan mendapatkan pertolongan, akan
mendapatkan kenikmatan, meskipun di awal mungkin dia mendapatkan ujian,
gangguan, tapi akhir dari perkaranya adalah kebaikan.
Ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala,
فَٱصْبِرْ إِنَّ ٱلْعَـٰقِبَةَ
لِلْمُتَّقِين[14]
"Hendaklah engkau
bersabar, sesungguhnya akhir yang baik adalah bagi orang-orang yang
bertakwa". [QS Hud: 49]
Kita harus yakin,
bahwasanya akhir yang baik adalah bagi orang yang bertakwa kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala.
Apabila di dalam
kehidupan kita, berusaha untuk hijrah, berusaha untuk istiqomah, di tengah
manusia yang mereka tidak berpegang teguh dengan agama. Dan kita mendapatkan
ujian. Maka kita harus ingat bahwasanya akhir dari semua ini adalah kebaikan.
Apabila seseorang ingat, meyakini yang demikian, menyadari yang demikian, akan
menjadikan dia bersabar.
Adapun seseorang yang
tidak memiliki keyakinan yang kuat, hanya memiliki keyakinan yang lemah, maka
akan mudah sekali orang yang demikian, goyah di dalam agamanya.
Ini adalah kaidah
bahwasanya akhir dari seluruh perkara adalah bagi orang-orang yang bertakwa.
Kalimat ini menjadi hiburan, menjadi penenang bagi setiap orang yang berusaha
untuk berpegang teguh dengan agamanya supaya dia terus bersabar dan istiqomah
di dalam mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam.
Kemudian beliau mengatakan,
ولا عدوان إلا على
الظالمين،[15]
Dan tidak ada permusuhan
kecuali bagi orang-orang yang zhalim.
Yang menjadi musuh bagi
kita adalah orang-orang yang zhalim. Mendzalimi Allah Subhanahu wa Ta'ala
melakukan kesyirikan, melakukan kekufuran. Maka tidak ada permusuhan kecuali
kepada orang-orang yang zhalim. Ini juga diambil dari ayat. Karena Allah subhanahu
wa Ta'ala mengatakan,
فَلَا عُدْوَٰنَ إِلَّا
عَلَى ٱلظَّـٰلِمِينَ[16]
"Maka tidak ada
permusuhan kecuali kepada orang-orang yang zhalim." [QS Al-Baqarah: 193]
Bagaimana permusuhannya?
Maksudnya adalah kita menjadi musuh bagi orang-orang yang zhalim, yaitu kita
berusaha untuk menghilangkan kedzaliman, orang yang berbuat zhalim dengan
kesyirikan maka kita berusaha untuk menghilangkan, karena syirik adalah kedzaliman,
إِنَّ ٱلشِّرْكَ
لَظُلْمٌ عَظِيمٌۭ[17]
"Sesungguhnya kesyirikan adalah
kedzaliman." [QS Luqman: 13]
Kita tidak memusuhi
kecuali orang-orang yang zhalim. Bagaimana cara memusuhinya ? Maksudnya adalah
dengan, berdakwah, menyebarkan ilmu, menjelaskan tentang kebatilan, kesyirikan,
supaya manusia sadar meninggalkan kesyirikan dan kembali kepada tauhid.
Demikian pula maksudnya
adalah kedzaliman yang dilakukan antara seorang manusia dengan manusia yang
lain, maka kita harus menahan orang yang berbuat zhalim dari kedzalimannya.
Bagaimana agar dia sadar, kita berikan dia ancaman, kita ingatkan dia dengan hadits,
dengan ayat.
Dan Nabi Shallallahu
'alaihi wa Sallam mengatakan:
انْصُرْ أَخَاكَ
ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا[18]
“Hendaklah engkau menolong saudaramu baik dia
zhalim maupun dia didzalimi.”
(HR Bukhari & Muslim)
Maksud dari menolong saudara yang berbuat
zhalim ini, adalah menahan dia supaya tidak melakukan kedzaliman. Karena kedzaliman yang
dia lakukan akan membinasakan dia di dunia maupun di akhirat. Maka kita
menolong dia dengan cara kita nasehati, kita tanya supaya dia tidak berbuat
zhalim.
Setelah itu beliau membaca dua kalimat
syahadat:
وأشهد أن لاإله إلا
الله وحده لا شريك له الملك الحق المبين،[19]
Dan aku bersaksi bahwasanya tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, Dia saja tidak ada sekutu
bagi-Nya.
Ucapan beliau, وحده
لا شريك له[20], ini adalah menguatkan kalimat لا
إله إلا الله[21] , karena [22]لا إله إلا الله
maknanya adalah tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah.
Di sini ada penetapan,
ada penafian. Menetapkan Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai satu-satunya
sesembahan dan menafikan seluruh sesembahan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
(Kalimat) وحده[23], Dia saja, Dia semata, ini
menguatkan penetapan kita bahwasanya Allah adalah satu-satunya sesembahan.
(Kalimat) لا شر يك له[24], tidak ada sekutu bagi-Nya,
menguatkan penafian kita terhadap seluruh sesembahan selain Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
(Kalimat) الملك الحق المبين[25]، Allah Subhanahu wa Ta'ala
Dialah yang merajai atau Maha Raja.
(Kalimat) الحق[26], yang Maha Benar.
(Kalimat) المبين[27], yang Maha Menjelaskan.
Beliau menyebutkan di
sini, tiga di antara nama Allah Subhanahu wa Ta’ala:
(1) الملك[28], artinya adalah Yang Maha
Raja.
Karena Allah Subhanahu wa
Ta'ala Dialah sebenar-benar Raja, dan selain Allah Subhanahu wa Subhanahu wa
Ta'ala adalah makhluk, Dialah Raja yang sebenarnya. Yang menguasai manusia,
yang menguasai malaikat, yang menguasai jin, dan seluruh ٱلْعَـٰلَمِينَ[29]
Maka semuanya mereka
tunduk di bawah kerajaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan raja-raja di bumi pada
hakekatnya mereka adalah termasuk makhluk dan termasuk yang dikuasai oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Tinggal di kerajaan Allah Subhanahu wa Ta'ala, Allah Subhanahu
wa Ta'ala yang telah menciptakan mereka, memelihara mereka, mengurus mereka,
mentakdirkan bagi mereka takdir dan juga ajal. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala
Dialah الملك[30].
(2) الحق [31]yang nyata, yang benar.
Adapun selain Allah maka
itu adalah bathil:
ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ
هُوَ ٱلْحَقُّ[32]
“Yang demikian karena
Allah Subhanahu wa Ta'ala Dialah yang benar.” [QS Luqman: 30 ]
Dialah yang berhak
disembah, Dialah Rabb yang sebenarnya, Dialah sesembahan yang memang berhak
disembah. Adapun selain Allah, meskipun disembah
oleh makhluk, disembah oleh manusia atau sebagian manusia. Maka itu adalah
batil.
وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ
مِن دُونِهِ ٱلْبَـٰطِلُ[33]
"Dan sesungguhnya apa yang disembah
selain Dia adalah batil" [QS Luqman: 30]
Dia lemah, dia bukan
pencipta, dia yang diciptakan. Dia bukan yang memberikan rizki bahkan dia yang
diberikan rizki. Maka keadaan manusia menyembah sesembahan tersebut, ini adalah
ibadah batil. Ini adalah ibadah yang tidak benar, dan ini adalah sesembahan
yang tidak benar.
Adapun Allah Subhanahu wa
Ta'ala, maka Dialah الحق[34].
(3) المبين[35], Dialah Allah Subhanahu wa
Ta’ala المبين[36].
Makna المبين [37]:
1. Nyata, karena Allah
Subhanahu wa Ta'ala Dialah yang kelihatan, nampak kekuatannya, nampak
kekuasaannya,
2. Dan Dia Allah
Subhanahu wa Ta'ala yang menjelaskan, yaitu yang menjelaskan ayat-ayat-Nya.
Baik ayat-ayat yang merupakan ayat-ayat syar'iyah yang diturunkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta'ala, maupun ayat-ayat Kauniyah, tanda-tanda kekuasaan berupa
alam semesta yang dilihat oleh manusia ini.
Dan nama الملك الحق
المبين[38] disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam
firman-Nya:
فَتَعَـٰلَى ٱللَّهُ ٱلْمَلِكُ
ٱلْحَقُّ[39]
“Maha tinggi Allah, Raja
yang sebenarnya.” [QS Al-Mu’minun: 116]
Kemudian dalam firman
Allah yang lain mengatakan:
وَيَعْلَمُونَ أَنَّ ٱللَّهَ
هُوَ ٱلْحَقُّ ٱلْمُبِينُ[40]
“Dan mereka mengetahui
bahwasanya Allah, Dialah yang Maha Benar lagi Maha Nyata (Maha Menjelaskan)
kepada yang lain.” [QS An-Nur: 25]
Maka ini adalah tiga nama
boleh seseorang memberi nama anaknya Abdul Malik atau Abdul Haq atau Abdul
Mubin karena ini adalah di antara nama-nama Al-Husna
Setelah mengucapkan syahadat, لا إله إلا الله[41] maka beliau mengiringi dengan syahadat
محمد [42]رسوالله , beliau mengatakan:
وأشهد أن محمدا عبده
ورسوله[43]
“Dan aku bersaksi
bahwasanya Muhammad adalah hamba-Nya dan juga Rasul-Nya”
Dan dua kalimat syahadat
ini adalah satu kesatuan, tidak bisa dipisah satu dengan yang lain. Barangsiapa
yang bersaksi dengan syahadat yang pertama, maka dia diharuskan untuk bersaksi
dengan syahadat yang kedua. Demikian pula sebaliknya.
Barangsiapa yang
memisahkan bersaksi لا
إله إلا الله [44]tetapi tidak bersaksi bahwasanya Muhammad adalah
Rasulullah, maka tidak diterima keislamannya, demikian pula sebaliknya. Makanya
dalam hadits (HR Bukhari), Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam mengatakan:
بُنِيَ الإِسْلَامُ
عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ
اللهِ ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ [45]،
Islam itu dibangun di atas lima perkara,
kemudian beliau menyebutkan yang pertama adalah persaksian bahwasanya tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah
Rasulullah. Ini adalah rukun yang pertama, mengandung dua kalimat syahadat, karena ini
adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain.
Dan aku bersaksi
bahwasanya Muhammad adalah hamba Allah dan juga Rasul-Nya. Muhammad itu
Muhammad Ibni Abdillah Ibni Abdil Mutholib Al Hasyim Al Qurosyi, bersaksi
bahwasanya beliau adalah hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala. Artinya hamba yaitu
yang menghambakan dirinya kepada Allah, tunduk kepada Allah, mencintai Allah
Subhanahu wa Ta'ala, menyembah hanya kepada Allah, maka ini adalah makna
hamba-Nya.
Jadi kita bersaksi
bahwasanya beliau adalah seorang hamba, yaitu hamba bagi Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mensifati Nabi-Nya Muhammad
Shallallhu 'alaihi wa Sallam di dalam Al-Quran, di dalam beberapa tempat dengan
hamba ini.
Disifati beliau sebagai
hamba Allah. Dan ini adalah gelar yang mulia, yang dicapai oleh seorang hamba,
seorang makhluk yaitu menjadi seorang hamba bagi Rabbul 'alamin
Allah Subhanahu wa Ta'ala
mengatakan ketika menantang orang-orang kafir untuk mendatangkan yang semisal
dengan satu surat di dalam Al Quran:
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي
رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ[46]
“Kalau kalian ragu dengan
apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami, maka datangkan satu surat yang
semisal dengan surat yang ada di dalam Al-Quran.” [QS Al-Baqarah: 23]
Kata Allah Subhanahu wa
Ta’ala: عَلَى
عَبْدِنَ [47](kepada hamba Kami), yaitu Nabi Muhammad Shallallahu alaihi
wa Sallam.
Dan mereka tidak bisa,
meskipun mereka adalah orang-orang Arab dan mereka adalah الفصحة[48], orang yang paling fasih,
tapi tidak ada di antara mereka yang bisa mendatangkan yang semisal dengan satu
surat saja di dalam Al-Quran.
Al-Quran terdiri dari
huruf yang mereka ketahui yaitu huruf hijayah, dan mereka mengaku orang yang
paling fasih, tapi tidak ada satupun di antara mereka yang bisa mendatangkan
yang semisal dengan satu surat di dalam Al-Quran.
Menunjukkan bahwasanya
Al-Quran adalah Kalamullah, Kalam Rabbil ' Alamin, bukan ucapan manusia saja.
Dan seandainya ini adalah ucapan manusia bisa dengan mudah mereka mendatangkan
apa yang semisal dengan apa yang ada di dalam Al-Quran.
Maka Allah ketika
menantang orang-orang kafir mensifati Nabi-Nya dengan ubudiyah, عَلَىٰ عَبْدِنَا[49], yang Kami turunkan kepada
hamba Kami.
Kemudian juga ketika
Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan tentang doa, yaitu ketika Nabi
Shallallahu 'alaihi wa Sallam berdo’a. Allah juga mensifati beliau dengan
hamba. Di dalam Surat Al Jinn, Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
وَّاَنَّهٗ
لَمَّا قَامَ عَبْدُ اللّٰهِ يَدْعُوْهُ[50]
Dan sesungguhya ketika shalat, Abdullah
(maksudnya adalah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam), dia berdoa
(meminta kepada Allah). [QS Al-Jinn:19]
Maka di sini maqamnya adalah maqam ادعا, maqamu dakwah. Beliau dalam keadaan
berdo'a meminta kepada Allah, maka disifati oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala
dengan Abdullah (hamba Allah)
Demikian pula ketika Isra
dan juga Miraj.
Isra ➡ maka Allah Subhanahu wa
Ta'ala ketika menyebutkan tentang di-Isra-kannya Rasulullah Shallallhau 'alaihi
wa Sallam, Allah mensifati beliau dengan hamba-Nya
سُبْحَانَ الَّذِي
أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ
الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ
[51]
“Maha suci Allah yang
telah menjalankan hamba-Nya di malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha
yang Kami berkahi di sekitarnya.” [QS Al-Isra: 1]
Maka Isra ini kejadian
yang besar. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala mensifati Nabi-Nya dengan العبود[52]. Maka ketika kalau kita
ingin mendapatkan derajat yang tinggi di sisi Allah, kita harus memperbaiki العبودية [53](penghambaan) kita kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala
Sudahkah kita menundukkan
apa yang kita miliki kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mengakui bahwasanya kita
ini makhluk, hamba yang lemah.
Sudahkah kita menundukkan
hati kita kepada Allah. Cinta, rasa takut, rasa mengharap, ikhlas.
Sudahkah kita menundukkan
seluruh anggota badan kita untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mengajak anggota
badan kita untuk beribadah dan taat kepada Allah, mengajaknya untuk menjaga
shalat lima waktu, mengajaknya untuk melakukan puasa di bulan Ramadhan, mengajaknya
untuk menginfaqkan harta di jalan Allah. Dan juga amalan-amalan yang lain.
Sudahkan kita membawa
menundukkan anggota badan kita tadi untuk Allah saja. Maka semakin seseorang
menundukkan hatinya, menundukkan anggota badannya untuk Allah, maka akan
semakin tinggi derajat العبودية [54]dia di
sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala
Maka Nabi Shallallahu
'alaihi wa Sallam adalah ٱلْعَبْدُ
ٱلْعَظِيم, [55]beliau adalah hamba Allah yang paling menghambakan dirinya
kepada Allah. Maka kita bersaksi bahwasanya beliau adalah hamba Allah, artinya
hamba tidak memiliki sifat-sifat ketuhanan. Namanya juga hamba, namanya hamba
menyembah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Yang memiliki sifat ketuhanan
adalah yang disembah yaitu Allah.
Adapun beliau maka hanya
sebagai seorang hamba. Kalau kita sudah mengatakan,
و أشهد ان محمداعبده [56](beliau seorang hamba), maka
kita harus menempatkan beliau pada tempatnya.
Dan insya Allah tentang
masalah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam akan dibahas secara khusus
kalau kita sudah masuk pada kitabnya.
ورسوله [57]Dan beliau adalah Rasul ➡ Rasulullah. Selain
beliau seorang hamba maka beliau adalah seorang Rasul. Artinya Rasul harus kita
hormati karena beliau adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Harus kita
tunaikan hak-haknya.
Kita seandainya ada
seseorang kepala negara, mengutus kepada kita seorang utusan dan kita tahu
bahwasanya beliau adalah utusan kepala negara, maka tentunya kita akan berusaha
untuk menghormati utusan itu. Meskipun yang datang bukan kepala negara sendiri.
Tapi dia hanya sekedar utusan. Tapi kita melihat siapa yang mengutus. Yang
mengutus adalah orang yang kita hormati, maka kita berusaha untuk menghormati
utusan tadi.
Dan yang mengutus Nabi
Muhammad Shallallahu 'aliahi wa Sallam adalah Allah, maka kita harus menunaikan
hak-hak beliau sebagai seorang utusan, artinya dihormati. Tidak boleh kita
mencela, tidak boleh kita dustakan.
Makanya para ulama
mengatakan;
عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
،عَبْدٌ لاَ يُعْبَدْ ، ورَسُولٌ لَا يُكَذَّبْ[58]
“Beliau adalah seorang
hamba dan tidak disembah, dan beliau adalah seorang Rasul, tidak boleh
dihinakan”.
Maka disini adalah
bantahan kepada dua kelompok sekaligus. Kelompok yang:
1. Selalu
berlebih-lebihan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam sehingga
menundukkan beliau pada derajat uluhiyah. Padahal beliau adalah seorang عَبْدٌ [59]
2. Yang menghinakan
beliau yang mendustakan beliau, padahal beliau adalah seorang Rasul. Seorang
Rasulullah harus dibenarkan.
Beliau mengatakan:
خاتم النبيين وإمام
المتقين [60]
"Beliau adalah penutup para Nabi.”
Penutup para nabi artinya tidak ada Nabi
setelah Beliau Shallallāhu 'alayhi wa sallam, dan ini berdasarkan banyak dalil,
di antaranya dari Al-Qur'an, hadits-hadits, dan Ijma.
• Dalil Al-Qur'an:
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ
أَبَآ أَحَدٍۢ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَـٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّـۧنَ [61]
"Tidaklah Muhammad bapak dari salah
seorang laki-laki di antara kalian, tetapi beliau adalah Rasulullah dan penutup
para Nabi.” [QS Al-Ahzab: 40]
• Dalil Hadits:
Adapun dari hadits di antaranya adalah kabar
dari Nabi shallalahu 'alayhi wa sallam, bahwasanya "Tidak akan bangkit
hari kiamat sampai datang tiga puluh orang pendusta, yang masing-masing mereka
mengaku dirinya adalah Rasulullah" (HR Bukhari)
Beliau shallallahu
'alayhi wa sallam mensifati mereka adalah pendusta.
وَأَنَا خَاتَمُ
النَّبِيِّينَ لَا نَبِيَّ بَعْدِي[62]
"Aku adalah penutup
para nabi dan tidak ada nabi setelahku". (HR Abu Dawud
• Ijma
Dan Ijma para ulama
tentang keyakinan bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wa sallam adalah
Nabi terakhir dan orang yang meyakini ada Nabi setelah Nabi Muhammad
shallallahu 'alayhi wa sallam, maka dia telah keluar dari agama Islam.
Tentang masalah khatmun
nubuwwah (penutup para nabi) nanti akan dibahas sendiri pada tempatnya.
وإمام المتقين [63]"Dan beliau adalah imam
bagi orang-orang yang bertakwa.”
Karena Nabi shallallahu
'alayhi wa sallam, beliau adalah sayyidu waladi adam sebagaimana beliau
kabarkan: أَنَا سَيِّد
وَلَد آدَم وَلا فَخْرَ [64]
"Aku adalah pemuka
dari anak-anak Adam.” (HR At Tirmidzi)
Dan ini bukan
bangga-banggaan, dan jauh Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam dari sifat
bangga-banggaan. Ini adalah kenyataan, Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutamakan
beliau di atas seluruh manusia, dijadikan beliau sebagai sayyid (orang yang
paling afdhal).
Kalau beliau adalah imam
bagi seluruh manusia maka tentunya beliau adalah imam bagi orang-orang yang
bertakwa. Karena orang-orang yang bertakwa adalah bagian dari manusia tadi.
Dalam sebuah hadits Nabi
shallallahu 'alayhi wa sallam mengatakan; انا اتقاكم له[65]
"Aku adalah orang
yang paling bertakwa di antara kalian kepada Allah.” (HR Bukhori & Muslim)
⇒ Atqākum (اتقاكم[66]) artinya adalah orang yang
paling bertakwa.
Artinya beliau adalah
imam, orang yang paling puncak ketakwaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Kemudian setelah itu,
karena di sini menyebutkan nama Nabi Muhammad di dalam syahadat yang kedua,
beliau iringi dengan membaca shalawat untuk Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam,
صلى اللّه عليه[67]
Shallallahu 'alayhi (semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala) memberikan shalawat
untuk beliau.
Allah Subhanahu wa Ta'ala
memberikan shalawat untuk nabi, maksudnya adalah Allah memuji Nabi shallallahu
'alayhi wa sallam dihadapan para malaikatNya. Sebagaimana
hal ini ditafsirkan oleh Abul Aliyah.
وَعَلَى أله[68]
Dan juga kepada para keluarganya,
وَأَصْحَابِهِ[69]
Dan juga para sahabatnya
وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن[70]
Dan juga kepada
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat.
Selain beliau mengucapkan
shalawat untuk Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka beliau juga mendoakan
untuk yang lain, termasuk di antaranya keluarga Nabi shallallahu 'alayhi wa
sallam (istri-istri Nabi, putra-putri beliau dan seluruh Ahlul Bait). Ini menunjukkan
kecintaan kepada keluarga Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam.
Mendoakan mereka
sebagaimana mendoakan Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam dengan shalawat.
Dan kita sebagai seorang
yang beriman diperintahkan untuk menjaga hak keluarga Nabi shallallahu 'alayhi
wa sallam, menjaga hak mereka, menghormati mereka sebagai seorang keluarga dan
juga memberikan hak harta bagi mereka sesuai dengan yang disyari'atkan.
Kemudian juga mendoakan
untuk para sahabat Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam, yang mereka adalah
orang-orang yang telah Allah pilih untuk menemani Rasulullah shallallāhu
'alayhi wa sallam di dalam menyampaikan risalah ini.
Dan Allah Subanahu wa
Ta'ala telah mengabarkan di dalam Al-Quran bahwasanya Allah ridha kepada para
sahabat radhiyallahu ‘anhum. Allah ridha kepada mereka, maka kita juga
mendoakan para sahabat.
Dan di dalam Al-Quran di
antara sifat orang-orang yang datang setelah sahabat adalah mereka mendoakan
istighfar (mendoakan ampunan) untuk para sahabat Nabi shallallahu 'alayhi wa
sallam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
وَٱلَّذِينَ جَآءُو
مِنۢ بَعۡدِهِمۡ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا وَلِإِخۡوَٰنِنَا ٱلَّذِينَ
سَبَقُونَا بِٱلۡإِيمَٰنِ [71]
"Dan orang-orang yang datang sesudah
mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa “Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami”.” (QS Al-Hashr:
10)
Mendoakan kebaikan untuk para sahabat.
وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَان[72]
Kitapun mendoakan untuk orang-orang yang
mengikuti mereka yaitu orang-orang yang mengikuti para sahabat, mengikuti
sunnah mereka, mengikuti kebaikan mereka, semangat mereka di dalam menuntut
ilmu di dalam mengamalkan ilmu.
بِإِحْسَان[73]
Dengan baik.
Karena tidak semua orang yang mengaku dirinya
muslim kemudian mereka mengikuti para sahabat dengan baik. Ada di antara mereka
yang mengikuti secara global saja, tetapi prakteknya (perinciannya) kurang di
dalam mengikuti jejak para sahabat radhiyallahu ta’ala 'anhum.
Maka yang kita doakan di
sini adalah orang-orang yang mengikuti para sahabat dengan baik. Baik dari sisi
aqidah, akhlak, muamalah, dakwah, ibadah, menuntut ilmu, mengamalkan.
Mengikuti para sahabat
dengan كَافَّةً [74]= kaffah,
dengan baik, termasuk di antaranya adalah mengikuti mereka dalam masalah
amalan-amalan hati, keikhlasan, kecintaan kepada Allah, takut kepada Allah,
mengharap kepada Allah juga mengikuti para sahabat radhiyallahu 'anhum.
Adapun orang yang mengaku
mengikuti tetapi prakteknya di dalam kehidupan sehari-hari jauh antara amalan
yang dia lakukan dengan amalan para sahabat, maka ini tidak mengikuti dengan
baik.
إِلَىٰ يَوْمِ ٱلدِّين[75]
Sampai hari kiamat.
Berkata Syaikh Muhammad
bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullahu Ta'ala,
أما بعد: فإن الله
تعالى أرسل رسوله محمدا ﷺ بالهدى ودين الحق رحمة للعالمين وقدوة للعاملين وحجة
علىى العباد أجمعين[76]
Adapun setelah itu kata Syaikh, maka Allah
Subhanahu wa Ta'ala telah mengutus Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa
Sallam dengan petunjuk dan juga agama yang benar.
Sebagaimana firman Allah:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ
رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ[77]
"Dialah Allah
Subhanahu wa Ta'ala yang mengutus Nabi-Nya, mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan juga agama yang benar.” [QS Al-Fath: 28]
Sebagian ada yang
mengatakan, mengutus Nabi-Nya dengan petunjuk, maksudnya adalah dengan ilmu,
dengan pencerahan, dengan petunjuk yaitu dengan ilmu.
وَدِينِ الْحَقِّ[78] Mengutus Nabi Shallallhau
‘alayhi wa Sallam dengan agama yang benar, maksudnya adalah dengan amalan, ilmu
disertai dengan amalan. Itulah yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alayhi
wa Sallam. Bukan ilmu saja kemudian tidak diamalkan dan bukan hanya sekedar
beramal tetapi tanpa ilmu. Yang beliau bawa dari Allah Subhanahu wa Ta'ala,
ilmu dan juga amalan.
رَحْمَةً لِلْعالَمِين[79] Allah
mengutus nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam adalah sebagai rahmat dan
juga sebagai kasih sayang bagi seluruh alam.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَآ أَرْسَلْناكَ
إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ[80]
"Dan tidaklah kami mengutus dirimu wahai
Muhammad kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.” [QS Al-Anbiya: 107]
Baik alam jin maupun alam manusia. Dan ini
menunjukkan bahwasanya beliau Shallallahu 'alayhi wa Sallam diutus untuk
manusia dan juga jin. Dan seluruh manusia bukan hanya sebagian kaum, atau untuk
orang arab saja, tapi untuk seluruh manusia, seluruh manusia masuk di dalam
kalimat
لِلْعالَمِين[81]
وقدوة للعاملين [82]
Dan beliau adalah contoh bagi orang-orang yang
mau beramal, sebagai أسوة[83], sebagai contoh.
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ
فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ[84]
"Sungguh bagi kalian di dalam diri
Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa Sallam ada contoh yang baik.” [QS Al-Ahzab:
21]
Maka orang yang ingin beramal harus mengikuti
beliau, mau beramal sholeh lihat apakah beliau melakukan atau tidak? Kalau beliau melakukan,
beliau menyunnahkan maka silahkan, karena inilah yang diterima. Kalau beliau
tidak lakukan maka jangan kita melakukan. Karena beliau adalah قدوة لِلْعالَمِينَ[85], contoh
bagi orang-orang yang ingin beramal. Orang
yang beramal tapi tidak mencontoh beliau tertolak amalannya:
مَنْ عملان أعملان ليس
أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ[86]
"Barangsiapa yang
mengamalkan sebuah amalan tidak ada contohnya dari kami maka amalan tersebut
tertolak.” (HR Bukhari 2697 dan Muslim 1718)
وحجة علىى لعباد أجمعين[87] Dan beliau
adalah الحجة [88]bagi
hamba-hamba semuanya. Diutusnya para Rasul alaihimus salam ini adalah الحجة [89]atas manusia, supaya tidak
ada alasan bagi mereka untuk mengatakan, “Ya, Allah kami tidak mengetahui, ya
Allah kami tidak mengetahui hal ini”.
Allah Subhanahu wa Ta'ala
mengatakan:
رُّسُلًۭا
مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى ٱللَّهِ حُجَّةٌۢ
بَعْدَ ٱلرُّسُلِ [90]
[QS An-Nisa: 165]
Para Rasul yang mereka
diutus oleh Allah sebagai:
مُّبَشِّرِينَ [91]memberikan kabar gembira,
وَمُنذِرِينَ[92] memberikan peringatan,
mengajarkan kepada manusia, mendakwahi manusia.
مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ[93] memberikan
kabar gembira dan juga memberikan peringatan. Supaya apa? Supaya tidak ada الحجة [94]bagi manusia atas Allah.
Sehingga beralasan, “Saya
tidak tahu, karena tidak ada yang memberitahu.”, tidak! Allah sudah mengutus
para Rasul.
Termasuk di antaranya
adalah Rasulullah Shalahu ‘alayhi wa Sallam, dan beliau sebagai الحجة[95] atas manusia, ini adalah
untuk seluruh manusia.
Adapun para Nabi
sebelumnya adalah الحجة[96] untuk
kaumnya, supaya tidak ada alasan bagi kaumnya untuk ingkar, untuk bermaksiat
kepada Allah, untuk mendustakan Allah, untuk melakukan kesyirikan.
Adapun Nabi Shallallahu
‘alayhi wa Sallam ini adalah: الحجة
علىى الخلق أجمعين[97]
Beliau adalah الحجة [98]untuk seluruh manusia
semuanya, jin dan manusia dan ini akan disebutkan bagaimana keumuman kerasulan
beliau untuk seluruh manusia.
قُلْ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ
إِنِّى رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا[99]
"Wahai manusia sesungguhnya aku adalah
Rasul bagi kalian semuanyanya.” [QS Al-A’raf: 158]
Dan Allah mengatakan:
وَأَرْسَلْنَـٰكَ
لِلنَّاسِ رَسُولًا[100]
“Dan Kami telah mengutusmu dirimu wahai
Muhammad, untuk manusia, رَسُولًا [101]sebagai seorang
Rasulullah”. [ QS An-Nisa: 79]
بين به وبما أنزل عليه
من الكتاب والحكمة كل مافيه صلاح العباد واستقامة أحوالهم في دينهم ودنياهم من
العقائد الصحيحة والأعمال القويمة والأخلاق الفاضلة والآداب العالية فترك ﷺ أمته
على المحجة البيضاء ليلها كنهارها لايزيغ عنها إلاهالك[102]
Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan dengan
beliau (yaitu dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa Sallam) dan dengan
apa yang Allah turunkan kepada beliau berupa Al-Quran dan juga Al-Hikmah, yang
dimaksud Al-Hikmah di sini adalah sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa
Sallam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala
mengatakan,
هُوَ ٱلَّذِى بَعَثَ
فِى ٱلْأُمِّيِّـۧنَ رَسُولًۭا مِّنْهُمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْهِمْ ءَايَـٰتِهِۦ
وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَـٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ
[103]
[QS Al-Jumu’ah: 2]
Mengajarkan kepada mereka
Al- Kitab dan juga Al-Hikmah. Yang dimaksud dengan Al-Hikmah adalah hadits
Nabi, kenapa dinamakan dengan Al-Hikmah?
Karena hadits-hadits Nabi
Shallallahu ‘alayhi wa Sallam isinya adalah hikmah, yaitu menempatkan sesuatu
pada tempatnya. Kalau seseorang ingin menempatkan sesuatu pada tempatnya, ingin
menjadi orang yang bijaksana maka hendaklah dia kembali pada hadits, kembali
pada Al-Quran. Al Quran juga disifati Allah dengan hikmah:
وَٱلْقُرْءَانِ ٱلْحَكِيمِ[104]
"Dan demi Al-Quran
yang bijaksana.” [QS Yasin: 2]
Tidak ada jalan untuk
menjadi orang yang bijaksana kecuali dengan kembali kepada Al-Quran dan sunnah
yang telah disifati dengan hikmah.
Maka Allah Subhanahu wa
Ta'ala menjelaskan dengan melalui Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam dan juga
melalui apa yang Allah turunkan kepadanya berupa Al-Quran juga hikmah.
كل مافيه صلاح العباد[105] Seluruh
apa yang di dalamnya ada kebaikan bagi para hamba, maslahat bagi mereka,
kebahagiaan bagi mereka maka Allah sudah jelaskan. Dimana dijelaskan ? baik di
dalam Al-Quran maupun di dalam hadits, semuanya. Jadi kalau ingin baik keadaan
kita. Harus kita kembali kepada Al-Quran dan hadits.
واستقامة أحوالهم[106]
Dan lurusnya keadaan mereka di dalam urusan agama mereka maupun dalam urusan
dunia mereka.
إِنَّ هَـٰذَا ٱلْقُرْءَانَ
يَهْدِى لِلَّتِى هِىَ أَقْوَمُ[107]
“Quran ini menunjukkan kepada yang paling
lurus yang paling baik (baik dalam masalah agama maupun dalam masalah dunia)”. [QS Al-Isra: 9]
Maka seluruh kebaikan
yang diharapkan oleh seorang makhluk ada di dalam Al-Quran dan juga hadits.
Kalau ingin memperbaiki
keadaan manusia di dalam agama mereka, maupun di dalam dunia mereka, maka tidak
ada jalan lain kecuali dengan kembali kepada Al-Quran dan hadits.
من العقائد الصحيحة [108]
Baik berupa aqidah-aqidah
yang benar, ada di dalam Al-Quran dan hadits.
والأعمال القويمة [109]
Dan amalan-amalan yang
lurus, ibadah-ibadah yang diridhoi Allah ada dalam Al-Quran dan hadits.
و الأخلاق الفاضلة [110]
Dan juga akhlak-akhlak
yang mulia. Tersenyum di hadapan saudara, menghormati tetangga, menghormati
tamu.
والآداب العالية، [111]
Dan juga adab-adab yang
tinggi. Adab kepada orang tua, adab kepada guru, adab ketika bermajelis ilmu.
Maka semuanya ada di dalam Al-Quran dan hadits.
Diterangkan oleh Nabi
Shallallahu alaihi wa Sallam,
فترك ﷺ أمته على المحجة
البيضاء[112]
Maka beliau Shallallahu alaihi wa Sallam
meninggalkan umatnya di atas sesuatu yang putih, di atas sesuatu yang terang,
tidak ada kegelapan di dalamnya
ليلها كنهارها[113]
Sampai terangnya malamnya itu, seperti siang.
Jelas!
لايزيغ عنها إلا هالك[114]
Tidak menyimpang dari apa
yang sudah beliau tinggalkan, kecuali orang yang binasa.
Ingin selamat Al-Quran
dan hadits. Kalau tidak maka dia akan binasa, dan di dalam Al-Quran Allah
Subhanahu wa Ta'ala mengatakan,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ
لَكُمْ دِينَكُمْ[115]
"Pada hari ini Aku
telah sempurnakan untuk kalian agama kalian" [QS Al-Maidah: 3]
Jadi agama kita sudah
sempurna, sudah dijelaskan semuanya yang kita perlukan di dalam agama kita,
baik dalam masalah aqidah, ibadah, akhlak, adab semuanya sudah di sampaikan.
Dan Nabi Shallallahu
alaihi wa Sallam mengatakan,
مَا بَقِيَ شَيْءٌ
يُقَرِبُ مِنَ الْجَنَّة وَيُبَاعِدُ عَنِ النَّارِ إلَّا وَقَدْ بُيِنَ لَكُمْ[116]
"Tidak ada sesuatu
yang mendekatkan kalian kepada surga dan menjauhkan kalian dari neraka kecuali
sudah diterangkan untuk kalian." [Dikeluarkan oleh Ath-Thabrani dalam
Al-Kabir (1647) dan Ash-Shaghir (1/268), Ahmad dalam Al-Musnad (5/153-162) baris
pertama darinya]
Jadi tidak ada yang harus
kita tambah dari agama ini, semuanya sudah sempurna disampaikan oleh Nabi
Shallallahu alaihi wa Sallam
Berkata Syaikh Muhammad
bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah ta’ala:
فسار على ذلك أمته
الذين استجابوا لله ورسوله[117]
Kemudian umatnya yang telah mengijabahi Allah
dan juga Rasul-Nya, menjawab panggilan Allah dan juga Rasul-Nya telah berjalan
di atas jalan beliau shallallahu 'alayhi wa sallam.
وهم خيرة الخلق من
الصحابة والتابعين[118]
Dan mereka sebaik-baik
manusia, dari kalangan sahabat dan juga para tabi'in.
Jadi Nabi shallallahu
'alayhi wa sallam sudah menyampaikan semua yang telah diamanatkan kepada
beliau. Kemudian para sahabat dan juga para tabi’in, mereka berjalan di atas
jalan ini.
Mereka adalah خيرة
الخلق [119]mereka adalah sebaik-baik manusia karena Nabi shallallahu
'alayhi wa sallam mengatakan
خَيْرُ الناس[120]
خَيْرُ النَّاسِ
قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ،[121]
“Sebaik-baik manusia
adalah orang yang ada di zamanku yaitu para sahabat dan setelah mereka dan
setelah mereka.” (HR Bukhari & Muslim)
Termasuk diantaranya para
tabi'in, karena mereka datang setelah para sahabat kemudian para tabi'ut
tabi'in yang datang setelah tabi'in.
والذين اتبعَو هُمْ
بِإِحْسَانٍ[122]
Dan orang-orang yang
istiqamah mengikuti mereka dengan baik yang datang setelah para sahabat dan
tabi'in.
فقاموا بشريعته وتمسكوا
بسنته وعضوا عليها بالنواجذ[123]
Maka mereka tegak dengan
syari'at Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam dan memegang sunnah beliau. Dan
mereka menggigit sunnah dengan gigi geraham mereka.
Sebagaimana dalam hadits:
تمسكوا بها وعضوا عليها
بالنواجذ[124]
"Hendaklah kalian
berpegang teguh dengan Sunnah tersebut dan gigitlah dengan gigi geraham
kalian" (HR Abu Dawud)
Jadi dipegang dengan
tangannya dan digigit dengan gigi geraham. Ini menunjukkan harusnya kita sekuat
mungkin memegang petunjuk ini, jangan kita lemah di dalam berpegang teguh
dengan sunnah Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam.
عقيدة وعبادة
وخلقاوأدبا [125]
Berpegang teguh dengan sunnah beliau dalam
seluruh perkara baik aqidah, ibadah, akhlak maupun adab.
فصارواهم الطائفة الذين
لايزالون على الحق ظاهرين لا يضر هم من خذلهم أوخالفهم حتي يأتي أمر الله تعالى
وهم على ذلك[126]
Maka jadilah mereka ini
(orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah Nabi) menjadi kelompok yang
senantiasa berada di atas kebenaran.
ظاهرين [127]Dalam keadaan mereka nampak
dengan hujjah.
Dengan ilmu, mereka
nampak dan tidak memudharati mereka, orang-orang yang meninggalkan mereka
(membenci mereka), karena mereka di tolong oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
أوخالفهم [128]Atau menyelisihi mereka,
sampai datang perkara Allah dan mereka masih dalam keadaan demikian.
Ini menunjukkan akan
senantiasa ada sekelompok dari umat Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam yang
mereka terus berada di atas kebenaran.
Kemudian syaikh mengatakan:
ونحن- ولله الحمد- على
آثارهم سائرون و بسيرتهم المؤيدة بالكتاب والسنة مهتدون
[129]
Dan kami, Alhamdulillah,
kita berjalan di atas jalan mereka dan kita mendapatkan petunjuk dengan sunnah
mereka yang dikuatkan dengan Al-Quran dan Hadits.
نقول ذلك تحدثا بنعمة
الله تعالى وبيانا لما يجب أن يكون عليه كل مؤمن
[130]
Kami mengucapkan demikian
adalah untuk mengabarkan atau menceritakan dengan nikmat Allah. Bukan sombong.
Bukan!
Beliau ingin menyebutkan
bahwasanya kami (beliau dan orang-orang yang mengikuti sunnah) Alhamdulillah
mereka berjalan di atas sunnah Rasulullah shallalahu 'alayhi wa sallam dan
mengikuti para sahabat.
Mengikuti sunnah mereka
yang dikuatkan oleh Al-Quran dan juga Sunnah. Beliau sebutkan bukan karena
kesombongan tetapi karena ingin menceritakan nikmat.
Allah Subanahu wa Ta'ala
mengatakan:
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ
رَبِّكَ فَحَدِّثْ[131]
"Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka
hendaklah kamu ceritakan.” [QS Ad-Duha: 11]
وبيانا لما يجب أن يكون
عليه كل مؤمن [132]
Dan ini adalah penjelasan
apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang yang beriman.
Seharusnya dia mengikuti
Al-Quran dan Hadits dengan pemahaman para sahabat.
Kemudian beliau mengatakan:
ونسأل الله تعالى أن
يثبتنا وإخواننا المسبمين بالقول الثابت في احياة الدنيا و في الآخرة و أن يهب لنا
منه رحمة إنه هو الوهاب[133]
Maka kita memohon kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala, semoga Allah menguatkan kami dan juga saudara-saudara kami dari
orang-orang Islam, dengan ucapan yang kokoh (La ilaha illallah (لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ[134])) di dalam
kehidupan di dunia dan juga di akhirat. Dan semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala
memberikan kepada kita semuanya, kasih sayang dan sesungguhnya Dia adalah Maha
Pemberi.
Tidak lupa beliau
mendoakan kebaikan untuk beliau sendiri dan juga saudara-saudara seislam yang
lain dengan istiqomah.
ولأهمية هذا الموضوع
وتفرق أهواء الخلق فيه، أحببت أن أكتب على سبيل الاختصار عقيدتنا - عقيدة أهل
السنة و الجماعة - وهي الإيمان بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر والقدر
خيره وشره، سائلا الله تعالى أن يجعل ذلك خالصاً لوجهه موفقاً لمرضاته نافعاً
لعباد[135]
Kemudian di akhir
muqaddimah beliau mengatakan:
Dan karena pentingnya
pembahasan ini dan juga berpecah belahnya hawa nafsu manusia di dalam masalah
aqidah.
Karena perkara ini adalah
perkara penting yang sudah kita sebutkan sehingga penting kita membahas masalah
aqidah, dan banyaknya aliran-aliran, banyaknya hawa nafsu yang mereka
berbeda-beda di dalam masalah aqidah.
Maka aku ingin menulis
aqidah kami (yaitu Ahlus Sunnah wal Jama'ah) tetapi dengan ringkas, tidak
terlalu panjang sehingga mudah dipelajari dan mudah diikuti. In sya Allah bagi
orang yang mau bersabar mudah untuk menyelesaikan kitab ini.
Dan dia adalah beriman
kepada Allah, kepada malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, kepada hari akhir dan
juga takdir yang baik dan buruk. Ini yang akan beliau sampaikan dan ini adalah
Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Kemudian beliau
mengatakan, sambil kita meminta kepada Allah, semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala
menjadikan tulisan ini ikhlas, untuk mengharapkan wajah-Nya dan sesuai dengan
keridhaan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan bermanfaat bagi para hamba-Nya.
Itulah yang bisa kita
bacakan dari muqaddimah yang dibawakan oleh pengarang di dalam kitab Aqidah
Ahlus Sunnah wal Jama'ah ini.
Demikian yang bisa kita
sampaikan dan sampai bertemu kembali pada pertemuan yang selanjutnya dalam
keadaan lebih baik In sya Allah.
Wallahu Ta'ala A'lam
وبالله التوفيق و
الهداية
والسلام عليكم
ورحمة اللّه وبركاته
Posting Komentar untuk "Muqaddimah Penulis Kitab Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah - Syaikh Muhammad Bin Sholih Al Utsaimin"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.