Kalian Akan Dipimpin Oleh Orang Semisal Kalian - Khutbah Jum'at
Kabeldakwah.com |
Kalian Akan Dipimpin OlehOrang Semisal Kalian .PDF
Khutbah Pertama:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ؛
أَحْمَدُهُ بِمَحَامِدِهِ الَّتِيْ هُوَ لَهَا أَهْلٌ، وَأُثْنِي عَلَيْهِ
الخَيْرَ كُلَّهُ، لَا أُحْصِي ثَنَاءَ عَلَيْهِ هُوَ كَمَا أَثْنَى عَلَى
نَفْسِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ؛
إِلَهُ الْأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ وَقُيُوْمُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِيْنَ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ؛
بَلَّغَ الرِسَالَةَ وَأَدَّى الأَمَانَةَ وَنَصَحَ الْأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِي
اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ حَتَّى أَتَاهُ اليَقِيْنُ, فَمَا تَرَكَ خَيْرًا إِلَّا
دَلَّ الْأُمَّةَ عَلَيْهِ، وَلَا شَرًّا إِلَّا حَذَّرَهَا مِنْهُ؛ فَصَلَوَاتُ
اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .
أَمَّا بَعْدُ
مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ:
اِتَّقُوْا اللهَ
تَعَالَى وَرَاقِبُوْهُ فِي السِّرِّ وَالعَلَانِيَةِ وَالغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
مُرَاقَبَةً مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ.
Ibadallah,
Ada sebuah kata hikmah
yang menyatakan bahwa kalian akan dipimpin oleh orang yang seperti kalian.
Ungkapan ini adalah sebuah kata hikmah yang sering diungkapkan oleh para
sejarawan dan sosiolog. Seakan ungkapan tersebut sudah menjadi kaidah baku
dalam masalah kepemimpinan dan didukung oleh penelitian terhadap sejarah.
Faktanya, hampir semua jamaah atau kelompok masyarakat itu dipimpin oleh orang
yang sesuai dengan kwalitas kebaikan masyarakatnya. Jadi, setiap pemimpin
adalah cerminan rakyatnya, sebagaimana ketika Allah ‘Azza wa Jalla menjadikan
Fir’aun sebagai penguasa bagi kaumnya, karena mereka sama seperti Fir’aun. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
فَاسْتَخَفَّ قَوْمَهُ
فَأَطَاعُوهُ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ
“Maka Fir’aun
mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena
sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.” (Az-Zukhruf/43:54).
Dalam ayat ini Allah
‘Azza wa Jalla menegaskan bahwa kaum Fir’aun adalah orang-orang fasik. Oleh
karena itu, Allah ‘Azza wa Jalla menjadikan orang yang seperti mereka sebagai
penguasa mereka. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “al-khafif (dalam ayat tersebut)
berarti orang dungu yang tidak beramal dengan ilmunya, dan ia selalu mengikuti
hawa nafsunya.”
Jadi sejatinya ungkapan
“Kalian akan dipimpin oleh orang yang seperti kalian” adalah kata hikmah zaman
dulu kala. Tentu ini sudah cukup menjadi bukti nyata akan keberadaan kaidah ini
di zaman dahulu. Namun kaidah ini diketahui awal mulanya meskipun ia sudah
menjadi kaidah baku dalam masalah kerakyatan dan kepemimpinan.
Ibadallah,
Individu adalah sebab
pertama munculnya bencana, juga telah dijelaskan bahwa semua orang itu akan
merasakan buah dari amal perbuatannya. Diantara wujud dari buah amalannya itu
adalah kondisi para pemimpin mereka. Karena kondisi mereka sesuai dengan prilaku
masyarakat, sebagaimana peribahasa bahasa arab yang artinya kezhaliman penguasa
itu disebabkan oleh kezhaliman yang dilakukan rakyat.
Diantara dalil-dalil dari
👍 Alquran dan Hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam serta pemahaman salaf mengenai kaidah ini adalah
dalil-dalil yang telah disebutkan dalam pembahasan tentang (hukuman disebabkan
oleh dosa), misalnya:
Firman Allah ‘Azza wa
Jalla:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ
مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka
adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian
besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (As-Syura/42:30).
Kezhaliman seorang
pemimpin adalah musibah yang mengancam umat. Dan Allah sudah memberitahukan
bahwa penyebab musibah adalah kesalahan umat.
Dalil lain untuk kaidah
ini adalah kisah perjalanan hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
memfokuskan diri untuk mendakwahi masyarakat umum, tidak fokus pada jajaran
konglomerat, pejabat, penguasa serta tokoh masyarakat. Cara dakwah semacam
inilah yang merupakan metode berdakwahnya para Nabi.
Sebagai tambahan, saya
sebutkan dalil-dalil lain dibawah ini:
Diriwayatkan oleh Abu
as-Syeikh dari Manshur bin Abi al-Aswad, ia berkata, “Aku bertanya kepada
al-A’masy tentang firman Allah ‘Azza wa Jalla:
وَكَذَٰلِكَ نُوَلِّي
بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian
orang-orang yang zhalim itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain disebabkan
apa yang mereka usahakan.” (Al-An’am/6:129).
Apa yang kau dengar dari
perkataan mereka tentang ayat ini? Ia menjawab, “Aku mendengar mereka berkata,
‘Jika manusia sudah rusak maka mereka akan dipimpin oleh orang-orang jahat
mereka”(5)
Thurthusyi berkata, “Aku
masih mendengar orang-orang senantiasa menyuarakan, “Amal perbuatan kalian
adalah pemimpin kalian” juga “Sebagaimana kalian begitulah pemimpin kalian”
sampai akhirnya saya menemukan ayat yang senada dengan dua perkataan ini, yaitu
firman Allah ‘Azza wa Jalla:
وَكَذَٰلِكَ نُوَلِّي
بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian
orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain disebabkan
apa yang mereka usahakan.” (al-An’am/6:129).
Orang dahulu juga mengatakan, “Kerusakan atau
keburukan yang engkau ingkari pada zamanmu, itu sesungguhnya akibat dari
tindakan dan perbuatanmu sendiri.” Abdul Malik bin Marwan rahimahullah juga pernah berkata,
‘Wahai rakyatku! Sungguh kalian tidak berlaku adil pada kami. Kalian menuntut
kami berlaku seperti Abu Bakr dan Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhuma akan
tetapi kalian tidak berlaku seperti keduanya. Kami memohon kepada Allah agar
setiap individu saling membantu.’
Qatadah rahimahullah
berkata, “Dahulu Bani Israil pernah mengatakan, ‘Wahai Tuhan kami! Engkau di
langit sementara kami di bumi, lalu bagaimana kami dapat mengetahui ridha dan
murka-Mu?’ Lalu Allah ‘Azza wa Jalla mengilhamkan kepada sebagian para Nabi-Nya
“Kalau Aku angkat orang-orang baik sebagai pemimpin kalian, berarti Aku ridha
kepada kalian. Kalau Aku angkat orang-orang jahat sebagai pemimpin kalian,
berarti Aku murka kepada kalian.’
Abidatu as-Salmaini
berkata kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, “Wahai Amirul Mukminin!
Apakah gerangan Abu Bakr dan Umar radhiyallahu ‘anhuma, kenapa semua rakyat
tunduk dan patuh kepada keduanya? Wilayah kekuasaan yang semula lebih sempit
dari satu jengkal lalu meluas dalam kekuasaan mereka? Lalu saat engkau dan
Utsman menggantikannya posisi keduanya, rakyat tidak lagi tunduk dan patuh
terhadap kalian berdua, sehingga kekuasaan yang luas ini menjadi sempit buat
kalian? Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Karena rakyat mereka
berdua adalah orang-orang yang seperti aku dan Utsman, sementara rakyatku
sekarang adalah kamu dan orang-orang yang sepertimu.”
Seorang laki-laki menulis
sepucuk surat kepada Muhammad bin Yusuf. Ia mengadukan perihal kekejaman para
pemimpinnya. Muhammab bin Yusuf membalas surat itu dengan mengatakan, “Suratmu
telah saya terima, dimana kau menceritakan tentang keadaan kalian saat ini,
padahal tidak sepantasnya pelaku maksiat mengingkari akibat perbuatannya.
Menurut hemat saya, keadaan kalian seperti ini tidak lain karena disebabkan
oleh dosa-dosa kalian, wassalam.’
Muhammad Haqqi saat
menafsirkan makna firman Allah di bawah ini:
قُلِ اللَّهُمَّ
مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ
تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ
إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Katakanlah, “Wahai Rabb Yang mempunyai
kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau
cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang
Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah
segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Ali
‘Imran/3:26).
Kandungan ayat ini adalah
“Jika kalian adalah orang-orang yang taat dan patuh niscaya Allah ‘Azza wa
Jalla akan menjadikan orang yang penuh kasih sayang sebagai pemimpin kalian.
Namun jika kalian pelaku kemaksiatan, niscaya Allah akan menjadi orang jahat
sebagai penguasa kalian.”
Yang semakna dengan ini
adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ
نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا
الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu
negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu
(supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu,
maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian
Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (al-Isra/17: 16).
Allah memberitahukan dalam ayat ini bahwa Dia
memberikan kekuasaan kepada orang-orang yang melampaui batas dalam kefasikan
mereka untuk rakyat yang layak mendapatkan kehancuran. Dan tidak diragukan lagi
bahwa mereka yang berhak mendapatkan kehancuran dan kebinasaan itu adalah
mereka yang zhalim, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:
وَتِلْكَ الْقُرَىٰ
أَهْلَكْنَاهُمْ لَمَّا ظَلَمُوا وَجَعَلْنَا لِمَهْلِكِهِمْ مَوْعِدًا
Dan (penduduk) negeri
telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zalim, dan telah Kami tetapkan waktu
tertentu bagi kebinasaan mereka” (Al-Kahfi/18:59).
Dengan pengertian seperti
inilah sebagian Ulama salaf memahami ayat di atas. Diriwayatkan dengan sanad
yang shahih dari Ka’ab al-Ahbar bahwa ia berkata , “Sungguh pada setiap masa
pasti ada raja atau pemimpin yang dijadikan oleh Allah sesuai dengan (keadaan)
hati rakyatnya. Jika Allah ‘Azza wa Jalla menghendaki kebaikan untuk kaum
tersebut, niscaya Dia akan mengutus yang melakukan perbaikan. Jika Allah
menghendaki kehancuran atas mereka niscaya Allah akan mengutus mutrafa, ”
Kemudian beliau t membaca ayat Alquran yang terdapat dalam surat al-Isra’ ayat
ke-16 di atas.
Sebagian Ulama berdalil
dengan hadits riwayat Imam Muslim, no. 1819 dari Jabir radhiyallahu ‘anhu,
beliau radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
النَّاسُ تَبَعٌ
لِقُرَيْشٍ فِي الْخَيْرِ وَالشَّرِّ
“Umat manusia itu
mengikuti Quraisy dalam hal kebaikan dan keburukan.”
Ali al-Qari mengatakan,
“Dikatakan, maknanya adalah jika mereka baik niscaya Allah ‘Azza wa Jalla akan
memberikan kekuasaan kepada orang baik, jika mereka jahat niscaya Allah akan
memberikan kekuasan kepada orang jahat dari kalangan mereka, sebagaimana ungkapan
“Perbuatan kalian adalah pemimpin kalian” juga “Sebagaimana keadaan kalian,
begitulah keadaan pemimpin kalian.”.
Allah telah memberikan
kekuasaan kepada al-Hajjaj bin Yusuf dengan segala kezhalimannya. Ketika imam
al-Hasan al-Bashri rahimahullah melihat masyarakat membenci dan marah terhadap
terhadap kekuasaan al-Hajjaj, beliau rahimahullah berusaha menasihati mereka
dengan berdalilkan kaidah ini, “Al-Hajjaj adalah hukuman dari Allah atas kalian
yang belum pernah ada sebelumnya. Janganlah kalian merespon hukuman Allah ini
dengan pedang! Namun sambutlah hukuman ini dengan bertaubat kepada Allah dan
tunduk kepada-Nya! Bertaubatlah kalian, niscaya kalian akan terpelihara
darinya!” dalam riwayat lain dengan sanad yang shahih bahwa beliau Imam
al-Hasan al-Bashri menyampaikan kalimat ini ketika mendapati seseorang yang
sedang memprofokasi masyarkat umum untuk melakukan pemberontakan dan
penentangan terhadap kuasa kepemimpinan dan kepemerintahan.
Perhatikanlah! Bagaimana
para assalafusshalih mengaitkan kaidah ini dengan larangan memberontak dan
menentang serta keluar dari pemerintah!
Imam Hasan al-Bashri
mengatakan ini juga kepada rakyat yang berusaha melawan al-Hajjaj yang haus
darah, sebagaimana telah dinukil oleh Hisyam bin Hassan, beliau mengatakan,
“Coba kalian hitung jumlah mayat yang dibunuh oleh al-Hajjaj secara zhalim.
Jumlahnya mencapai 120.000 mayat.”
Inilah yang disampaikan
oleh Imam adz-Dzahabi dalam as-Siyar, “Dia adalah seorang yang zhalim, bengis,
nashibi (pembenci Ahlul Bait), keji dan haus darah…” bahkan sebagian salaf
sampai berani menjatuhkan vonis kafir kepada dia.
Kesimpulannya, tujuan
dari penjelasan ini adalah ingin menjelaskan gelar paling ringan disematkan
untuk al-Hajjaj adalah ia seorang muslim yang suka membantai dan membunuh
rakyat. Namun meski demikian, para Ulama tetap melarang rakyatnya untuk
memberontak. Karena pada hakikatnya, naiknya dia sebagai penguasa adalah
sebagai hukuman dari Allah ‘Azza wa Jalla akibat dari dosa-dosa rakyat.
Diharapkan, rakyat segera menyadari dan segera bertaubat, bukan sebaliknya
menyambut buah dari dosanya dengan mengangkat pedang (atau melakukan tindakan
anarkis).
Hendaklah ini menjadi
perhatian kita, jika kita ingin mengikuti jejak as-salafus shalih.
Seorang Tabi’in dan
seorang ahli ibadah bernama Abi al-Jalad al-Asdi rahimahullah mengatakan,
“Kelak di hari kiamat para pemimpin akan dibangkitkan di hadapan halayak
manusia dengan memikul dosa-dosa mereka”
Dahulu seorang penasihat
bernama Ibrahim ibn Hamsy berkata, “Ya Allah, karena perbuatan tangan-tangan
kami ini, Engkau berikan kekuasaan kepada seorang yang tidak mengenal dan tidak
menyayangi kami.”
Imam ibnul Qayyim
rahimahullah mengatakan, “Ada sebagian para Nabi bani Israel menyaksikan apa
yang diperbuat oleh raja Bukhtanashar, lantas iapun berkata, ‘Karena perbutan
tangan-tangan kami ini, Engkau berikan kekuasaan kepada seorang yang tidak
mengenal-Mu dan tidak menyayangi kami.”
Bukhtanashar menyampaikan
pertanyaan kepada Nabi Daniel, “Gerangan apa yang menjadikanku berkuasa penuh
terhadap kaummu? Ia menjawab, “Karena besarnya kesalahanmu dan kezhaliman
kaumku terhadap diri mereka.”
Ibnu al-Azraq mengatakan,
“Sudah menjadi keharusan bagi setiap masyarakat untuk selalu mencatat bahwa
kekejaman para pemimpin dan pejabat disebabkan oleh tindakan dan perbuatan
rakyat yang jauh dari jalan kebenaran, sebagaimana kandungan kaidah, “Sebagaimana
keadaan kalian, begitulah penguasa kalian.” Dengan kaidah ini pula Ibnu
al-Jazzar as-Sirqisthi mejawab pertanyaan al-Musta’in bin Hud mengenai perihal
keluhan rakyatnya dengan puisinya:
Kalian nisbatkan
kezhaliman kepada para penguasa kalian
Sementara kalian tertidur
(lupa) terhadap buruknya perbuatan kalian
Janganlah kalian
nisbatkan kezhaliman kepada para penguasa kalian
Karena penguasa kalian
akibat dari perbuatan kalian
Demi Allah, seandainya
kalian berkuasa walau sejenak
Tidak akan terbetik dalam
benak kalian untuk berlaku adil
Setelah menyampaikan
kisah Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu, Syaikh Muhammad bin Shalih
al-‘Utsaimin memberikan pesan, “Beginilah dahulu kondisi para khalifah di
masa-masa awal umat ini, ketika rakyatnya selalu menegakkan perintah Allah
‘Azza wa Jalla , takut terhadap siksa-Nya dan senantiasa berharap limpahan
pahala-Nya. Namun ketika rakyat berubah dan mulai menzhalimi diri mereka, maka
berubahlah pula sikap dan karakter permimpin-pemimpin mereka, Sebagaimana
keadaan kalian, begitulah penguasa kalian.”
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah
menyapaikan sebuah pesan yang sangat menyentuh, seakan belum pernah ada pesan
ahli ilmu yang lebih menyentuh dari itu. Beliau rahimahullah mengatakan,
“Renungilah hikmah Allah ‘Azza wa Jalla yang telah memilih para raja, penguasa
dan pelindung umat manusia berdasarkan perbuatan rakyatnya, bahkan seakan
perbuatan rakyat tergambar dalam prilaku pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat istiqamah dan
lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil
pula penguasa mereka. Namun jika rakyat berbuat zhalim, maka penguasa mereka
juga akan berbuat zalim pula. Jika menyebar tindakan penipuan di tengah-tengah
rakyat, maka demikian pula pemimpin mereka. Jika rakyat bakhil dan tidak
menunaikan hak-hak Allah ‘Azza wa Jalla yang ada pada mereka, maka para
pemimpin juga akan bakhil dan tidak menunaikan hak-hak rakyat yang ada pada
mereka. Jika dalam bermuamalah, rakyat mengambil sesuatu yang bukan haknya dari
orang-orang lemah, maka pemimpin mereka juga akan mengambil sesuatu yang bukan
haknya dari rakyatnya serta akan membebani mereka dengan berbagai beban tugas
yang berat. Semua yang diambil oleh rakyat dari orang-orang lemah maka akan
diambil paksa oleh para pemimpin dari mereka. Jadi (karakter) para penguasa itu
tampak jelas pada prilaku rakyatnya.
Jelas bukan hikmah
ilahiyah, mengangkat penguasa bagi orang jahat dan buruk perangainya kecuali
dari orang yang sama dengan mereka.
نَسْأَلُ اللهَ جَلَّ
وَعَلَا بِأَسْمَائِهِ الْحُسْنَى وَصِفَاتِهِ العُلَا أَنْ يُبَارِكَ لَنَا
أَجْمَعِيْنَ فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّاتِنَا وَأَزْوَاجِنَا
وَذُرِّيَّاتِنَا وَأَمْوَالِنَا وَأَنْ يَجْعَلَنَا مُبَارَكِيْنَ أَيْنَمَا
كُنَّا، وَأَنْ يُعِيْذَنَا سُبْحَانَهُ مِنْ أَسْبَابِ مُحِقِ البَرَكَةِ إِنَّهُ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى سَمِيْعُ الدُّعَاءِ وَهُوَ أَهْلُ الرَجَاءِ وَهُوَ
حَسْبُنَا وَنِعْمَ الوَكِيْلِ.
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
عَظِيْمِ الإِحْسَانِ وَاسِعِ الفَضْلِ وَالجُوْدِ وَالْاِمْتِنَانِ, وَأَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ عِبَادَ
اللهِ:
اِتَّقُوْا اللهَ
فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرٍ أُمُوْرٍ دِيْنِهِ
وَدُنْيَاهُ
Ibadallah,
Ketika masa-masa awal
Islam berisi generasi terbaik, maka demikian pula pemimpin-pemimpin kala itu.
Ketika rakyat mulai rusak, maka pemimpin mereka juga mulai rusak. Jelas tidak
sejalan dengan hikmah Allah, (jika) pada zaman ini kita dipimpin oleh pemimpin
yang seperti Mu’awiyah dan Umar bin Abdul Aziz rahimahullah , apalagi dipimpin
oleh pemimpin sekelas Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan Umar radhiyallahu ‘anhu.
Akan tetapi pemimpin kita itu sesuai dengan kondisi kita. Begitu pula pemimpin
orang-orang sebelum kita sesuai dengan kondisi rakyat pada saat itu.
Masing-masing dari kedua hal tersebut merupakan sebab akibat dan tuntunan
hikmah Allah ‘Azza wa Jalla .
Orang yang punya
kecerdasan, apabila merenungkan masalah ini, maka dia akan menemukan bahwa
hikmah ilahiyah itu senantiasa berjalan seiring dengan qadha’ dan qadar, baik
yang tampak maupun yang tidak tampak, begitulah pula dalam masalah penciptaan
dan perintah agama. Jangan sampai Anda menduga dan menyangka bahwa ada diantara
qadha dan taqdir Allah yang tidak mengandung hikmah. Bahkan semua qadha dan
qadar Allah itu terjadi sesuai dengan hikmah dan kebenaran yang paling
sempurna. Tetapi, karena keterbatasan dan kelemahan akal manusia, sehingga
mereka tidak sanggup memahaminya, sebagaimana mata kelelawar karena lemahnya ia
tidak sanggup melihat sinar matahari. Akal-akal yang lemah ini, apabila
berjumpa dengan kebatilan, akan menerima dan menyebarkannya, sebagaimana
kelelawar yang terbang dan pergi saat kegelapan malam telah datang.
Cahaya siang menyilaukan
pandang kelelawar
Pantas jika ia ditemani
oleh gelap malam yang gulita”.
Oleh karena itu,
merupakan sebuah kesalahan jika kezhaliman penguasa Muslim diatasi dengan cara
pemberotakan dan perlawanan, bahkan agama Islam yang mulia ini senantiasa
menyerukan untuk taat selama ia tidak memerintahkan kepada kemaksiatan. Jika ia
memerintahkan kepada kemaksiatan maka rakyat tidak disyari’atkan untuk
mentaatinya, sebagaimana tidak disyari’atkan untuk memberontak dan melawannya
meskipun penguasa tersebut tergolong orang jahat.
Dari Hudzaifah
radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَكُونُ بَعْدِي
أَئِمَّةٌ لَا يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ، وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي،
وَسَيَقُوْمُ فِيْهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمِانِ
إِنْسِ قَالَ: قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ – يَارَسُوْلَ اللهِ- إِنْ أَدْرَكَنِي
ذَلِكَ؟ قَالَ: «تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ ، وَإِنْ ضَرَبَ ظَهْرَكَ،
وَأَخَذَ مَالَكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِع
Nanti setelahku, akan ada pemimpin-pemimpin
yang tidak mengambil petunjuk dari petunjukku dan tidak pula melaksanakan
sunnahku. Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang berhati setan
berbadan manusia.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan
jika aku mendapatkan zaman seperti itu?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Dengarlah dan ta’atlah kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa
punggungmu dan mengambil hartamu.Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.”
Muhammad Haqqiy
mengatakan ketika menafsirkan firman Allah ‘Azza wa Jalla:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Wahai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu.
(An-Nisa’/4:59)
Dia mengatakan,
“Ketahuilah bahwa para pemimpin itu sesuai dengan perbuatan para rakyatnya,
baik dan buruknya. Diriwayatkan bahwa ada yang mengatakan kepada al-Hajjaj bin
Yusuf, “Kenapa kamu tidak berbuat adil sebagaimana Umar padahal engkau
mendapati pemerintahan beliau radhiyallahu ‘anhu? Apakah engkau tidak melihat
keadilan dan kebaikannya?’ Ia menjawab, ‘Jadilah kalian seperti Abu Dzar
radhiyallahu ‘anhu, maka aku akan seperti Umar.”
Jika dalam kondisi
seperti di atas tidak disyari’atkan memberontak lalu bagaimana dengan keadaan
kita?
وَصَلُّوْا
وَسَلِّمُوْا رَعَاكُمُ اللهُ عَلَى مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ كَمَا أَمَرَكُمُ
اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ فَقَالَ: ﴿ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ
يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً ﴾ [الأحزاب:٥٦] ، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: (( مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا
عَشْرًا)) .
اَللَّهُمَّ صَلِّ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ اَلْأَئِمَّةَ المَهْدِيِيْنَ؛ أَبِيْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ،
وَعُمَرَ الفَارُوْقِ، وَعُثْمَانَ ذِيْ النُوْرَيْنِ، وَأَبِيْ الحَسَنَيْنِ
عَلِيٍّ, وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ
التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، وَعَنَّا
مَعَهُمْ بِمَنِّكَ وَكَرَمِكَ وَإِحْسَانِكَ يَا أَكْرَمَ الأَكْرَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ
الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ, وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ
أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا وَأصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ
أُمُوْرِنَا وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ
رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِمَا
تُحِبُّ وَتَرْضَى، اَللَّهُمَّ اجْعَلْ وَلِيَّ أَمْرِنَا مُبَارَكاً يَا ذَا
الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُ فِي أَعْمَالِهِ وَأَقْوَالِهِ
وَآرَائِهِ يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أَمْرِ
المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّكَ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا وَأَلِّفْ بَيْنَ
قُلُوْبِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَأَخْرِجْنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ
إِلَى النُّوْرِ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَأَزْوَاجِنَا
وَذُرِّيَاتِنَا وَأَمْوَالِنَا وَأَوْقَاتِنَا وَاجْعَلْنَا مُبَارَكِيْنَ
أَيْنَمَا كُنَّا.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ
لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ
وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ
لَنَا ذُنُبَنَا كُلَّهُ دِقَّهُ وَجِلَّهُ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ سِرَّهُ
وَعَلَنَهُ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا مَا قَدَّمْنَا وَمَا أَخَّرْنَا وَمَا
أَسْرَرْنَا وَمَا أَعْلَنَّا وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنَّا أَنْتَ
المُقَدَّمُ وَأَنْتَ المُؤَخِّرُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ.
اَللَّهُمَّ إِنَّا
نَسْتَغْفِرُكَ إِنَّكَ كُنْتَ غَفَّارًا، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَغْفِرُكَ
إِنَّكَ كُنْتَ غَفَّارًا فَأَرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْنَا مِدْرَارًا.
اَللَّهُمَّ اسْقِنَا وَأَغِثْنَا, اَللَّهُمَّ اسْقِنَا وَأَغِثْنَا, اَللَّهُمَّ
اسْقِنَا وَأَغِثْنَا, اَللَّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثاً مُغِيْثًا هَنِيْئاً
مَرِيْئًا سَحّاً طَبَقًا نَافِعاً غَيْرَ ضَارٍ عَاجِلاً غَيْرَ آجِلٍ,
اَللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاءِ وَأَخْرِجْ لَنَا يَا
حَيُّ يَا قَيُّوْمُ مِنْ بَرَكَاتِ الْأَرْضِ, اَللَّهُمَّ اسْقِنَا الغَيْثَ
وَلَا تَجْعَلْنَا مِنَ القَانِطِيْنَ, اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا, اَللَّهُمَّ
أَغِثْنَا, اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا. اَللَّهُمَّ أَعْطِنَا وَلَا تَحْرِمْنَا
اَللَّهُمَّ زِدْنَا وَلَا تَنْقُصْنَا، اَللَّهُمَّ آثِرْنَا وَلَا تُؤْثِرْ
عَلَيْنَا. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ وَنَتَوَجَّهَ إِلَيْكَ بِأَسْمَائِكَ
الحُسْنَى وَصِفَاتِكَ العُلْيَا وَبِأَنَّكَ أَنْتَ اللهُ الَّذِيْ لَا إِلَهَ
إِلَّا أَنْتَ يَا مَنْ وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءِ رَحْمَةً وَعِلْمًا أَنْ
تَسْقِيْنَا الغَيْثَ وَلَا تَجْعَلْنَا مِنَ القَانِطِيْنَ, اَللَّهُمَّ اسْقِنَا
وَأَغِثْنَا, اَللَّهُمَّ اسْقِنَا وَأَغِثْنَا, اَللَّهُمَّ اسْقِنَا
وَأَغِثْنَا, اَللَّهُمَّ يَا ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ أَنْزِلْ غَيْثاً
مُغِيْثًا هَنِيْئاً مَرِيْئًا سَحّاً طَبَقًا نَافِعاً غَيْرَ ضَارٍ, اَللَّهُمَّ
أَغِثْ قُلُوْبَنَا بِالإِيْمَانِ وَدِيَارَنَا بِالمَطَرِ يَا ذَا الجَلَالِ
وَالإِكْرَامِ.
وَآخِرُ دَعْوَانَا
أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ, وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارِكْ
وَأَنْعِمْ نَبِيَّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
(Diadaptasi dari majalah
As-Sunnah Edisi 06/Tahun XVIII/1436H/2014M).
Disadur dari Artikel
Khutbah Jum’at: KhotbahJumat.com
Posting Komentar untuk "Kalian Akan Dipimpin Oleh Orang Semisal Kalian - Khutbah Jum'at"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.