Negeriku Tanpa Pajak – Mungkinkah?
Oleh: Ustadz Budi Ashari,
Lc
Ribut-ribut soal pajak. Pajak merupakan penopang terbesar APBN
Indonesia. Pembiayaan terbesar negara ini berasal dari pajak. Sehingga negara ini
sangat bergantung pada pajak untuk pembangunan dan penggajian pegawainya.
Tapi seiring dengan itu
bermunculan para pegawai pajak yang kaya raya, walau hanya bergaji kecil.
Lembaga pajak pun dinobatkan sebagai salah satu lembaga paling korup di negara
muslim ini. Padahal disinyalir yang ditangkap baru tikus kecil. Para
pemimpinnya berlaku bak pahlawan yang sedang mengusir dan membantai tikus.
Para ahli bicara. Semua
memberi komentar. Kalimat paling standar pun muncul; kalau di rumah ada tikus,
bunuh tikusnya jangan bakar rumahnya. Belum pernah ada yang berani sekadar
berwacana: Negeri Tanpa Pajak. Walau sekadar berwacana. Tidak para ahli itu.
Tidak para pengamat. Tidak para motivator yang biasa mengajak orang keluar dari
kebiasaan. Tidak pemimpin agama.
Yang ada justru berbagai
macam jenis pajak terus bermunculan. Pemerintah yang berhasil mengumpulkan
pajak paling banyak sebagai income negara dianggap yang paling sukses. Saking
liarnya wacana pajak, rakyat kecil yang hanya berjualan di sepanjang trotoar
pun diwacanakan harus dipajaki. Nah, di sinilah dahsyatnya iman dan ilmu. Kalau
sulit dijumpai orang yang sekadar berwacana tentang negeri tanpa pajak.
Pembahasan kita ini bukan saja wacana. Bahkan merupakan iman! Dan telah teruji
secara empiris!!!
Pajak, Warisan Romawi dan
Persia
Dua negara adidaya itu yang mengajari tentang pajak. Berbagai macam pajak diwajibkan kepada rakyat. Tidak peduli apakah mereka tersiksa atau sekarat. Hidup semakin sulit. Sementara harta terkumpul di istana. Pantas saja, dua imperium besar itu layak dan harus ditutup. Karena kekuasaan yang dibangun di atas kedzaliman. Dan hanya Islam yang mampu menutupnya. Di zaman Khalifah adil Umar bin Khattab, keduanya berhasil tutup buku!
Berikut ini penjelasan
Prof. Dr. Akram Dhiya’ dalam ‘Ashr al Khilafah Ar Rasyidah tentang Romawi,
“Adapun keadaan
ekonominya, riba dan penimbunan adalah merupakan asas aturannya. Kaisar
Heraklius mewajibkan pajak-pajak baru terhadap penduduk wilayah-wilayah yang
berada di bawah kekuasaan Romawi, untuk menutup hutang besar pembiayaan perang
dengan Persia.”
Selanjutnya, Akram
menjelaskan dampak pajak-pajak yang semakin membuat income negara semakin besar
tetapi membuat rakyat semakin sengsara,
“Emperium Bizantium
mengalami penurunan drastis disebabkan oleh semakin besarnya berbagai pungutan
dan pajak. Penurunan pada aktifitas bisnis, diabaikannya sektor pertanian dan
semakin berkurangnya bangunan-bangunan.”
Akram menukil tulisan
Alfred J. Butler dari bukunya Arab Conquest of Egypt sebagai penguat hal
tersebut,
“Cukuplah untuk
menjelaskan bagaimana Emperium Romawi mengatur wilayah-wilayahnya dengan
melihat tulisan Butler tentang pengaturan Mesir: Romawi di Mesir menetapkan
pajak jiwa juga pajak-pajak yang jenisnya banyak sekali.
Dia juga menjelaskan:
Tidak diragukan lagi, pajak-pajak Romawi di luar kemampuan masyarakatnya.
Dijalankan tanpa mempedulikan asas keadilan.
Dia kembali menjelaskan:
Pemerintahan Romawi di Mesir hanya memiliki satu tujuan yaitu mengumpulkan
harta sebanyak-sebanyaknya dari rakyat untuk pundi-pundi bagi para penguasa.
Akram juga menukil
literatur lain tulisan William J. Durant sebagai penguat: Bahkan masyarakat
asli Romawi sendiri merasa keberatan terhadap pajak-pajak tersebut, khususnya
para petani yang terpaksa menjual tanah-tanah mereka untuk membayar pajak dan
kemudian pergi meninggalkan kotanya.
Keadaan ketika masyarakat
tercekik oleh pajak yang digunakan untuk pesta para penguasa, membuat mereka
berlari ketika ada alternatif lain. Apalagi yang datang bukan buaya sebagai
pengganti singa. Benar-benar generasi cahaya.
Saat Amr bin Ash memimpin
penaklukan Mesir, dia menjumpai masyarakat Mesir justru menyambut dengan baik
kehadiran muslimin. Apalagi mereka telah mendengar keadilan muslimin begitu
terkenal di seluruh dunia.
Amr bin Ash berangkat
dari Paletina, masuk ke Mesir melalui Rafah, menuju Arisy terus ke Farma
berikutnya Kairo dan Iskandariyah.
DR. Ali Ash Shalaby
berkata, “Amr maju (masuk Mesir) ke arah barat, dia tidak menemui pasukan
Romawi kecuali setelah sampai di wilayah Farma. Adapun sebelum wilayah itu,
masyarakat Mesir menyambutnya ucapan selamat datang dan kegembiraan.”
Sebenarnya ini ancaman
bagi negeri manapun. Masyarakat yang sudah muak dengan pajak yang semakin
menyulitkan dan para penguasa yang berpesta, mereka akan segera menumpahkan
kesetiaannya bagi kekuatan yang membebaskan mereka dari perpajakan. Untuk
itulah setelah Amr bin Ash berhasil membuka Mesir, dia resmi mengumumkan
ditutupnya pajak. Dan begitulah diberlakukan di seluruh dunia kekhilafahan saat
itu.
Penghapusan Pajak di
Pemerintahan Nuruddin Az Zenky
Nuruddin Az Zenky adalah
seorang penguasa muslim yang hebat. Menegakkan aturan Islam di masyarakat.
Menjaga keutuhan negara dari berbagai serangan; baik dari sekte-sekte sesat dan
pasukan salib. Dialah yang berhasil menyatukan kembali Syam yang terkoyak
karena perpecahan dan akhirnya lemah di hadapan musuh Islam. Negara menjadi
tempat yang nyaman untuk beraktifitas ekonomi. Keamanan, kemakmuran, berawal
dari keadilan dan jihad Nuruddin Mahmud Az Zenky. DR. Ali Ash Shalaby menulis
buku:
عصر الدولة الزنكية
ونجاح المشروع الإسلامي بقيادة نور الدين محمود
الشهيد في مقاومة التغلغل الباطني والغزو الصليبي
Zaman Pemerintahan Zenky
"Keberhasilan Gerakan
Islam dipimpin Nuruddin Mahmud Asy Syahid menghadapi Kebatinan dan Perang
Salib"
Salah satu konsep
Nuruddin Az Zenky membangun keadilan, kebesaran dan kemakmuran negara adalah
dengan dihilangkan semua bentuk pajak dan pungutan. Seluruh wilayahnya; Syam,
Jazirah Arab, Mesir dan lainnya tadinya harus mengeluarkan pajak dengan besaran
hingga mencapai 45%. Pengumuman resmi kenegaraan disampaikannya di seluruh
wilayah, di masjid-masjid. Inilah yang dibacakan oleh Nuruddin di Mosul tahun
566 H di hadapan masyarakat:
وقد قنعنا من الأموال باليسير من الحلال، فسحقا للسحت، ومحقاً للحرام الحقيق
بالمقت، وبعداً لما يبعد من رضا الرب، وقد استخرنا الله وتقربنا إليه بإسقاط كل
مكس وضريبة في كل ولاية لنا بعيدة أو قريبة ومحو كل سنة سيئة شنيعة، ونفي كل مظلمة
فظيعة وإحياء كل سنة حسنة .. إيثاراً للثواب الآجل على الحطام العاجل
“Kami rela dengan harta
yang sedikit tapi halal, celakalah harta haram itu, sungguh celaka. Jauh dari
ridho Robb. Kami telah istikhoroh kepada Allah dan mendekatkan diri kepada Nya
dengan menghapus segala bentuk pungutan dan pajak di semua wilayah; yang dekat
ataupun yang jauh. Menghilangkan semua jalan buruk, meniadakan setiap
kedzaliman dan menghidupkan setiap sunnah (jalan) yang baik…lebih memilih
balasan di kemudian hari di bandingkan kehancuran yang segera.”
Tak hanya membacakan
resmi keputusan baru negara di setiap wilayahnya. Tetapi Nuruddin juga memohon
kepada para khatib-khatib di masjid-masjid untuk menyampaikan permohonan maaf
negara atas pungutan dan pajak yang selama ini diambil.
Pemerintahan Nuruddin
Zenky selanjutnya memberikan ancaman hingga hukuman mati bagi siapapun pejabat
yang masih melakukan pungutan atau pajak.
Pasti kemudian muncul
pertanyaan: dari mana, negara membiayai semua kegiatannya.
Islam mempunyai jawaban
yang sangat lengkap. Sumber pemasukan negara yang ditetapkan Islam halal dan
berkah. Kehalalan dan keberkahan lah yang membuat negara justru menjadi lebih
banyak pemasukannya.
Tulisan ini belum
membahas detail masalah itu. Dan justru di sinilah pentingnya para ulama hari
ini menyuguhkan konsep jelas dan detailnya.
Tetapi mari kita
dengarkan hasil global yang diperoleh oleh pemerintahan Nuruddin.
DR. Ali Ash Shalaby
menjelaskan, “Hasil yang lazim setelah itu, masyarakat menjadi lebih giat untuk
bekerja. Para pebisnis mau mengeluarkan harta-harta mereka untuk terus
berbisnis. Pungutan yang sesuai dengan syariat justru berlipat-lipat lebih
banyak dibandingkan pungutan haram.”
Kemudian dia menukil
kalimat Ibnu Khaldun: “Perlakuan tidak baik terhadap harta masyarakat, akan
melenyapkan harapan mereka dalam mengembangkan harta mereka. Karena mereka
sadar, ujungnya uang mereka akan hilang dari tangan. ika ini terjadi, maka
mereka akan cenderung menahan diri untuk berkarya. Tergantung seberapa besar
kedzaliman terhadap mereka, sebesar itulah mereka menahan diri dari
pengembangan harta. Maka rugilah pasar-pasar, gedung-gedung dan rusaklah
keadaan…..kedzaliman terhadap harta masyarakat, kehormatan, darah dan rahasia
mereka menyebabkan keguncangan dan kerusakan sekaligus. Negara pun runtuh
dengan cepat.”
Hasil baik dari
penghapusan pajak yang sering tidak diduga di zaman egois seperti ini adalah
peran orang-orang kaya terhadap masyarakat miskin. Terbentuklah masyarakat yang
saling menanggung dan menjamin seperti yang terjadi di pemerintahan Nuruddin
Zenky. Hal ini mereka lakukan karena meneladani pemimpin negara sekaligus
mengharap balasan dari Allah. Sehingga bermunculanlah swadaya untuk membangun
sekolah-sekolah, masjid-masjid, rumah-rumah yatim dan sebagainya.
So, solusi itu memang
hanya ada di Islam.
Negeri tanpa pajak
bukanlah wacana. Negeri tanpa pajak adalah solusi pembangunan yang benar-benar
membangun. *)
Posting Komentar untuk "Negeriku Tanpa Pajak – Mungkinkah?"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.