Kadar Mengusap Kepala Saat Berwudhu
Kewajiban mengusap kepala
merupakan kesepakatan (ijma’) ulama berdasarkan firman Allah ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا
وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ
وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
"Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki.” (QS. Al-Maaidah: 6)
Akan tetapi mereka
(ulama) berbeda pendapat tentang kadar kewajiban pengusapan terhadap kepala
ini. Secara garis besar dapat dikelompokkan dalam tiga macam pendapat.
1. Ada yang mengatakan
cukup mengusap jambul/bagian depan kepala yang merupakan seperempat bagian dari
kepala. Ini adalah pendapat madzhab Hanafiyyah.(1)
Mereka berdalil dengan:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا التَّيْمِيُّ عَنْ بَكْرٍ
عَنِ الْحَسَنِ عَنِ ابْنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ
وَمَسَحَ عَلَى الْخُفَّيْنِ وَالْعِمَامَةِ قَالَ بَكْرٌ وَقَدْ سَمِعْتُهُ مِنْ
ابْنِ الْمُغِيرَةِ
Telah menceritakan kepada
kami Yahyaa bin Sa’iid, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami At-Taimiy,
dari Bakr, dari Al-Hasan, dari Ibnul-Mughiirah bin Syu’bah, dari ayahnya:
Bahwasannnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berwudlu, lalu beliau mengusap
jambulnya, kedua khuff dan imamah (sejenis surban penutup kepala). Bakr berkata:
"Aku mendengarnya dari Ibnul-Mughiirah" (Diriwayatkan oleh Ahmad,
4/255; shahih).
Sisi pendalilannya adalah: Saat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengusap imamahnya, beliau tetap mengusap jambulnya yang nampak; sehingga dipahami bahwa itulah kadar wajib pengusapan dan selebihnya (mengusap imamah) adalah sunnah. Tidak mungkin diwajibkan pada waktu bersamaan antara mengusap sesuatu yang wajib secara asal dengan mengusap penggantinya (yaitu imamah).
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنِي
مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ أَبِي
مَعْقِلٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ وَعَلَيْهِ عِمَامَةٌ قِطْرِيَّةٌ فَأَدْخَلَ
يَدَهُ مِنْ تَحْتِ الْعِمَامَةِ فَمَسَحَ مُقَدَّمَ رَأْسِهِ وَلَمْ يَنْقُضْ
الْعِمَامَةَ
Telah menceritakan kepada
kami Ahmad bin Shaalih: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb: telah
menceritakan kepadaku Mu’aawiyyah bin Shaalih, dari ‘Abdul-‘Aziiz bin Muslim,
dari Abu Ma’qil, dari Anas bin Maalik, ia berkata: "Aku pernah melihat
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam berwudhu dalam keadaan memakai sorban
qithriyah. Beliau memasukkan tangannya dari bawah surbannya kemudian mengusap
bagian depan kepalanya tanpa menanggalkan surban” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud
no. 147).
Namun hadits ini lemah(2),
sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.
عن معمر عن أيوب عن نافع أن بن عمر كان يدخل يديه في الوضوء فيمسح بهما مسحة
واحدة اليافوخ قط
Dari Ma’mar, dari Ayyuub,
dari Naafi’: "Bahwasannya Ibnu ‘Umar pernah memasukkan kedua tangannya
saat berwudlu lalu mengusap hanya dengan satu usapan di ubun-ubunnya” (Diriwayatkan
oleh ‘Abdurazzaaq dalam Al-Mushannaf no. 7; shahih).
Ibnu ‘Umar hanya
mencukupkan mengusap ubun-ubunnya saja ketika berwudlu, padahal telah diketahui
ia adalah salah seorang shahabat yang sangat bersemangat mengikuti Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada setiap sisinya.
2. Ada yang mengatakan
diwajibkan mengusap kepala sebagian dari kepala meskipun hanya sehelai rambut –
selama itu masih dalam cakupan makna mengusap. Ini adalah madzhab Syaafi’iyyah.(3)
Mereka memahami huruf ba’
pada firman Allah ta’ala:
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ
"dan usaplah
kepalamu”
adalah tab’iidl
(menunjukkan sebagian); sehingga maknanya adalah: "usaplah sebagian
kepalamu”.
Mereka juga berdalil
dengan hadits Al-Mughiirah di atas dengan pemahaman bahwa beliau mencukupkan
diri dengannya. Tidak benar hadits itu menunjukkan kadar pengusapan seperempat
kepala sebagaimana pendapat Hanafiyyah, sebab jambul itu bukan seperempat
bagian dari kepala. Begitu pula sepertiga, atau setengahnya. Yang wajib
hanyalah mengusap saja, tanpa ada batasan tertentu dari kepala.
3. Ada yang mengatakan
wajib mengusap seluruh kepala. Ini adalah madzhab Maalikiyyah,(4) yang masyhur
dari madzhab Hanabilah,(5) dan pendapat yang dipilih oleh Al-Muzanniy dari
kalangan Syafi’iyyah.(6)
Mereka berdalil dengan
hadits sebagai berikut:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ
عَمْرِو بْنِ يَحْيَى الْمَازِنِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِعَبْدِ
اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ وَهُوَ جَدُّ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى أَتَسْتَطِيعُ أَنْ
تُرِيَنِي كَيْفَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَتَوَضَّأُ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ نَعَمْ فَدَعَا بِمَاءٍ فَأَفْرَغَ
عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثًا ثُمَّ
غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ إِلَى
الْمِرْفَقَيْنِ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ
بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ثُمَّ
رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ
Telah menceritakan kepada
kami ‘Abdullah bin Yuusuf, ia berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Maalik,
dari ‘Amru bin Yahyaa Al-Maaziniy, dari ayahnya: Bahwasannya ada seorang
laki-laki berkata kepada ‘Abdullah bin Zaid - dia adalah kakek 'Amru bin Yahyaa
-: "Bisakah engkau perlihatkan kepadaku bagaimana Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam berwudlu?". 'Abdullah bin Zaid lalu menjawab:
"Tentu" ‘Abdullah lalu minta diambilkan air wudlu, lalu ia menuangkan
air pada kedua tangannya dan membasuhnya dua kali, lalu berkumur dan
mengeluarkan air dari dalam hidung sebanyak kali, kemudian membasuh mukanya
tiga kali, kemudian membasuh kedua tangan dua kali dua kali sampai ke siku,
kemudian mengusap kepalanya dengan tangan, dimulai dari bagian depan dan
menariknya hingga sampai pada bagian tengkuk, lalu menariknya kembali ke tempat
semula. Setelah itu membasuh kedua kakinya" (Diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy no. 185).
Mereka juga berdalil
dengan hadits Al-Mughiirah di atas dengan pemahaman bahwa Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam tetap mengusap surbannya, tidak hanya mencukupkan dengan
mengusap jambulnya. Pengusapan surban adalah pengusapan terhadap kepala yang
tertutup. Jika memang mengusap jambul itu telah mencukupi, maka beliau tidak
perlu untuk mengusap surbannya. Tapi kenyataanya beliau tetap menyempurnakan
mengusap imamah-nya.
Juga berdalil dengan
firman Allah ta’ala:
وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ
"dan hendaklah
mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).”
Sisi pendalilannya adalah:
Tidak sah melakukan thawaf saat ibadah haji hanya sebagiannya saja. Sama halnya
dengan QS. Al-Maaidah ayat 6, bahwa tidak sah mengusap kepala hanya sebagiannya
saja. Oleh karena itu, huruf baa’ pada dua ayat di atas adalah sama, yaitu
lil-ilshaaq (untuk melekatkan), bukan tab’iidl (menunjukkan sebagian). Inilah
yang sesuai dengan kaidah bahasa Arab, sebagaimana dikatakan oleh Sibawaih.(7)
Tarjih:
Dari dalil dan alasan
yang dikemukakan, maka pendapat yang menyatakan wajibnya mengusap seluruh
kepala adalah pendapat yang paling kuat dengan dasar nash dan alasannya. Ia
adalah pendapat yang lebih hati-hati (ahwath). Namun di sisi lain, pendapat
yang menyatakan kebolehan mengusap sebagian dari jambul kepala juga kuat dari
sisi perbuatan Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa dimana diketahui ia merupakan
shahabat yang sangat bersemangat untuk ber-ittiba’ kepada Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam.
Wallaahu a’lam.
Semoga ringkasan
pembahasan ini bermanfaat bagi kita semua.
Oleh: Abul Jauzaa' Dony Arif Wibowo
Footnote:
(1) Al-Mabsuuth 1/63,
Badaai’ush-Shanai’ 1/4, Haasyiyyah Ibni ‘Aabidiin 1/99, Syarh Fathil-Qadiir
1/17, dan Syarh Ma’aanil-Aatsaar 1/31.
(2) Kelemahannya terletak
pada Abu Ma’qil. Tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali ‘Abdul-‘Aziiz bin
Muslm, dan tidak ada seorang imam pun yang men-tautsiq-nya, sehingga statusnya
majhul ‘ain. Ibnul-Qaththaan berkata: "Majhuul”. Begitu pula yang dinukil
dari Ibnu Baththaal dan yang lainnya (Tahdziibut-Tahdziib, 12/242 no. 1101).
Juga, ‘Abdul-‘Aziiz bin Muslim Al-Anshariy. Ibnu Hajar berkata: "Maqbuul” (At-Taqriib,
hal. 616 no. 4151). Maksudnya, riwayatnya diterima jika ada mutaba’ah, dan jika
tidak maka lemah. Di sini ia bersendirian dalam periwayatan dari Abu Ma’qil.
(3) Al-Majmuu’ 1/430,
Al-Haawiy Al-Kubraa 1/114, Asnal-Mathaalib 1/33, dan Tuhfatul-Muhtaaj 1/209.
(4) Al-Istidzkaar 2/30,
Al-Muntaqaa oleh Al-Baajiy 1/38, dan Mawaahibul-Jaliil 1/202.
(5) Ar-Riwaayataini
wal-Wajhain 1/72, Al-Inshaaf 1/161, Al-Mughniy 1/86, Al-Fataawaa Al-Kubraa oleh
Ibnu Taimiyyah 1/276, dan Al-Furuu’ 1/147.
(6) Mukhtashar
Al-Muzanniy hal. 2, Al-Majmuu’ 1/431, dan Al-Haawiy Al-Kubraa 1/114.
(7) Dibawakan oleh
Asy-Syaukaaniy dalam Nailul-Authaar 1/84 atau 1/193.
Ikuti terus sosial media
Tim Kabel Dakwah:
Youtube: Kabel Dakwah
Twitter: Kabel Dakwah Official
Facebook: Kabel Dakwah Official
Instagram: Kabel Dakwah
Website: Kabeldakwah.com
Kami Juga melayani:
1. Jasa Pembuatan Website
Wordpress / Blogger
2. Iklan Publikasi di Website
Kabeldakwah.com
3. Instal Ulang Windows
4. Penjualan Theme Blogger
5. Instal Ulang Software
Aplikasi
6. Pembuatan Jersey
7. Pemesanan Snack
(Khusus Area Cilacap Kota)
8. Pemesanan Aplikasi
Raport
9. Indexing Website
10. Privat Mengaji
(Online), Dan Lain-Lain.
Hubungi Kami Di Sini
Dukung Kabeldakwah.com dengan menjadi SPONSOR dan
DONATUR.
SARAN / MASUKAN, Konfirmasi SPONSOR & DONASI hubungi:
089673617156
Kirim Sponsor dan Donasi Anda ke Rek Berikut:
BSI 7055429997 a.n. Nurul Azizah
Posting Komentar untuk "Kadar Mengusap Kepala Saat Berwudhu"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.