Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Terhadap Pemimpin atau Penguasa Suatu Negeri
Diantara salah satu
prinsip Aqidah Ahlussunnah terhadap Pemimpin adalah memiliki sikap yang baik
dalam bermuamalah terhadap pemimpin kaum muslimin.
قال الإمام
إسحاق بن إبراهيم مخلد: قال لي الأمير عبد الله ابن طاهر: يا أبا يعقوب، هذا
الحديث الذي ترويه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم "ينزل ربنا عز وجل كل
ليلة إلى سماء الدنيا" كيف ينزل؟ قال: قلت: أعز الله الأمير، لا يقال لأمر
الرب عز وجل كيف، إنما ينزل بلا كيف.
Berkata Imam Besar imamnya para imam yaitu
Ishaq bin Ibrahim bin Mahklad Abu Ya'qub Al-Handzholi atau yang masyhur dengan
panggilan Ishaq bin Rohawaih: Seorang pemimpin yang bernama Abdullah ibnu
Thohir bertanya kepadaku, 'Wahai Abu Ya'qub, hadits yang engkau riwayatkan dari
Rasulullah ini "Rabb kita Azza wa Jalla turun ke langit dunia",
bagaimana Dia turun?' Maka aku menjawab: 'Semoga Allah memuliakanmu wahai
Pemimpin, perbuatan Allah Azza wa Jalla tidak ditanya bagaimana, akan tetapi
Dia turun tanpa dibagaimanakan.' (الحافظ
تقي الدين أبو محمد عبد الغني، الاقتصاد في الاعتقاد، ١١٢)
Faedah yang bisa dipetik:
1) Mendoakan kebaikan
untuk pemimpin.
2) Bersikap santun
terhadap Pemimpin dalam menjelaskan ilmu.
Sebagaimana hukum asal
dalam berdakwah adalah lemah lembut seperti dalam firman Allah Surat An-Nahl
ayat 125, dan dalil khusus dalam bermuamalah kepada pemimpin yaitu surat Thaha
ayat 43 - 44.
Berkaitan pula dalam hal
ini adalah:
1. Mentaati pemimpin
dalam hal yang ma'ruf atau tidak bertentangan dengan syari'at Islam.
2. Jika ada kebijakan
pemimpin yang bertentangan dengan syari'at, maka tidak ada kewajiban
mematuhinya dalam perkara itu saja, dan wajib taat dalam hal lain yang tidak
bertentangan.
Adapun bagaimana cara bersikap terhadap kebijakan yang bertentangan adalah:
● Menasehati Pemimpin
dengan cara yang Baik dan Bijak
Jika mampu menasehatinya
dengan cara berdua-duaan di hadapannya, bukan di tempat umum, dengan kata-kata
yang baik, maka itu sesuai sunnah Rasul, sebagaimana dalam hadits:
من أراد أن ينصح
لذي سلطان فلا يبده علانية، ولكن يأخذ بيده فليخلو به، فإن قبل منه فذاك وإلا كان
قد أدى الذي عليه.
“Barangsiapa yang ingin
menasihati penguasa, janganlah ia menampakkan dengan terang-terangan, akan
tetapi hendaklah ia melakukannya dengan menyendiri berduaan dengannya. Jika
nasehat itu diterima, maka itu kebaikan untuknya, jika nasehatnya tidak
diterima, maka ia telah melaksanakan kewajiban menasehatinya." [HR. Ibnu
Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (II/507-508, bab Kaifa Nashiihatur Ra’iyyah lil
Wulaat, no. 1096, 1097, 1098), Ahmad (III/403-404) dan al-Hakim (III/290) dari
‘Iyadh bin Ghunm Radhiyallahu anhu]
● Jika Tidak Mampu
Menasehati Dengan Cara Yang Baik
Jika seorang tidak mampu
menasehati pemimpin atau penguasa dengan cara yang baik maka tetap ikuti
nasehat Rasulullah dalam menyikapi, beliau bersabda:
إنه يستعمل
عليكم أمراء فتعرفون وتنكرون فمن كره فقد برئ ومن أنكر فقد سلم ولكن من رضي وتابع
رواه مسلم: 3/1481
1854
“Sesungguhnya akan diangkat para pemimpin yang
kalian mengenal dan mengingkari (tindak-tanduk mereka), barang siapa yang
membenci (dalam hal yang bertentangan) sungguh ia telah terlepas dari dosa, dan
barang siapa yang mengingkarinya sungguh ia telah selamat, tetapi siapa yang
ridha dan mengikutinya (maka ia ikut berdosa).”
Maka, mengingkari sesuai
kemampuan kita dengan mengingkari dalam hati.
● Tidak Mencela
Pemimpin, atau mengkritik kesalahan pemimpin di hadapan umum atau di media
sosial dengan berkembangnya teknologi di akhir zaman
عن زياد بن كسيب
العدوى، قال: كنت مع أبي بكرة تحت منبر ابن عامر وهو يخطب وعليه ثياب رقاق، فقال
أبو بلال: انظر إلي أميرنا يلبس ثياب الفساق. فقال أبو بكرة: اسكت، سمعت رسول الله
يقول: من أهان سلطان الله في الأرض أهانه الله.
Dari Ziad Al-Adawi berkata dahulu aku bersama
Abu Bakrah radhiyallah'anhu di bawah minbar Ibnu Amir (Gubernur) yang sedang
berkhutbah mengenakan pakaian tipis, lantas Abu Bilal berkata, 'Lihatlah
pemimpin kita, dia mengenakan baju orang fasiq.' Maka Abu Bakrah radhiyallahu‘anhu,
salah seorang sahabat Nabi, menyanggah, “Diam engkau! Aku pernah mendengar Nabi
Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, 'Barangsiapa menghina pemimpin di dunia,
niscaya Allah akan menghinakannya’." (Hadis hasan riwayat Ibnu Abi ‘Ashim:
2/294)
Hadits di atas sangat jelas, bahwa Rasulullah
mendoakan kehinaan bagi yang mencela pemimpin, dan shahabat Rasulullah turut
menegur pengkritik pemimpin di hadapan umum. Maka kita lebih patut
untuk menjauhi hal yang Rasulullah doakan kejelekan dan para shahabatnya
menegurnya dari perbuatan dan pelakunya.
● Mendoakan Kebaikan
Untuk Pemimpin
Inilah sikap seorang muslim
yang bertauhid dalam upaya memperbaiki keadaan pemimpin.
Imam Al-Barbahary rahimahullah berkata:
وإِذا رأيت
الرجل يدعو على السلطان فاعلم أنه صاحب هوى، وإِذا رأيت الرجل يدعو للسلطان
بالصلاح، فاعلم أنه صاحب سنة إن شاء الله
“Jika engkau melihat seseorang mendoakan
kejelekan kepada penguasa maka ketahuilah bahwa dia adalah pengekor hawa nafsu
(ahli bidah), dan jika engkau melihat seseorang mendoakan kebaikan kepada
penguasa maka ketahuilah bahwa dia adalah ahli sunnah Insya Allah.”
Pesan:
Hikmah dari wasiat Rasulullah seputar
bermuamalah dengan pemimpin adalah seperti contoh yang sampai saat ini terjadi
di salah satu negara Timur Tengah yaitu Suriah dan sekitarnya. Itulah takdir Allah yang
dengannya terdapat pelajaran bagi yang mau mengambil pelajaran.
Maka patutlah bagi saya
turut menyampaikan hadits-hadits Rasulullah yang berkaitan bermuamalah dengan
pemimpin kaum muslimin, selain mendakwahkan aqidah ahlus sunnah juga menjaga
kemaslahatan kaum muslimin dan negeri ini. Kendati manfaatnya dakwah dengan
tulisan di medsos tak jauh dari mengingatkan, namun minimal semoga berbalas
pahala dan terbuka kembali hati yang lalai dari AQIDAH AHLUS SUNNAH TERHADAP
PEMIMPIN.
✍🏻 Ditulis oleh: Abdullah
Bimo As-Sidarji hafidzahullah, 28 Rabiul Akhir 1442 H
Posting Komentar untuk "Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah Terhadap Pemimpin atau Penguasa Suatu Negeri"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.