Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ketika Terjadi Perbedaan Penetapan Tanggalan Bulan Dzulhijjah, Kapan Kita Melakukan Puasa Arafah dan Kapan Kita Berhari Raya?


Pembahasan Pertama:

Penentuan Awal Bulan Hijriah

Kita sepakat karena cara penentuan awal bulan ialah dengan Rukyatul Hilal, berdasarkan Firman Allah Subhanahu Wa Ta'alaa:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

”Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (QS. Al Baqarah: 185)

Dan Hadits dari Nabi Shalallahu alaihi wasallam:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ وَانْسُكُوا لَهَا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا ثَلَاثِينَ فَإِنْ شَهِدَ شَاهِدَانِ فَصُومُوا وَأَفْطِرُوا

“Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Jika -hilal- itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari, jika ada dua orang saksi, berpuasa dan berbukalah kalian.”

Kedua dalil diatas adalah bagian dari dalil² umum yang dijadikan acuan oleh sejumlah Ulama Islam terkait bagaimana "Tata cara menentukan awal bulan Hijriyah".

Yaitu dengan Melihat Hilal di hari ke-29 maka besok masuk tanggal 1 Adapun jika tidak nampak maka meng-Ikmal kan bulan menjadi 30.

Cabang Permasalahan terkait:

Ketika terdapat perbedaan penentuan keputusan dalam menentukan "Awal Bulan Hijriah" termasuk di negeri kita tercinta Indonesia sendiri (seperti yang kita ketahui di Indonesia  terdapan ragam Organisasi Islam yang memiliki metode masing-masing dalam menentukan awal bulan hijriyah). Atau pun bahkan perbedaan dengan negeri yang lain, biasanya ditimbang dengan penentuan dari Kerajaan Saudi Arabia.

Sebagaimana ketika di bulan Ramadhan berselisih "berapa jumlah hari bulan tersebut?". Ketika pihak Arab Saudi menentukan 29 hari dan Indonesia menentukan 30 hari (Seperti yang terjadi pada tahun ini). Kapan malam ganjil itu terhitung terlebih lagi kapan malam ke-27. Ketika di Arab Saudi malam ke-27 maka di Indonesia malam ke-26, dsb.

Itu untuk Bulan ramadhan...

Begitu juga permasalahan dibulan Dzulhijjah. Ketika pemerintah Indonesia menetapkan bahwa Tanggal 1 Dzulhijjah jatuh pada hari Jumat, yang menyebabkan tanggal 9 Dzulhijjah itu dihari Sabtu. yaitu dimana ditanggal 9 lah Arafah di lakukan.

Akan tetapi pihak pemerintah Arab Saudi menetapkan bahwa Tanggal 1 Dzulhijjah pada hari Kamis, yang mana menyebabkan tanggal 9 Dzulhijjah jatuh pada hari Jum'at.

Dikarenakan Ibadah Wuquf pada hari Arafah itu dilakukan di Negara Arab Saudi, maka timbul lah perbincangan.

"Apakah kita berpuasa di hari orang-orang Wuquf di Arafah atau kita berpuasa ditanggal 9 mengikuti urutan hari yang ditetapkan oleh pemerintah?"

Jika menilik didalam pembahasan "Al-Istish-hab (الاستصحاب)" yang mana bab ini dibahas di buku-buku Ushulul Fiqh.

Kaidah mengatakan:

الأصل بقاء ما كان على ما كان

"Hukum Asal adalah Meletakkan hukum sesuatu sebagaimana keberadaan awal sesuatu sebelumnya."

Didalam kaidah tersebut membunyai cabang masalah dibawahnya. Yang mana ulama Ushuliyyin menamakan dengan براءة الأصلية atau نفي الأصلي.

Hukum Asalnya ialah, Kaum Muslimin yang tidak melakukan Wuquf di Arafah disyariatkan untuk melakukan puasa.

Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)

Imam Nawawi dalam Al Majmu’  berkata:

"Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah: Disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi’ secara ringkas dan ini juga menurut ulama Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadits dari Ummul Fadhl.”

Ibnu Muflih dalam Al Furu’ -yang merupakan kitab Hanabilah-  mengatakan:

 “Disunnahkan melaksanakan puasa pada 10 hari pertama Dzulhijjah, lebih-lebih lagi puasa pada hari kesembilan, yaitu hari Arafah. Demikian disepakati oleh para ulama.”

Adapun orang yang berhaji tidak disunnahkan untuk melaksanakan puasa Arafah.

عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ

“Dari Ummul Fadhl binti Al Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian mereka mengatakan, ‘Beliau berpuasa.’ Sebagian lainnya mengatakan, ‘Beliau tidak berpuasa.’ Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya.” (HR. Bukhari no. 1988 dan Muslim no. 1123)

Kita semua sepakat bahwasanya Wuquf di Arafah itu dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Namun timbul permasalahan bahwasanya pemerintah kita menetapkan tanggal 9 Dzulhijjah dihari yang berbeda dengan waktu pelaksanaan Wuquf Arafah.

Sebagian bersikeras bahwasanya kita berpuasa pada saat orang-orang Wuquf, sebagian yang lain mengatakan bahwa hukum asal Arafah itu pada tanggal 9 Dzulhijjah maka kita berpuasa di tanggal tersebut (yaitu berpacu pada tanggal Asal).

Jika kita menerapkan kaidah الاستصحاب pada pembasahan ini.

Yang mana salah satu kaidah nya ialah,

ما ثبت بزمان يحكم ببقائه ما لم يوجد دليل على خلافه

"Segala yg telah tetap pada suatu waktu, dihukumi tetap berlaku sebagaimana keberadaan awalnya, selama tidak terdapa dalil yang menyelisihinya."

Ketika kita mengatakan bahwa puasa Arafah itu dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Yaitu ketika telah ditetapkan bahwa tanggal 1 Dzulhijjah di hari Jum'at maka puasa arafah dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah dihari Sabtu.

Maka kita berpegang dengan hukum asal.

Lalu Ketika kita masukkan kedalam cabang masalah pada الاستصحاب. Maka ketika kita berpegang kepada asal hukum lalu datang dalil yang bersebrangan yaitu, hadits:

الحج عرفة

"Inti ibadah Haji adalah (wukuf) di Arafah."

Maka dari itu Madzahibul Arba'ah menyandarkan puasa Arafah yaitu ketika kaum muslimin Wuquf di Arafah.

Sehingga ketika telah ditetapkan bahwa Wuquf Arafah dilakukan pada hari Jumat maka kita berpuasa dihari tesebut. Karena kita bersandar pada Hadits tsb.

Jika sekiranya seorang bertanya "kenapa anda tidak berpuasa pada hari ini (yaitu hari ke-9)?" Yang menandakan bahwa dia berpegang kepada hukum asal.

Kita dapat menyelsihi orang tersebut ketika kita mendatangkan dalil yang shahih.

Maka sandaran nya dalam menentukan hitungan hari dalam Dzulhijjah ialah dengan Rukyatul Hilal akan tetapi dengan adanya hadits tsb maka sandaran nya ke Wuquf Arafah.

Lalu ada yg mengatakan "bukannya ketika penetapan juga dengan Rukyatul Hilal?"

Benar, akan tetapi Rukyatul Hilal untuk menentukan kapan Arafah. Ketika sudah ditentukan kapan dilakukan Arafah lalu kita menyandarkan amalan amalan di bulan Dzulhijjah pada hari Arafah.

 

Pembahasan Kedua:

Kapan Kita Melaksanakan Shalat 'Iedul Adha?

Setelah kita membahas kapan melaksanakan puasa Arafah maka kita beralih ke Shalat 'Iedul Adha.

Ketika Wuquf Arafah dilakukan pada hari Jumat lalu pemerintah kita menetapkan 'Iedul Adha pada hari Ahad. Kapan kita melakukan shalat?

Apakah kita mengikuti tanggalan sebagaimana kita berpuasa di hari ke-9 Dzulhijjah yg jatuh pada hari Jum'at berati tanggal 10 Dzulhijjah jatuh pada hari Sabtu maka kita melaksanakan shalat 'Ied?

Jawaban nya ialah yang utama dia melaksanakan puasa Arafah ketika kaum muslimin Wuquf di Arafah (Tanggal 8 Dzulhijjah sesuai yang ditetapkan pemerintah) dan berhari raya untuk melaksanakan shalat 'Iedul Adha bersama pemerintah pusat(tanggal 10 Dzulhijjah yg di tetapkan oleh pemerintah).

 

Jika ada yang mengatakan "berarti kita shalat Iedul Adha di tanggal 11 Dzulhijjah?"

Jawab: Shalat yg dikerjakan tsb dianalogikan dgn seseorang yg terhalang dan memiliki udzur pengerjaannya pada waktunya, sehingga diakhirkan dihari selanjutnya.

Hal ini dibahas di fiqih pada pembahasan

المتعذر في إقامة الصلاة

"Seseorang yg berhalangan/memiliki udzur dlm pengerjaan shalat (pada waktunya)"

Begitu juga ketika menyembelih sesembelihan, boleh dilakukan di hari ke 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

Faidah dari Dars Ushulul Fiqh pada Bab:  الاستصحاب

Posting Komentar untuk "Ketika Terjadi Perbedaan Penetapan Tanggalan Bulan Dzulhijjah, Kapan Kita Melakukan Puasa Arafah dan Kapan Kita Berhari Raya?"