Bahaya Menghina Syariat (Menjadikan Bahan Olok-olokan)
Ada orang yang berkata:
“habis jenuh juga sih dengan segala
promosi ke-Arab-an gaya orang2 fundies (model brother ……….) kemaren saya lihat
di TV orang2 yang mengklaim mu'min dengan atribut abad ke-7 mereka (ya ampuun..
ada yang masih primitif di abad 21 ini!!) pake ubel2, celana ngatung, jenggot
panjang, jidat hitem (maksudnya mau aplikasi QS 48:29) dan...... siwak yang
penuh dengan bakteri!... hiyyyy”
Aneh memang keadaan kaum muslimin
sekarang ini. Dan patutlah kalau kaum muslimin saat ini dikatakan mundur dan
telah hilang ‘izzah-nya di hadapan kaum kuffar. Sulit dibayangkan memang bahwa
perkataan di atas muncul dari mulut kaum muslimin. Inilah yang dinamakan
istihzaa’ atau sukhriyah (mengolok-olok) syari’at dan ahlinya.
Dan orang yang telah tertipu dengan
manhaj Liberal dan manhaj Aqlaniy - manhaj-nya kaum Orientalis -, maka mereka
tidak akan merasa “puas” sebelum kita ikut makan babi, bercelana pendek
setengah paha, membuka hijab bagi para akhwat, menenteng rokok dan khamr,
berpraktek riba, meninggalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta mencintai segala
produk budaya kaum kuffar.
Saudaraku yang semoga di rahmati
Allah…
Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa
sikap istihzaa’/sukhriyah (Mengolok-olok Syariat) adalah salah satu pokok sifat
yang dimiliki oleh orang kafir, sebagaimana firman-Nya:
زُيِّنَ لِلَّذِينَ
كَفَرُوا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ
اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ
حِسَابٍ
“Kehidupan dunia dijadikan indah
dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang
beriman. Padahal, orang-orang yang bertaqwa itu lebih mulia daripada mereka di
hari kiamat. Dan Allah memberi rizki kepada orang-orang yang dikehendaki tanpa
batas”. (QS. Al-Baqarah: 212)
يَا حَسْرَةً عَلَى
الْعِبَادِ مَا يَأْتِيهِمْ مِنْ رَسُولٍ إِلا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
“Alangkah besarnya penyesalan
hamba-hamba itu. Tidak datang seorang Rasul-pun kepada mereka melainkan mereka
selalu mengolok-oloknya”. (QS. Yaasiin: 30)
Mengenai hukum syar’i istihzaa’ dan
sukhriyah terhadap muslimin ini terdiri dari dua:
1. Istihzaa’/sukhriyah karena cacat pembawaan; seperti
pendek, pincang, buta, gagap, dungu, dan lain-lain. Serta istihzaa’/sukhriyah
terhadap kelakuan jelek seperti cepat marah atau bodoh. Hukum
istihzaa’/sukhriyah jenis ini adalah haram, dan termasuk dosa besar. Allah
ta’ala memperingatkan hamba-Nya agar jangan terjatuh ke dalam perbuatan ini. Balasan
perbuatan ini adalah adzab yang pedih. Oleh karena itu Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا
نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ
وَلا تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ وَمَنْ
لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah satu kaum mengolok-olok kaum yang lain. Boleh jadi mereka yang
diolok-olok lebih baik daripada mereka yang mengolok-olok. Dan jangan pula
perempuan-perempuan mengolok-olok perempuan-perempuan yang lain. Boleh jadi,
perempuan yang diolok-olok lebih baik daripada perempuan yang mengolok. Dan
janganlah kamu mencela dirimu sendiri. Dan janganlah kamu memanggil dengan
gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan buruk setelah
beriman. Dan barangsiapa tidak bertaubat, mereka itulah orang-orang yang
dhalim”. (QS. Al-Hujuraat: 11)
Barangsiapa yang terjerumus ke dalam
perbuatan ini, harus berhenti, dan bertaubat dengan taubat yang benar. Kemudian
berniat untuk tidak mengulanginya.
2. Istihzaa’ terhadap kaum mukminin justru karena
ketaatannya kepada hukum Allah dan Sunnah Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa
sallam; seperti mengolok-olok orang yang memelihara shalatnya, atau
mengolok-olok orang yang menganjurkan taat kepada Allah, atau yang memanjangkan
jenggotnya, atau memendekkan pakaian di atas mata kaki karena ingin mengikuti
Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Hukum istihzaa’/sukhriyah jenis kedua
ini sangat keras/tegas. “Kerasnya” hukum ini tentu saja karena secara tidak
langsung ia mengolok-olok syari’at Islam dan Sunnah Rasul. Dalam hal ini, ada
dua keadaan.
Pertama, orang yang melakukan
istihzaa’/sukhriyah tersebut tidak mengetahui bahwa yang ia olok-olok itu
adalah syariat Islam, seperti dalam hal tidak isbal (memendekkan celana/pakaian
di atas mata kaki) Ia melakukannya lebih tertuju pada individu pelakunya yang
dirasakan aneh, lucu, dan ‘tidak lazim’. Jadi, ia tidak berniat mengolok-olok
syari’atnya itu sendiri. Hukumnya dalam hal ini adalah haram, dosa besar.
Kedua, orang tersebut melakukannya
karena orang yang diolok-olok tersebut menjalankan kewajiban atau Sunnah
Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Maka dalam hal ini dia murtad dan
menjadi kafir tulen berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’. Allah ta’ala
berfirman:
يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ
أَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ قُلِ اسْتَهْزِئُوا
إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ (64) وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا
كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ
(65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ
مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ (66)
“Orang-orang munafik itu takut akan
diturunkan kepada mereka suatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi
dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: “Teruskanlah ejekan-ejekanmu
(terhadap Allah dan Rasul-Nya)”. Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang
kamu takuti itu. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka
lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanyalah
bersenda-gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah,
ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu mengolok-olok?. Tidak usah kamu
meminta maaf, karena kamu kafir setelah beriman. Jika Kami maafkan segolongan
dari kamu (lantaran mereka bertaubat), niscaya Kami mengadzab golongan (yang
lain), karena mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa”. (QS.
At-Taubah: 64-66)
Ath-Thabariy dan Ibni Abi Haatim
meriwayatkan dengan sanad laa ba’sa bihi, Abdullah bin Umar radliyallaahu
‘anhuma, ia berkata:
قال رجل في غزوة
تبوك، في مجلس: ما رأينا مثل قرائنا هؤلاء؛ أرغب بطونا، ولا أكذب ألسنا، ولا أجبن عند
اللقاء. فقال رجل في المجلس: كذبت، ولكنك منافق، لأخبرن رسول الله ـ صلى الله عليه
وسلم ـ ، فبلغ ذلك النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ ونزل القرآن. قال عبد الله بن عمر:
فأنا رأيته متعلقا بحقب ناقة رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ ، تنكبه الحجارة، وهو
يقول: يا رسول الله إنما كنا نخوض ونلعب. ورسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ يقول:
( أ بالله وآياته ورسوله كنتم تستهزؤون لا تعتذروا قد كفرتم بعد إيمانكم
“Ada seorang laki-laki berkata pada
perang Tabuk dalam satu majelis: “Kami tidak pernah melihat orang seperti
qurraa’ kita ini yang lebih mementingkan perut (rakus), dusta lisannya, dan
penakut ketika bertemu musuh”. Maka berkatalah seseorang dalam majelis: “Engkau
dusta, bahkan engkau munafik. Akan aku laporkan apa yang engkau katakana itu
kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam”. Maka, sampailah ucapan
tersebut kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, kemudian turunlah
ayat di atas. ‘Abdullah bin Umar berkata: “Maka aku pun melihat laki-laki itu
bergantung di belakang onta Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan
tersandung-sandung batu sambil berkata: “Wahai Rasulullah, kami hanyalah
main-main saja, tidak sungguh-sungguh”. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu
mengolok-olok?. Tidak usah kamu meminta maaf, karena kamu kafir setelah
beriman”.
Para ulama’ mengambil hukum dari QS.
At-Taubah ayat 64-66 tadi tentang kafirnya orang yang memperolok-olok ayat-ayat
Allah, syari’at-Nya, dan Agama-Nya; baik yang dikatakannya itu sungguh-sungguh
atau hanya sekedar main-main saja (bercanda).
Dalam hadits diriwayatkan oleh
Al-Bukhaariy rahimahullah dari Ibnu Mas’uud radliyallaahu ‘anhu, dijelaskan
tentang olok-olokan kaum munafik terhadap amalan-amalan Islam yang dilakukan
oleh kaum mukminin:
لما نزلت آية الصدقة؛
كنا نحامل على ظهورنا، فحاز رجل فتصدق بشيء كثير، فقالوا: مرائي. وجاء رجل فتصدق بصاع،
فقالوا: إن الله لغني عن صدقة هذا
“Ketika turun ayat shadaqah, kami
(para shahabat) membawanya di punggung kami. Maka datanglah seorang laki-laki
bershadaqah dengan jumlah yang banyak. Mereka (orang-orang munaafik) mengatakan:
‘Dia berbuat riyaa’ (ingin dipuji)’. Kemudian datanglah seorang laki-laki
bershadaqah dengan satu sha’, mereka pun berkata: ‘Sesungguhnya Allah tidak
membutuhkan shadaqah ini”. Diriwayatkan pula oleh Muslim.
Ibnu Hajar Al-Haitsamiy rahimahullah
dalam kitabnya Al-I’laam bi-Qawaathi’il-Islaam menyebutkan beberapa hal yang
dapat menyebabkan seseorang kafir (jika melakukannya) adalah: ada sekelompok
manusia yang berkumpul, seorang di antara mereka duduk di tempat tinggi yang
menyerupai para penasihat, kemudian mereka bertanya tentang satu permasalahan
sambil tertawa, lalu memukulkan tongkat. Atau, mereka menyerupai pengajar
(ustadz), diambilnya kayu, yang lain duduk mengelilingi mereka seperti sikap
anak-anak. Lalu mereka tertawa sambil ber-istihtizaa’ (mengolok-olok) Atau
berkata: ‘Sedikit bubur ini lebih baik daripada ilmu (agama)’. Yang demikian
ini dianggap sebagai satu kekafiran oleh beliau (Al-Haitsamiy)
Al-Lajnah Ad-Daaimah pernah ditanya:
ما حكم من استهزأ
ببعض المستحبات، كالسواك، والقميص القصير، وبالشرب جالسا؟
“Apa hukum orang yang mengolok-olok
sebagian syari’at mustahabbah, seperti siwak, pakaian yang pendek (di atas mata
kaki), orang yang minum sambil duduk?”.
Mereka menjawab:
من استهزأ ببعض المستحبات،
كالسواك، والقميص الذي لا يتجاوز نصف الساق، والقبض في الصلاة، ونحوها مما ثبت من السنن؛
فحكمه: أنه يبين له مشروعية ذلك، وأن السنة عن الرسول ـ صلى الله عليه وسلم ـ دلت على
ذلك؛ فإذا أصر على الاستهزاء بالسنن الثابتة: كفر بذلك، لأنه بهذا يكون متنقصا للرسول
ـ صلى الله عليه وسلم ـ ولشرعه، والتنقص بذلك كفر أكبر
“Barangsiapa yang mengolok-olok
sebagian perkara yang disunnahkan, seperti siwak, berpakaian tidak melebihi
pertengahan betis, bersedekap ketika shalat dan lainnya yang telah tetap dari
Sunnah; maka hukumnya adalah: Hendaknya ia diberikan penjelasan tentang
disyari’atkannya perbuatan tersebut (yang ia olok-olok) Bahwasannya Sunnah
Rasul shallallaahu ’alaihi wasallam menunjukkan demikian. Apabila setelah
diberi penjelasan bahwa hal tersebut merupakan bagian dari Sunnah yang telah
tetap, (orang tersebut masih saja mengolok-olok), maka ia telah kufur. Hal itu
disebabkan karena ia telah mencela dan menghujat Rasul shallallaahu ’alaihi
wasallam dan syari’atnya. Mencela dan menghujat yang seperti ini maka termasuk
kufur akbar”. (selesai)
Pertanyaan:
ما حكم ساب الدين
إن كان جاهلا، هل يعذر بجهله أم أنه لا عذر بالجهل في هذه المسألة؟ وهل إذا كان مقصده
سب الشخص نفسه، فجرى على لسانه سب دينه، هل يعذره هذا من الكفر، أم ماذا؟ وما أقوال
السلف في هذا الأمر؟
“Apa hukum orang yang mencela agama
karena kebodohan? Apakah ia diberikan udzur karena kebodohannya itu ataukah
tidak dalam masalah ini? Seandainya orang itu bermaksud mencela pribadi
seseorang, namun akhirnya lisannya keluar celaan, apakah ia diberikan udzur
atas kekafiran ataukah tidak? Bagaimana perkataan salaf dalam permasalahan ini?
Jawab:
سب الله، أو سب كلامه،
أو شيء منه: كفر. وكذا سب الرسول ـ صلى الله عليه وسلم ـ ، أو سنته، أو شيء منها، أو
سب دين الشخص إذا كان دينه الإسلام؛ فيجب أن يبين له الحكم إذا كان مثله يجهل ذلك،
فإن أصر على السب فهو: كافر مرتد عن ملة الإسلام، فإن تاب وإلا قتل، لقوله تعالى:
( قل أ بالله وآياته ورسوله كنتم تستهزؤون لا تعتذروا قد كفرتم بعد إيمانكم(
وأما من سب شخصا
مسلما لذاته، فجرى على لسانه دين ذلك الشخص، بدون قصد، وإنما هو محض خطأ منه، فإن مثله
لا يكفر، ولكن يوصى بالتحرز والحذر بكلماته، حتى لا يقع في الكفر وهو لا يشعر
Mencela Allah, atau mencela
firman-Nya, atau mencela sesuatu hal dari-Nya adalah perbuatan kufur. Demikian
juga dengan mencela Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, atau mencela
sunnahnya, ataupun sesuatu yang berasal darinya, atau mencela agama Islam.
Maka, wajib diberi penjelasan tentang hukum-hukumnya jika ia memang tidak
mengetahui. Jika sudah mengetahui, tetapi ia tetap terus mencela; maka ia kafir
lagi murtad dari agama Islam. Jika bertaubat, maka taubatnya diterima. Jika
tidak bertaubat, ia dibunuh. Hal itu berdasarlan firman Allah ta’ala:
“Katakanlah: ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok?. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman”.
Jika celaan itu ditujukan kepada
pribadi seorang muslim, misalnya. Lalu dari mulutnya keluar celaan juga
terhadap dien/agama orang tersebut tanpa sengaja, ini adalah kesalahan yang
tidak mengkafirkan. Akan tetapi, orang yang mencela perlu diberi nasihat,
bimbingan, dan peringatan agar dia berhati-hati dalam berucap dan berkata. Hal
seperti itu dilakukan agar orang tersebut tidak jatuh pada kekufuran tanpa ia
sadari”. (Fataawaa Lajnah Daaimah Lisy-Syawaarif, hal. 141 - 142)
Asy-Syaikh Abdul-‘Aziz bin Baz
rahimahullah pernah ditanya:
أرى كثيرا من الشباب
إذا رأوا الشباب المحافظ على صلاته، ودينه؛ يستهزؤون به.. ويتكلمون عن الدين باستهتار
وعدم مبالاة؛ فما القول في ذلك؟ وهل تجوز مجالستهم، والمرح معهم في أوقات ليس فيها
صلاة؟
“Saya melihat banyak pemuda jika
melihat sekelompok pemuda yang memelihara shalatnya dan agamanya, mereka
mengolok-oloknya. Mereka berkata-kata tentang agama secara sembrono tanpa
peduli. Bagaimana Anda tentang hal ini?. Bolehkah kami duduk-duduk di majelis
mereka? dan juga bergembira bersama di luar waktu shalat?”.
Beliau menjawab:
الاستهزاء بالإسلام،
أو بشيء منه؛ كفر أكبر... ومن يستهزئ بأهل الدين، والمحافظين على الصلوات، من أجل دينهم
ومحافظتهم عليه، يعتبر مستهزئا بالدين، فلا تجوز مجالسته، ولا مصاحبته، بل يجب الإنكار
عليه، والتحذير منه، ومن صحبته، وهكذا من يخوض في مسائل الدين بالسخرية والاستهزاء
يعتبر كافرا، فلا تجوز صحبته، ولا مجالسته، بل يجب الإنكار عليه، والتحذير منه، وحثه
على التوبة النصوح، فإن تاب ـ فالحمد لله ـ وإلا وجب الرفع عنه إلى ولاة الأمور، بعد
إثبات أعماله السيئة بالشهود العدول حتى ينفذ فيه حكم الله، من جهة المحاكم الشرعية
“Mengolok-olok (istihzaa’) terhadap
Islam dan hal-hal yang terkait dengannya merupakan kufur akbar. Dan barangsiapa
mengolok-olok orang-orang yang beriman dan senantiasa menjaga shalatnya
dikarenakan faktor agamanya dan penjagaannya terhadap shalat tersebut, maka itu
diperhitungkan mengolok-olok agama. Maka, tidak diperbolehkan duduk-duduk di
majelis mereka dan bershahabat dengan mereka. Bahkan wajib untuk mengingkarinya
dan memperingatkannya dan orang-orang yang bershahabat dengannya. Begitu juga
dengan orang yang berbicara tentang permasalahan agama dengan sikap sukhriyyah
dan istihzaa’, dianggap kaafir. Tidak boleh bershahabat dan duduk-duduk
dengannya. Bahkan, wajib untuk mengingkarinya dan memperingatkannya.
Menganjurkannya untuk bertaubat dengan sebenar-benarnya dari perbuatan yang
dilakukannya itu. Jika ia bertaubat – Alhamdulillah -, dan jika tidak
bertaubat, ia diajukan kepada wulaatul-umuur, setelah terbukti perbuatan
jeleknya itu dengan persaksian saksi-saksi yang adil agar hukum Allah dapat
dilaksanakan oleh pengadilan syari’at”. (Majalah Ad-Da’wah no. 978)
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
(Ngaglik, Sleman, Yogyakarta - banyak
mengambil dari buku Al-Qaulul-Mubiin fii Hukmil-Istihzaa' bil-Mukminiin karya
Dr. 'Abdus-Salaam bin Barjas rahimahullah - maktabah islamspirit)
Penulis: Abul Jauzaa’
(Alumnus IPB & UGM)
Editor: Ahmadi As-Sambasy
Cilacap – Jawa Tengah
Posting Komentar untuk "Bahaya Menghina Syariat (Menjadikan Bahan Olok-olokan)"
Sebelumnya kami ucapkan Jazakumullahu Khairan atas tegur sapa antum semua di web Kabeldakwah.com ini.
==> Komentar Anda akan ditanggapi oleh Admin saat Aktif.